Si Anak Kota

234 15 4
                                    

Panas menyelimuti kota. Kelas sangat bising,meskipun ada guru. Materi pelajaran sudah habis,mereka hanya tinggal menunggu semester selanjutnya.

Semua sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Guru sibuk memainkan ponselnya, sesekali melihat kemuridnya .
Di sebelah barat sedang asik bergosip menceritakan tentang rencana liburan.
Di sebelah timur,remaja laki-laki yang hanya berjumlah 4 orang sedang membahas acara mabar.
Di pojok hanya anak anak yang tidak tau harus kemana.Mereka memilih untuk tidur atau merenungi nasibnya.
Sementara di pojok dekat pintu masuk.

"Aaaaa Hyun jae yang ganteng nya dari Zygot calon menantu emak gue" Sheren memulai peperangan.

"Enak aja Lo,demi Spongebob yang gak akan pernah bertemu sama Doraemon, Hyun jae itu masa depan gue."  Binta mulai terpancing,masuk ke area pertempuran.

"Udah udah, Hyun jae itu Abang Gue"Acha memilih jalur pertempuran yang lain.

"BERISIK" tajam Rayla,sambil melirik tajam. Aktivitas membaca novel nya terganggu.

Takut dengan tatapan Rayla,mereka mengalihkan pandangan.

"Nih Lo liat fotonya, dimatanya terlihat kalau gue tu masa depan nya."Sheren sembari menyodorkan ponselnya.
Terlihat foto seorang pria Korea idaman kaum hawa.

"Aaaaaaaaaaa"mereka bertiga berteriak,semua mata tertuju kepada mereka.

"Gini nih kalau dulu di aqiqah pakai domba Haggo."gumam Rayla.

***
"Astaghfirullah" guru tersebut ngucap, terkejut dengan teriakan muridnya.

Tiga makhluk itu hanya bisa menunduk,tak tau harus apa.Yang mereka tau,tak lama lagi ceramah di hari yang panas akan dimulai.Mereka hanya bisa menunggu kemana takdir akan berpihak.

"Kalian tidak bisa menghargai orang tua yang ada disini? Semenjak tadi saya perhatikan, jangan kalian kira saya cuman duduk disini memainkan ponsel dan tidak mempedulikan kalian.Jika begitu lebih baik saya pulang. Kelas macam apa ini?guru di depan disamping malah teriak teriak.
Kalau kedepannya terus seperti ini,lebih baik kita lanjut ke materi semester selanjutnya."Guru kesenian itu bicara tanpa memberikan jeda.
Semuanya terdiam tak ada yang berkutik.

Rayla hanya fokus ke novelnya,baginya bukan dia yang salah. Dia sudah mengingatkan.

"RAYLA!!!"Guru itu membentak Rayla.
Rayla terkejut,rasanya dia tidak melakukan kesalahan apapun.

"Saya bicara kamu malah baca novel.Kalau kamu tidak mau menghargai orang kamu tidak akan bisa dihargai. Heran saya dengan kelas ini,terserah apa yang kalian katakan dalam hati kalian sekarang ini. Yang tidak mau menghargai silahkan Keluar!!!" Guru itu menunjukkan pintu keluar.

Hati Rayla terasa panas,amarahnya memuncak,dia tidak bisa lama lagi di sini.
Rayla berdiri kursinya terdorong ke belakang, menimbulkan bunyi.
Semua mata tertuju pada Rayla.

"Mau kemana kamu"guru itu melirik tajam.

"Permisi,saya mau ke WC."jawab Rayla enteng.
Tanpa menunggu balasan,Rayla langsung keluar dari kelasnya.

***

Tentu saja itu hanya alibi Rayla,dia tidak ada niat sama sekali ke WC. Dia ingin ke tempat yang bisa membuat nya nyaman.

Rayla terhenti di depan tangga untuk naik ke roftoop.
Tapi dia mengurungkan niatnya,cuaca hari ini panas.
Ia memutuskan untuk ke Masjid sekolah.Tempat yang sunyi,adem.

Rayla tiba di pintu Masjid. Ia membuka sepatunya. Dan melangkah masuk.
Disambut oleh kipas angin yang banyak. Tak ada orang disana. Semua masih di kelas. Waktu shalat pun masih lama.
Rayla duduk di karpet nya yang nyaman. Rayla mengambil ponselnya.Mengutak -atik sebentar, tak ada yang menarik.
Rayla merebahkan tubuhnya. Hari ini cukup lelah dan tidak cukup baik.

Jika kau punya banyak masalah,cobalah tidur sejenak
Saat kau terbangun pasti semua masalah mu belum selesai.

***

Teeeeettttteeeettttt"bel pulang sekolah berbunyi nyaring di telinga siswa,bel yang selalu ditunggu tunggu seluruh warga sekolah.
Rayla pun bangun dari tidurnya. Untung pelajaran kesenian itu jam terakhir .
Rayla melangkah keluar masjid,menuju ke tempat berwudhu untuk membasuh mukanya.
Kemudian memasang sepatunya.
Semua berhamburan keluar kelas. Rayla berjalan menuju kelasnya,berharap guru killer  itu sudah tak ada lagi di kelas.

***

"Hari ini kita cukupkan sampai disini"Guru kesenian itu beranjak keluar dari kelas.
Semua mulai membereskan buku-bukunya,langsung beranjak keluar kelas.
Rayla pun tak menunggu waktu lama,ia mengambil tas dan langsung keluar,namun sebuah tangan menahannya.

"Ra,Lo bisa tolongin Gue gak?"tanya Sheren

"Apa?"jawab Rayla.

"Gue kan mau pergi nanti sama Rio,Lo bisa gak gantiin gue buat bikin tugas kesenian itu. Gue bayar kok berapa—"ucapan Sheren terhenti.

"Nggak"tolak Rayla berlalu meninggalkan Sheren.

Sheren langsung mengejar Rayla,dia rela untuk bersujud di depan Rayla sambil goyang  'Entah Apa Yang Merasuki mu' ,jika Rayla meminta.

"Ra.. Please,bantu Gue sekali ini aja,Lo tau kan gue pingin banget pergi sama Rio."Sheren masih berusaha.

"Gue hari ini ada les,pulangnya malam"Jawab Rayla.

"Tega banget Lo,gak mau liat gue bahagia?"

"Emang Lo bisa bahagia?"

"Bisa lah"

"Kapan"

"Ya nanti kalau Gue pergi sama Rio."

Rayla hanya terkekeh pelan.

"Lo gak butuh itu kalau mau bahagia."

"Terus gue butuh apa?"

"Lo inget ya,manusia yang paling bahagia itu adalah manusia yang tidak pernah berharap ke manusia lain dan dia hanya bisa berharap kepada Sang Pencipta."terang Rayla.

"Sekarang bukan jadwal Lo buat ceramah"kata Sheren sambil melihat jam Tangannya.

"Suka suka Gue"

"Yaudah,Lo bisa kan bikinin,please,oke, makasih ya Rayla."Sheren langsung menuju kelas kembali menyelesaikan tugas piket nya.

"Aissshhh,gue lagi"gumam Rayla.

***
Rayla terduduk di bangku taman,sembari memainkan ponselnya.

Tak ada yang menarik.
Cuaca di kota memang panas,semua tau itu.
Rayla menatap langit. Ingatannya tentang kejadian beberapa jam lalu masih membekas. Rayla mengeluarkan buku catatan kecilnya yang selalu dibawanya. Catatan PR ,catatan Ulangan semua ada disana.

"Arrgghhss" Rayla meremas ujung bajunya frustasi. Terdapat setengah halaman PR yang belum siap.
Ia membalikan halaman, catatan Ulangan. Tak ada yang beda dengan catatan PR.
Sangat Banyak.

Entahlah,terkadang Rayla berpikir hidup itu keras. Terlalu banyak masalah. Terlalu banyak yang tak peduli. Terkadang ia berpikir bahwa akhirnya ini tak ada gunanya.
Ia hanya bisa mengikuti takdir.

***
Jangan lupa untuk terus kasi vote nya yaaa🖤

Garis TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang