17. First Kiss

1.3K 64 20
                                    

"Kalau yang ini bagaimana?" ucapku seraya memutar badan untuk memperlihatkan penampilanku pada Jimin. Pria ini sangat repot. Padahal sejak tadi aku sudah berkata padanya yang mana saja asalkan nyaman untukku. Tapi dia berkata juga harus mengutamakan brand dan juga kualitasnya. Aku hanya menurutinya saja sekarang.

Kami sedang melihat-lihat gaun untuk hari pernikahan ku dan Jimin nanti. Ini sudah yang ke enam kalinya aku berganti gaun hanya untuk memperlihatkan kepadanya.

"Perfect." ucapnya dengan senyum mengembang dan meletakkan ponselnya kedalam saku celananya yang sempat ia mainkan tadi.

"Iya, tapi kurasa ini berlebihan. Begitu juga harganya." bisikku tepat saat Jimin sudah berada dihadapanku. Bukan apa-apa, sebenarnya jika harga pun aku tak masalah, hanya saja ini memakai semua uang Jimin, jadi aku rasa akan sangat banyak pengeluaran. Jimin menaruh tangannya di pinggangku dan memutarkan tubuhku untuk mengahadap ke cermin besar.

"Harga bukan masalah." ucapnya dengan membisik. Aku hanya memandangi pantulan kami dihadapan cermin saat ini. Tinggiku dan Jimin menjadi tidak terlalu jauh karena aku memakai heels yang mungkin sekitar sepuluh sentimeter. Mempermudah Jimin untuk meletakkan dagunya dipundakku.

Setelahnya kami sepakat untuk memesan gaun itu untuk pernikahan nanti. Yang dituju sekarang adalah cincin. Memang, ini sudah akhir bulan April dan pernikahan akan dilaksanakan dipertengahan bulan Mei. Sangat cepat, bukan?

Aku hanya memandangi jendela mobil saat ini. Setelahnya membuang napas gusar.

"jae Hwa-ya, ponselku berdering. Tolong ambilkan disaku celanaku."

Aku menolehkan kepala ku mengahadap Jimin dan mengikuti instruksi nya. Segera mengambil ponselnya. "Aku jawab?" tanyaku kepada Jimin.

"Lihat dulu dari siapa."

"Dari 'Seokjin Hyung' bagaimana?" tanyaku lagi.

Jimin mengangguk dan aku menjawab panggilannya. "Yeoboseyo?"

"Eoh? Ini Nyonya Kim?"

"Ne. Waeyo?"

"Ah-aniya. Aku hanya ingin bertanya dengan Jimin, boleh?"

"Iya tentu saja." aku memberikan ponselnya kepada Jimin. Dia mengambilnya dan menjepit ponsel itu dengan bahunya.

"Ah, Seokjin hyung. Wae?"

"Akhir bulan saja hyung."

Hanya itu yang aku dengar dari Jimin dan setelahnya dia kembali meletakkan ponselnya disaku celana. "Jangan banyak berpikir," ucapnya.

Aku tersadar dari acara melamunku dan melihat kearah Jimin dengan dahi berkerut. Mood ku sedang tidak baik hari ini, mungkin efek dari tamu bulananku yang sedang datang. Ditambah lagi dengan perut yang sejak tadi minta diberi makan. Padahal sebelum pergi ke toko gaun tadi, aku dan Jimin sudah makan untuk mengisi perut. Tapi sekarang aku sudah lapar lagi. Memang seperti itu, jika sedang datang bulan, porsi makanku bertambah, makanya aku sangat tidak suka jika tamu bulanan ini datang. Bisa-bisa membuat berat tubuhku naik dalam waktu dua puluh menit sekali.

"Nanti cepat tua, lho." tambahnya dengan senyum mengembang.

"Diam! Atau aku kuncir bibirmu itu." ucapku dengan menunjuk-nunjuk bibir tebalnya itu.

Jimin tidak banyak bicara lagi. Dia hanya fokus pada jalanan setelahnya, begitu juga denganku yang kembali melihat lurus kedepan.

"Kenapa sih, kamu hari ini mengomel terus? Sejak tadi di toko gaun juga seperti itu. Kamu selalu mencibir setiap aku menyuruhmu untuk mencoba gaun yang lain. Dan sekarang juga. Kamu sangat sensitif, ada apa?" ucapnya yang sekarang sudah memberhentikan mobilnya dan melepaskan seatbelt ku.

My Little Wife | Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang