"Sulit Van buat gue lupain semua tentang kita," ucap Riel sambil menunduk.
Kali ini gantian Devan yang diam, menunggu Riel mengatakan semuanya.
"Gue gak pernah bener-bener bisa benci sama lo, gue-" ucapan Riel terhenti karna isakan yang keluar dari bibirnya.
Mendengar isakan Riel tersebut Devan segera memeluk Riel. Devan rindu memeluk gadisnya itu, ia rindu canda tawa gadisnya.
"Kita sama El, gue gak bisa bohongin diri gue sendiri kalo gue masih sayang sama lo," ujar Devan sambil mengusap rambut Riel yang sedang menangis di pelukannya.
"Nangis sepuas lo El, kalo lo mau pukul gue gak masalah, asal jangan pernah pergi dari gue lagi." Devan menahan sesak di dadanya.
Riel terisak dalam pelukan Devan, ia menumpahkan tangisnya kembali pada Devan.
"Kenapa Van? Kenapa gue gak pernah bisa benci sama lo?" tanya Riel dengan suara seraknya.
"Lo jahat Van! Gue pengen benci sama lo, tapi kenapa? Kenapa gak pernah bisa?" Lanjut Riel lalu kembali terisak dalam tangisnya.
"Maaf."
"Maaf? Untuk apa? Semuanya udah hancur Van, dan lo yang mulai hancurin semuanya!"
Devan bungkam, semua memang salahnya yang tiba-tiba memutuskan Riel tanpa sebab hanya karna ingin mengetes perasaan Riel padanya. Dan sekarang setelah hubungannya benar-benar berakhir ia menyesal melakukan ide konyol itu.
"Lo tau? Gue dulu sempet berharap kalo lo adalah orang terakhir yang ada di hati gue, gue berharap lo gak akan pernah pergi."
"Tapi setelah hari itu, di mana lo bilang putus dan bosen, gue hancur Van, gue kehilangan harapan-harapan gue," ungkap Riel sambil menyeka air matanya dengan ujung jarinya.
"Gue emang cowok bodoh El," ujar Devan yang ingin menghapus air mata Riel, namun tangannya di tepis.
Setelahnya keduanya saling diam tanpa bersuara, keduanya menenangkan diri mereka masing-masing. Hanya suara burung-burung yang berterbangan bebas dan semilir angin yang menemani hancurnya hati mereka berdua.
Devan berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan sesuatu yang mengganjal hatinya, menarik napas perlahan lalu menghembuskanya kembali hingga berkali-kali.
Devan harus mengatakan ini, jika tidak ia akan menyesal. Apapun jawaban Riel nanti walaupun menyakitkan ia harus siap.
"El, apa lo mau kasih kesempatan terakhir buat gue? Gue janji kalo gue gagal perbaiki semuanya, gue gak akan ganggu hidup lo lagi bila perlu gue pergi yang jauh," ucap Devan akhirnya.
Riel masih diam, mencerna perkataan Devan barusan. Riel sangat ingin mengatakan 'iya' tapi sudut lain hatinya berkata bahwa ia tidak siap terluka lagi nantinya.
"Jawab El," desak Devan.
"Sulit Van, gue belum siap nerima luka-luka yang ada kedepannya," jawab Riel sambil menatap sendu Devan yang sedang menghadapnya.
Devan hampir putus asa kali ini, tapi ia sudah berjanji apapun keputusan yang dikatakan Riel ia akan menerimanya sepahit apapun itu, Devan akan menerimanya dengan lapang dada.
Riel menghela napas lagi lalu kembali membuka mulut berbicara, "Gue emang masih sayang sama lo Van,tapi untuk kasih kembali hati gue buat lo gue sama sekali belum siap, maaf."
Pupus sudah harapan Devan untuk memperbaiki hubunganya dengan Riel, Devan hanya bisa menunduk lemah sambil melapangkan hatinya.
"Tapi gue gak bisa bohongin diri gue sendiri kalo gue sakit ngomong ini ke lo." Ucap Riel kembali, air matanya masih tidak mau berhenti membanjiri pipi gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebatas Mantan {Completed}
Teen FictionMantan itu sebagian dari masalalu yang harus dilupakan dan hanya bisa dikenang bukan untuk terulang. Mantan itu masa lalu, tapi kalo ditakdirin boleh juga jadi masa depan. #8-lampung (05 November 2020) *Cerita ini sudah direvisi jika masih ada kesal...