Awan hitam

192 12 2
                                    

Awan hitam membungkus langit kota Jakarta. Sebuah kompleks perumahan mewah yang isinya hanya manusia kelas atas dipenuhi oleh rangkaian bunga sepanjang jalan. Semua turut berduka atau mungkin hanya demi mendapatkan nama.
Para anggota dewan bersilih ganti memasuki rumah mewah itu. Bendera kuning berkibar di dekat taman kecil samping rumah. Mobil mobil mewah berjejeran.
Semua orang perlahan keluar dengan tubuh yang dibalut dengan pakaian hitam. Jenazah anggota dewan itu akan segera dikebumikan.
Langit kota masih mendung.

(Ayolah jangan berpikiran ini skenario film azab)

Seorang remaja perempuan menangis terisak isak di sudut kamarnya yang terletak di lantai atas rumah itu.
Dia tak lagi kuat melihat jenazah ayahnya yang sudah terbujur kaku dibungkus kain kafan.

Tok tok tok

" Non Rasha,tuan besar mau dikebumikan, Non gak mau ikut??" Tanya asisten rumah tangga mereka.

" Tinggalin Rasha sendirian!!!!" Suara Rasha menggelegar ke seluruh sudut kamar.

" Tapi Non, Nyonya besar bisa pingsan sekali lagi."

Rasha langsung teringat Mamanya. Jiwa mamanya cukup terguncang semenjak mendengar kabar kematian Papanya. Pertahanan jiwanya bisa runtuh seketika.

Rasha membukakan pintu dengan mata yang membengkak. Ia mengambil kerudung hitam untuk menutupi rambutnya.
Rasha langsung turun,semua menanti kedatangannya.
Mama nya langsung memeluk Rasha, tangis nya pecah. Rasha hanya menunduk. Dia sudah mempersiapkan kacamata hitam untuk menutupi matanya.
Dia tau semua yang ada di rumahnya ini orang penting dan mungkin hanya seperempat dibagi empat yang tulus,selebihnya itu hanya untuk publik.

***
Jenazah sudah dikebumikan, mama tidak pingsan hanya saja menangis sejadi-jadinya.
Mereka kembali ke rumah masing masing.

Rasha tau mulai saat ini Mamanya akan menjadi seorang single perent.
Baginya tak masalah,mama memiliki restoran yang sudah membuka cabang di berbagai kota besar di Indonesia. Bahkan ada satu di Singapura. Dengan penghasilan yang cukup memadai, semuanya bisa terkendali.

Rasha membawa mamanya menuju kamar. Matanya yang bengkak sehabis menangis bisa membuat langsung tertidur.

Sehabis menidurkan mamanya, Rasha kembali ke kamarnya,melepas kerudungnya dan mencampakkan kacamata hitam nya ke sembarangan arah. Dia melihat dirinya di depan cermin .
Sangat berantakan.

Rasha masuk ke dalam kamar mandinya, ia mengunci rapat rapat pintu. Dia menghidupkan shower dengan sangat deras,menimbulkan suara yang keras.

Dan disaat itulah Rasha menumpahkan semuanya.

Rasha mungkin bisa menjadi seorang gadis yang sangat tegar di depan semua orang. Menjadi orang yang paling kuat,orang yang masih bisa tersenyum di depan semuanya.
Namun jika dia sendirian,dia bisa menjadi manusia yang paling rapuh di dunia,manusia yang paling lemah,manusia yang dapat menangis kapan pun. Gadis yang akan menangis sejadi-jadinya sambil berteriak-teriak dan bertanding air atau suaranya yang menang. Tak akan ada orang yang bisa mendengar nya. Hal itu sudah biasa ia lakukan. Dan biasanya setelah rambut dan pakaian nya basah terguyur air,dia akan mandi dan mungkin setelah itu dia akan langsung tertidur karena sering merasa pusing.

Itu sudah menjadi kebiasaan nya.
Dan tak ada yang tau apalagi yang peduli.

***
Hari masih gelap,matahari belum terlihat,udara sangat dingin. Kicauan ayam perlahan lahan mulai terdengar.
Jam masih menunjukan pukul 04.30.
Ray sudah berbaur dengan dinginnya air, agar ia tidak ketinggalan mobil pembawa ikan,ia harus bangun sangat pagi.

Ray memeriksa kembali isi kopernya,memastikan tak ada lagi yang tertinggal. Tak lupa topi yang selalu menemaninya berlaut ia masukan kedalam kopernya.

Saatnya untuk pergi,pergi dari tempat yang penuh kepedulian ke tempat yang tak ada seorang pun yang peduli. Pergi ke tempat kejadian di masa lalu mulai melingkupi.

Its time to back.

Pintu kamar Ray terbuka perlahan,mengeluarkan decitan pertanda pintu itu sudah lapuk dimakan usia.
"Kau sudah bersiap Nak?" Bibi Eli masuk ke kamar Ray.

"Sudah Bi" jawab Ray.

" Tidak akan ada lagi yang mengisi kamar ini." Lirih Bibi.

"Aku tidak akan pergi kalau Bibi menahanku."

"Tidak Nak,kau harus pergi"Bibi mengusap pelan kepala Ray.

" Kalian dibayar berapa oleh Mama?"

" Kami tidak dibayar Nak,kami sayang padamu."

" Jika kalian sayang padaku, kalian akan menahanku pergi."

" Kami menyayangi mu Ray." Lirih Bibi pelan.

" Kalian selalu mengatakan itu,sebutkan apa alasan aku harus pergi dari sini."

"Suatu saat kau akan tau Nak" Bibi keluar dari kamar. Meninggalkan Ray yang seperti biasa. Tak akan mengerti.

***
Ray menaiki mobil pembawa ikan menuju kota. Ray duduk di samping kursi sopir. Ayahnya Tom.

Semua sudah siap. Ray pamit, menyalami satu persatu keluarga nya.
Ray segera menaiki mobil,untuk terakhir nya dia menoleh ke belakang.
Bibi Eli hanya tersenyum menyembunyikan kesedihannya.
Paman mengangguk pelan,sambil melambaikan tangan. Sementara Mila yang digendong oleh Bibi Eli tak henti hentinya menangis. Sebuah keluarga kecil yang bahagia,yang menyayangi satu sama lain. Ray tersenyum getir.

Entahlah,apakah ia bisa merasakan itu kembali di kota.

***
Perjalanan selama 3 jam dari desa menuju kota.
" Kau bersedih?" Tanya Pak Timbul.

" Sedikit" jawab Ray datar.

" Mereka hanya melakukan yang terbaik untuk mu nak"

"Semua orang bilang begitu, anakmu,Paman,Bibi Eli." Ray menatap lurus kaca depan mobil yang perlahan lahan ditutupi embun.

"Kau tidak mengantuk?"

" Tidak."

Pak Timbul hanya tertawa renyah ketika berbicara dengan remaja itu. Dia tau,masa remaja merupakan masa yang sulit untuk mengontrol diri. Dia pernah mengalami nya,tentu saja.

1 jam ia tak dapat melawan kantuk yang menyerang. Ray tertidur dibalut jaket pemberian Bibi Eli yang dibuat khusus untuk nya.

***

" Nak,kita sudah sampai" Pak Timbul menggoncang pelan bahu Ray.
Ray menggosok matanya. Suasana sudah berubah, tak ada lagi pepohonan yang ada di pinggir,tak ada lagi udara sehat yang akan dihirup. Yang ada hanya gedung gedung pencakar langit,udara yang bercampur yang dapat merusak lapisan ozon.

Yaa,aku kembali.

Garis TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang