2.5 because it's not a fairytale

27 7 3
                                    

Written by Architect-nim
From genre NC

Namaku Adele Manahan, hari ini adalah hari pertama aku menginjakkan kaki di kota. Aku belum pernah meninggalkan desaku selama 18 tahun aku hidup.

Kehidupan kami di desa sebenarnya cukup baik, tapi aku berniat untuk meningkatkan taraf kehidupan keluargaku dengan pergi ke kota.

"Permisi, apakah anda tahu dimana asrama St. George High School?" tanyaku pada seorang laki-laki yang berjalan di depanku. Laki-laki itu hanya menunjuk ke bangunan tua yang ada di balik pepohonan. Setelah itu aku membungkuk berterima kasih sebelum laki-laki itu berlalu.

Aku memasuki bangunan tua itu yang akan menjadi tempat tinggalku selama 4 tahun kedepan. Sesampainya di kamarku, aku menyadari beberapa kejanggalan. Pertama, aku hanya melihat beberapa orang dalam perjalanku. Kedua, kebanyakan kamar di sini dibiarkan kosong. Tapi persetan dengan itu, aku tidak peduli. Yang penting aku dapat lulus tanpa ada masalah dari sekolah ini.

Keesokan harinya, aku memulai hari pertamaku di sekolah. Karena aku baru di sini, jadi aku akan mencari beberapa teman terlebih dahulu.

"Hai, perkenalkan Adele Manahan jurusan ilmu alam." ucapku pada sekelompok perempuan yang terlihat sebaya denganku. Tapi dengan tidak sopannya mereka tertawa di depanku dan meninggalkan tempatnya.

Sial, ada apa dengan etika orang kota.

Seorang laki-laki mendekatiku. Ia menyapaku dengan ramah dan diikuti senyumnya yang manis, membuatnya terlihat semakin tampan. Sial, apa semua laki-laki di kota tampan? Sangat tidak adil.

"Hello! Permisi?" panggilnya seraya melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku, membuatku kesadaranku kembali.

"Ah iya, namaku Adele Manahan. Kau bisa memanggilku Adele. Senang bisa bertemu denganmu...emm...maaf tadi siapa?"

Malu. Dasar Adele, kau ini tidak bisa liat laki-laki tampan ya. Tolong tenangkan dirimu dan jaga martabatmu.

Aku melihatnya terkekeh sebelum menjawab pertanyaan konyolku. "Hansel Dominic, panggil aja Hans."

Setelah hari itu kami semakin dekat, bahkan ia berani menciumku kemarin, tapi aku tidak ingat dimana dan kapan dia memintaku untuk menjadi pacarnya. Jadi aku memutuskan untuk bertanya padanya nanti.

Hans mengantarku pulang ke asrama. Sesampainya di sana, ia meminta untuk melihat ke dalam kamarku. Awalnya aku menolak, tapi karena ia bersikap malu-malu dan berkata tidak pernah melihat kamar perempuan sebelumnya. Sikapnya yang terlihat polos seperti itu yang membuat hatiku luluh, jadi aku menyerah.

Aku merapikan sedikit kamarku sebelum mempersilahkannya masuk. Tentu saja aku malu memperlihatkan betapa berantakannya aku.

"Kau boleh masuk tapi dengan satu syarat." kataku sebelum membukakan pintu. Ia tersenyum dan mengangguk.

"Kau tidak akan tertawa melihatnya. Janji?" tanyaku memastikan dia tidak akan melakukannya, karena aku malu.

"Tentu saja. Untuk apa aku tertawa." jawabnya yang membuatku akhirnya membukakan pintu lebar-lebar dan menunjukkan kamarku yang penuh dengan sticky notes di setiap sisi dindingnya. Ya tentu saja aku sangat giat belajar untuk menjadi seseorang yang sukses di masa depan.

Setelah Hans selesai melihat-lihat ia melihat ke arahku. "Hmm kenapa Hans?" tanyaku mempertanyakan maksud pandangannya.

Hans berjalan menuju ke arah pintu. Oh, apakah dia sudah mau pergi? Tapi saat aku berusaha mencegah kepergiannya, aku melihatnya berhenti, menutup, dan mengunci pintu. Apa maksudnya ini?

monthly eventTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang