Apa Mungkin Dia ?

34 5 0
                                    

"Ekhem," santika berdeham memecahkan keheningan.

Mendengar deheman dari santika mereka melepaskan tangannya. Beberapa detik kemudian, tangan kanan Santika terulur mengarah ke Erlangga. Erlangga menautkan kedua alisnya bingung "Kenalan Erlangga, ga peka banget deh jadi orang." geram santika yang tangannya tak kunjung di raih oleh dia.

"Apaan si, udah dari kecil lo kenal gue juga pake mau kenalan segala lo!" Jawabnya ketus.

"Ketus amat mas,"

"Bodo amat,"

"Ohiya, btw permainan gitar lo bagus juga. Boleh dong join di ekskul musik. Kita kembangin lagi bakat lo ini." Erlangga menawarkan Della agar ia mau bergabung di grup musiknya.

"Emm..gimana ya ? Nanti gue pikir pikir dulu deh ya." Ujar Della sembari tersenyum manis kepadanya.

"Ok, gue tunggu lo gabung di grup gue," Erlangga melenggang keluar entah kemana.

Santika mendekat dan duduk disamping Della. "Boleh rikues ga ?" Tanya Santika tersenyum kuda.

"Boleh, mau lagu apa ?" Sahut Della tampak semangat.

"Cinta sejati."

"Gue ga mau lagu itu !" Tolak Della secepatnya, raut wajahnya berubah seketika menjadi datar.

"Kenapa ?"

"Ada sesuatu, lagu itu seakan mengingatkan gue sama sosok bunda," ujar Della yang masih memangku gitar di pahanya.

"Bunda lo kenapa ?"

"Bunda gue udah ga ada, bunda udah ninggalin gue buat selamanya Ka. Gue rindu Bunda..hiks.hikss," isak tangis Della pecah, teringat kejadian dimana dia harus kehilangan bunda untuk selamanya.

Santika mengambil gitar yang masih Della pegang dan meletakkannya di samping kanannya. "Maaf Dell, gue ga bermaksud buat lo inget kejadian itu lagi." Ucap Santika yang tidak enak kepada Della, karenanya dia jadi mengingat hal terpahit dalam hidupnya.

"Gapapa, mau denger cerita gue ?"

"Boleh,"

Della menghembuskan nafas perlahan dan menghapus air mata sisa tangisnya, dia mulai menceritakan semuanya "Dulu Bunda sering banget keluar masuk rumah sakit, kata dokter Bunda mengidap penyakit darah tinggi yang turun temurun dari neneknya. Karena pola makan yang tidak teratur juga yang buat Bunda kaya gitu."

"Bunda adalah sosok ibu yang paling baik di hidup gue. Dulu hidup gue ga seenak ini, dulu hidup dengan keterbatasan ekonomi, terbelenggu dengan hutang untuk menutupi biaya spp sekolah gue dan bodohnya gue ga tau tentang itu. Bunda sangat pintar menutupi masalahnya. Perjuangan bunda sangat menyayat hati. Sampai beliau merasakan sakit, dia selalu menutupinya. Bunda ga mau gue khawatir."

"Di malam hari Bunda pergi ke rumah sakit menjenguk tetangga gue. Sampai larut malam kiranya jam setengah sepuluh Bunda tak kunjung pulang, gue mulai merasa khawatir sama Bunda."

"Lalu gue pergi ke rumah tetangga gue yang tadi ikut menjenguk bersama Bunda, entah kenapa mata gue serasa ingin menangis, perasaan gue semakin khawatir. Setelah mengetahui keberadaan Bunda, hati gue seakan teriris pisau yang sangat tajam."

"Bunda sedang berada di rumah sakit Ka, dia koma. Gue langsung pergi ke rumah sakit dan tak lupa gue menghubungi keluarga gue. Bunda koma sampe tiga minggu lebih, mengetahui Bunda tidak ada perubahan Papa berniat untuk melepas semua alat bantu yang terpasang ditubuh Bunda. Tapi gue ga mengizinkan itu terjadi. Bagaimanapun keadaan Bunda, Bunda harus tetap dalam alat bantu itu."

"Waktu gue dikelas dan sedang duduk bersama tiga teman gue di sekolah yang dulu, gue mencium aroma bunga mawar dan melati. Dan gue nanya sama mereka, sekilas mereka juga mencium aroma harum itu dari sebelah kanan gue. Gue ngerasa ada sesuatu yang aneh. Baru pertama kali gue mencium aroma seperti ini dikelas. Itu bukan parfum, tapi ini reall bau wangi mawar dan melati Ka."

RADELLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang