19. Sorry

1.4K 62 18
                                    

Aku sedang duduk disofa ruang tengah saat ini. Sendiri. Jimin masih ada dikamar. Pria itu sedang sibuk dengan laptopnya. Aku juga masa bodoh! Memutuskan untuk menyalakan televisi dan mencari siaran yang menarik. Tapi, sialnya tidak ada yang menarik sama sekali. Terdengar pintu kamar terbuka, sudah dipastikan itu adalah Jimin. Dia datang membawa laptopnya dan duduk tepat disebelahku. Menyandarkan punggungnya ke sofa. Aku hanya berusaha menjauh sedikit darinya.

"Jae Hwa-ya, ak---"

"Jangan bicara." ucapku dengan nada datar. Pandanganku tetap pada televisi dan juga mulut yang mengunyah keripik.

"Tap---"

"Oppa jangan bicara dulu padaku," ucapku yang kini sudah menatapnya jengkel.

"Kenapa?" tanyanya dan meletakkan laptopnya diatas meja dan kembali bersandar.

"Aku ini sedang marah padamu! Jadi tidak usah panggil-panggil aku." geramku dan mengganti siaran televisi dengan menekan tombol remote asal.

"Sayang," Pria ini rupanya tidak menyerah juga.

"Apa sih? Tidak usah panggil-panggil Sayang!" ketusku.

"Jika kamu ada dendam padaku kenapa tidak langsung membunuhku saja pada malam itu? Kenapa harus membunuh secara halus dengan air yang sangat dingin?!" tanyaku yang sudah menghiraukan televisi dan menatap kearahnya dengan kedua tangan yang aku silangkan didepan dada.

"Hehe, aku minta maaf, tapi aku tidak melakukannya." ucapnya yang membuatku memutar bola mata jengah.

"Lalu? Kamu pikir aku anak kecil kisaran lima tahun yang bisa kamu bohongi begitu saja?"

"Jika bukan kamu siapa lagi, eoh?" tambahku.

"Tanganku yang melakukannya. Jadi salahkan saja tanganku." ucapnya yang menyodorkan kedua tangannya dihadapanku. Aku hanya mendorong tangannya itu dan kembali memakan keripik dan menaikkan kakiku untuk bersila diatas sofa.

Hening.

Hanya ada suara televisi yang menyala. Kukira Jimin tidur, tapi dia sudah kembali sibuk dengan laptopnya. "Kamu sedang apa?" tanyaku yang sudah tidak peduli dengan gengsi yang berlebihan karena sebelumnya aku yang mengotot agar ia tidak bicara padaku.

"Merevisi semua proposal Perusahaan." ucapnya yang masih fokus pada laptop.

"Ingin makan?" tawarku padanya. Jimin sempat melihatku sekilas tapi setelahnya kembali lagi.

"Iya," ucapnya dengan menganggukan kepalanya.

"Ingin makan apa?"

"Ramen saja." ucapnya.

"Ramen? Tapi itu tidak baik dipagi hari. Lagipula bahan makanan kita didapur masih sangat banyak." ucapku yang sedang menggulung rambutku keatas agar menjadi buntalan.

"Kalau begitu terserahmu saja." ucapnya yang sedang melihatku menguncir.

"Yasudah tunggu sebentar. Aku akan memasakan Ramen." ucapku dan setelahnya bangkit dari duduk meninggalkan Jimin dengan mata yang seperti ingin lepas dari tempat semestinya itu. Sangat seram. Memangnya kenapa wajahnya seperti itu? Kurasa aku tidak berbuat kesalahan atau apapun itu.

Aku berjalan kearah dapur dan memasak air, menunggunya hingga mendidih dan kemudian memasukan ramen.

"Apa rencanamu hari ini?"

Aku sedikit terkejut ketika ia melingkarkan tangannya diperutku. "Belum tahu. Perusahaan juga diberi cuti. Jadi, aku juga sepertinya akan dirumah saja hari ini." jawabku seadanya.

My Little Wife | Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang