Camping yang telah di laksanakan selama dua hari itu pun berakhir. Semua murid sudah mendaratkan dirinya di rumah masing masing. Maura juga sudah kembali ke rumahnya seperti semula. Yapp! Hendro sudah mengetahui semuanya, tetapi ia masih mengizinkan Dian untuk tinggal bersamanya. Apa kejadian kemarin masih belum cukup membuat Maura menderita?
"Papa kenapa masih izinin tante Dian tinggal disini?" Tanya Maura, tanpa mengalihkan pandangan nya, dari layar ponsel.
"Yakan bagaimana pun juga, tante Dian itu mama kamu sayang," Hendro mengelus surai hitam Maura.
"Belum ada yang bisa gantiin bunda pah."
Hendro tersenyum, lalu mengeratkan pelukan nya "Iyaa, papa ngerti ko. Nanti juga kamu akan terbiasa,"
Maura menatap Hendro sekilas "Dia jahat sama aku pah... Kan papa tau semuanya,"
"Papa yakin, tante Dian gak akan berbuat itu lagi sama kamu. Mungkin karena kamu berbuat salah, jadi tante Dian seperti itu samaa kamu," Ucap Hendro, mendapat anggukan dari Maura.
"Aku pulang malem. Tapi ada alasan nya pah,"
"Apa alasan nya?" Hendro mengangkat sebelah alisnya.
Maura terdiam dalam pertanyaan nya.
"Pacarr?" Tebak Hendro
Maura menggelengkan kepalanya, lalu segera meneggakkan tubuhnya "Bukan pahhhh,"
"Terus selama kamu gak dirumah, kamu dimana?" Tanya Hendro. Maura gugup untuk menjawabnya, karena kalau Hendro tahu, bahwa ia menginap dirumah teman lawan jenisnya, pasti Hendro akan marah padanya.
"A-aku-" Dering telfon berbunyi, membuat Maura harus menghentikan ucapannya. Ia segera bangun dari duduknya, dan menuju ke kamar, untuk menjawab telfon tersebut.
"Malam pacar,"
"Malam juga," Jawab Maura, yang kini tersenyum, dilanda bahagia.
"Pacar nya mana?"
"Hmm, malam juga pacar,"
"Nahh ini baru namanya pacar. Tapi gak usah senyum senyum sambil guling gulingan gitu dong," Ledek Brayn.
Maura membulatkan matanya. Darimana Brayn mengetahui itu semua? Apakah dia cenayang? Dengan cepat, ia segera bangkit, lalu mencari keberadaan Brayn.
Tokk... tokk...tok
Gadis itu menoleh ke sumber suara yang berasal dari jendela kamarnya. Ia melangkahhkan kaki dengan perlahan, lalu membuka tirai yang mentupi jendela. Ia terlonjak saat melihat keberadaan Brayn disana, bagaimana bisa ia berada di rumahnya?
Buka, aku mau masuk. Ucap Brayn dengan isyaratnya
Maura melambaikan tangannya, sebagai arti, tidak boleh.
Nanti aku dikira maling. Itu yang Maura lihat dari pergerakan mulutnya.
Maura berdecak. Dengan sangat terpaksa, ia segera membuka jendela, dan mengizinkan Brayn untuk masuk ke dalam kamarnya.
"Ngapain disini?" Bisik Maura.
"Hahh? Apaan? Gak denger," Brayn mendekatkan wajahnya.
"Kamu ngapain disinii? Kalo ketauan papa, bisa gawat!" Tangannya sudah melambai di lehernya, sebagai arti ancamam bagi Brayn dan dirinya.
"Aku gak takut,"
"Iyaa kamu gak takut. Aku yang takut ishh," Maura mendorong Brayn dengan sekuat tenaga, menyuruhnya segera keluar dari kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
M A U R A
Random"Buru buru banget sih, emang nya gak kangen sama pacar?" Ucap Brayn, sengaja menggoda gadisnya. "Ihh! Kamu suka banget sih godain aku" Omel Maura, diiringi tawa. "Emang. Godain kamu itu rutinitas aku sekarang" "Mana ada rutinitas godain orang" "Kam...