18. Weeding

1.7K 62 25
                                    

"Yeoboseyo hyung, ada apa?" ucap pria disambungan telepon milik Jimin.

"Kamu tidak ingin kembali ke Korea? Aku akan menikah." ucap Jimin kepada pria yang sedang berbicara dengannya melalui telepon.

"Mwo? Kamu ingin menikah?!"

"Eoh. Kamu tidak ingin datang?" tanya pria bermata sipit itu lagi.

"Bukannya tidak ingin. Aku ingin sekali datang. Tapi kamu tahu sendiri pekerjaanku disini."

"Baiklah, aku memaklumi." sambungan telepon terputus.

*****

"Eomma tidak menyangka. Nanti eomma akan tinggal sendiri." ucap eomma saat sedang melihat penampilanku yang berada dihadapannya. Aku hanya memandanginya dengan mata berkaca.

"Mianhae eomma, tapi jika eomma ingin, eomma bisa tinggal bersamaku dan juga Jimin Oppa." ucapku yang sedang menatapnya balik. Eomma hanya menggeleng dan tersenyum. Aku sudah siap dengan gaun pernikahanku dan sebentar lagi akan melaksanakan pernikahan.

Eomma menuntun tanganku untuk keluar agar bertemu dengan Jimin yang sudah menunggu dilantai bawah. Dan Pernikahan akan segera berlangsung.

*****

Pernikahan berjalan dengan lancar, banyak Pejabat lain yang datang menghadiri Pernikahan kami. Bahkan aku sangat gugup saat pernikahan dilaksanakan. Dimana aku harus berjalan dan mengaitkan tanganku dilengan Jimin setelahnya saling memakaikan cincin dan—berciuman. Sungguh! Pada moment itu aku sangat malu, ditambah banyak pasang mata yang mengarah ke kami. Saat ini kami sedang dilantai dansa. Aku dan Jimin menari mengikuti lantunan musik yang dimainkan. Aku meletakkan kedua tanganku melingkari leher Jimin, sedangkan kedua tangannya berada disetiap sisi pinggangku. Aku lelah, sangat lelah. Sekarang juga sudah hampir larut. "Oppa, aku lelah," ucapku padanya. Bahkan mataku sudah ingin memejam. Jimin merapatkan tubuhku pada tubuhnya, memelukku. Kepalanya bertumpu pada bahuku.

"Sebentar lagi, ya." ucapnya dengan berbisik. Aku menganggukkan kepalaku dan menyandarkan kepalaku dibahunya. Mulai memejamkan mata tetapi kedua sudut bibirku tertarik keatas. Aku sengaja, agar orang-orang yang memfokuskan pandangannya kepada kami beranggapan bahwa aku sangat menikmati berdansa dengan Jimin didalam pelukannya. Nyatanya, senyumanku hanya jadi kecohan untuk menutupi rasa kantukku.

"Aish, apa masih lama?" ucapku yang sudah kembali membuka mata dan menatap matanya.

"Aku benar-benar mengantuk," tambahku.

"Aniya, sabarlah sebentar lagi." ucapnya yang kembali memelukku seraya berdansa mengikuti alunan musik yang terputar.

*****

Dan sekarang, aku sudah berada didalam kamar kami. Jimin juga sudah berkata bahwa ia membeli rumah ini sudah lama. Rumah yang terletak diatas perbukitan. Alasannya : agar saat aku terbangun, aku langsung bisa disuguhkan oleh dua pemandangan sekaligus. Pertama, melihat mu yang terbaring disampingku. Dan yang kedua, agar bisa menikmati pagi bersama dari ketinggian. Itulah yang ia katakan saat aku bertanya alasan tentang membeli rumah di daerah perbukitan.

Aku sangat tidak nyaman masih menggunakan gaun ini. Sedangkan Jimin, dia sedang berada dikamar mandi untuk membersihkan dirinya. Aku sudah berusaha untuk membuka resleting belakang, tapi tetap tidak bisa, susah. Aku memutuskan untuk melepas seluruh perhiasan yang aku kenakan dan juga menghapus make up yang meriasi wajahku.

My Little Wife | Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang