1.5 Indah dan Buruk (1)

13 4 0
                                    

Written: SiThaTa

Pernikahan, hampir semua orang akan menginginkan sebuah pernikahan dan yang pasti adalah pernikahan yang bahagia, saling menghargai, menyayangi dan melengkapi, hingga dua kubu tidak merasa terluka.

7 Juli 20xx

Ini adalah tahun ketujuh pernikahanku dengan Namjoon, Kim Namjoon lebih tepatnya. Rumah tangga kami sama seperti rumah tangga kebanyakan di luar sana, ada canda, tawa kadang juga ada pertengkaran yang kami ciptakan, kadang sedikit perselisihan itu yang membuat kami saling mendiamkan satu sama lain. Apalagi tahun pertama dan kedua, setiap pertengkaran kami aku selalu menangis. Tapi, tidak pernah sekalipun aku mengadu atau pulang ke rumah orang tuaku, aku mencintai Namjoon hingga aku berpikir tidak akan bisa hidup tanpanya.

Hingga, hari ini untuk yang kedua kalinya Namjoon melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku selalu bertanya padanya, "Sayang, kau tahu besok hari apa?"

Tapi, dia selalu menjawab hari yang akan datang itu, hanya harinya. Aku kira dia hanya berpura-pura dan akan memberikan ucapan selamat di hari berikutnya sesudah tanggal pernikahan kami. Namun, itu hanya sebuah harapanku saja. Tidak ada yang berbeda dari sikapnya dia hanya melupakan hari jadi pernikahan kita saja.

*•••*

Di saat hatiku goyah dan tidak yakin akan rasa cintanya, aku selalu bertanya padanya secara langsung.

"Jun." Panggilku yang sedang berada di dekapannya saat akan tidur.

"Ya."

"Apa kau masih... mencintaiku?" tanyaku sedikit ragu.

"Kau ini kenapa? Tentu saja aku masih dan akan terus mencintaimu," ucap Namjoon seraya menatapku. "Jika, kau masih setia padaku aku pun akan setia padamu." Lanjutnya.

'jawaban macam apa itu? Aku merasa dia mencintaiku hanya karna aku mencintainya. Lalu, bagaimana pada isi hatinya?' batinku.

"Jun? Jika, kau sudah tidak mencintaiku... bicaralah, aku akan melepasmu karna aku tidak ingin menyakitimu."

Air mataku mengalir begitu saja saat mengatakan itu. Aku mencintainya Tapi kalau dia sudah tidak mencintaiku lagi aku akan merelakannya pergi, aku tidak ingin kita saling menyakiti hanya karna sebuah kalimat 'Demi mempertahankan sebuah pernikahan'.

"Kau ini bicara apa sih? Tidurlah. Itu tidak akan terjadi walau sampai kapan pun." ucap Namjoon seraya membenamkan Aku dalam dekapannya kembali.

*•••*

Namjoon adalah suami terbaik, dia tidak pernah marah padaku. Kadang aku seperti anak kecil, pemikiranku tidak dewasa namun dia selalu sabar menyikapinya. Dia tidak pernah terlalu berfokus pada pekerjaannya saja, pulangnya selalu tepat waktu. Tidak pernah sekalipun dia membiarkan aku menunggu hingga larut malam, ditambah lagi aku hanya sendiri di rumah. Mungkin, karna itu juga ia selalu pulang tepat waktu.

Kami bukan berencana tidak memiliki momongan, hanya saja satu tahun lalu aku baru saja kehilangan janinku yang baru berusia 20 pekan dalam rahimku. Aku menangis saat itu dan aku pun tahu, Namjoon juga sama sepertiku.

"Maafkan aku." Ucapku.

"Untuk?"

Namjoon menatapku yang sedang berbaring di pahanya, menjadikannya bantal.

monthly eventTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang