1.4 The Door Pt. 1

18 6 2
                                    

Monthly event completed!

Written by : kookiesluty
Thank you for completing your assignment

The Door 

Sudah hampir 2 bulan pada setiap harinya aku selalu bermimpi hal yang sama, berdiri di depan sebuah pintu yang tak kuketahui.

Entah apa yang kulakukan di sana. Entah apa yang tengah kuperjuangkan hingga aku hanya diam saja di depan pintu itu. Entah apa yang ada di baliknya. Aku tak tahu arti mimpi itu, namun aku yakin setiap hari aku selalu bermimpi hal yang sama sampai-sampai aku merasa tak ingin tidur karena berpikir pasti akan bertemu dengan mimpi absurd itu lagi.

Menurut temanku, mungkin itu adalah suatu jawaban atas pertanyaanku selama aku hidup puluhan tahun. Tapi, pertanyaan atas apa? Selama aku bernapas, hidupku lurus-lurus saja. Tak pernah aku terlalu baik, tidak juga terlalu buruk. Aku, benar-benar menjalani hidupku dengan lurus, dan temanku bilang; itu dia masalahnya!

Hampir 2 hari aku tidak juga ingin tidur. Apakah aku harus memusatkan pikiranku ke hal lain sebelum tidur agar aku tak memimpikan hal itu lagi? Rasanya, mimpi itu memang terdengar biasa. Tapi, bagi orang yang melaluinya sepertiku, rasanya seperti berada di cerita horror, dimana ketika aku tertidur aku selalu berada di ruangan dan di tempat yang sama, tanpa melakukan apapun. Dan ketika bangun, entah mengapa aku mengingat perasaan sepi dan heningnya.

Baiklah, aku rasa mataku sudah mulai berat. Mungkin aku harus menghayalkan bisa menghajar bos pemarahku agar aku tak lagi bermimpi soal pintu. Tapi ... sial, aku tak bisa berpikir. Mataku terpejam sendiri karena terlalu mengantuk.

The Door

Aku berdiri lagi di depan pintu.

Sial. Mengapa aku bermimpi hal ini lagi? Tapi, mengapa aku bisa sadar bahwa aku sedang mimpi? Gila! Aku ingin bangun! Sial! Mengapa aku harus terus terjebak di pintu sialan ini!

Frustasi, aku menjambak rambutku sendiri sambil menatapi pintu yang berdiri kokoh di depanku ini. Tiba-tiba aku memikirkan sebuah ide untuk mencoba membukanya.

Aku melangkah di antara keheningan ruangan gelap ini dan menggapai pintu. Namun, ketika tanganku meraih knopnya, pintu tersebut masihlah terkunci. Sudah kucoba tendang, pukul, bahkan kudobrak, pintu itu tetap kokoh berdiri dan tak terbuka.

Hah. Sial. Jadi maksudnya aku harus selalu terjebak di mimpi ini begitu?

"Belum saatnya."

Aku terkejut ketika mendengar suara orang lain berada di sekitarku. Aku yakin bahwa aku mendengar sesuatu barusan. Tapi, suara itu tak berwujud. Apa aku berkhayal karena frustasi?

"Bangun!"

"Bangun!!!"

The Door

"Bangun! Sudah pagi!"

Samar-samar aku melihat celah di antara jendelaku, dan cahaya mentari sudah merembes masuk ke dalam kamarku yang gelap. Aku menengok ke meja nakas, merasakan betapa kakunya tidurku semalam, dan mengambil ponselku yang alarmnya masih terus menyala dengan suara ibuku di dalamnya. Akhirnya dengan lemas aku meregangkan otot, dan mulai bersiap-siap. Aku pasti akan dimarahi bos lagi karena datang terlambat.

The Door

Aktivitasku tidak terlalu berat. Beberapa kali juga aku hangout dengan teman-temanku dan minum di bar langganan kami. Jadi aku tidak memiliki rasa stress yang menurutku bisa menimbulkan mimpi aneh begitu.

Aku juga belum memiliki kekasih. Bukan tak ingin, aku hanya ingin fokus bekerja dan melakukan hal-hal kusuka yang sebelumnya tak dapat kulakukan.

Kali ini, sepulang dari kantor aku sengaja mampir dulu ke kedai kopi dekat apartemen. Aku memesan satu latte dan kemudian duduk, menunggu nama atas pesananku dipanggil. Langit yang menjingga membuat aku menjadi sentimental. Ah, sepertinya jika aku menyesap latteku sambil mendengarkan lagu Dear God oleh Avenged Seven Fold pasti momen ini akan lebih menyenangkan. Apalagi jika tiba-tiba aku bertemu gadis idamanku saat SMA. Pft, sepertinya aku hanya bisa berkhayal.

"Pesanan atas nama Ant-man!"

Aku bergegas menuju meja kasir tempat dimana minumanku seharusnya sudah jadi. "Atas nama Ant-man." Aku terkejut ketika aku dan seorang lain mengatakan hal yang sama ke arah kasir.

Aku menatap orang itu, dan ternyata seorang gadis. Gadis itu juga terkejut karena nama atas pesanan kami sama. "Ehm, maaf. Sepertinya nama atas pesanan kalian sama. Yang ini latte," kata kasir sambil meminta maaf pada kami berdua.

"Itu bukan pesananku," jelas gadis yang tadi.

"Pesananku," kataku sambil menunjukkan struk. Kasir memberikan lattenya untukku kemudian aku memberanikan diri untuk bertanya pada gadis tadi. "Suka Ant-man?" tanyaku.

Gadis itu menatapku, tadinya seperti ragu. Namun ia menjawabku juga. "Iya, karakter yang paling kusuka dalam Avengers."

"Wow. Kupikir gadis-gadis kebanyakan lebih menyukai Spiderman, Thor atau Captain America."

"Oh, sayangnya aku bukan gadis kebanyakan," jawabnya sambil tertawa.

"Pesanan atas nama Ant-man!" Si Kasir meneriaki pesanan lagi.

Sontak gadis itu mengangkat struknya dan mengambil minumannya. Tadinya aku ingin pamit untuk kembali ke kursiku, tapi kurasa tak perlu. Kami bahkan hanya mengobrol sedikit. "Ehm, Tuan. Boleh aku bergabung denganmu? Sepertinya obrolan tadi dapat kita lanjutkan."

Oh, gadis yang tadi. Aku tersenyum simpul, namun kuiyakan ajakannya. "Senangnya bertemu dengan sesama pecinta Ant-man!" katanya dengan semangat.

Ah, ya. Aku juga.

The Door

Sejujurnya aku pun bingung, mengapa aku bisa dengan cepat berteman dengan gadis tadi sore. Hanya karena kami menyukai karakter yang sama. Kami mengobrol sampai jam 8 malam, dan entah mengapa aku bisa dengan lancar bicara soal keluh kesahku tentang mimpiku.

Gila ya sebenarnya. Aku membicarakan hal seprivasi itu pada orang yang baru kutemui. Sepertinya memang hanya mimpi itu yang membuatku stress. Tapi gadis itu tampaknya menikmati ceritaku, dan aku sangat menyukai caranya mendengarkanku. Selama berjam-jam kami bicara, bahkan hingga kami berpisah, dan aku belum juga menanyakan namanya. Bodoh sekali kan?

Tapi aku ingat satu hal yang diucapkannya saat aku selesai bercerita. "Itu disebut mimpi sadar. Kau bisa berlaku sesukamu di mimpi itu. Tapi kau harus menetapkan tujuanmu. Jika yang kau hadapi pintu, mungkin saja di dalam hati terdalammu, kau ingin keluar dari suatu tempat yang mengurungmu itu. Coba saja."

Aku termenung mengingat ucapannya. Benar juga. Sepertinya aku harus mencari tahu alasan mimpiku itu.

to be continue

monthly eventTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang