Chapt 02

23.7K 821 12
                                    

.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


- Farel -


Terasa gelap, dingin dan lembab. Suara tetesan air terdengar di beberapa sisi. Aku duduk sendiri memeluk lutut, tak tahu harus kemana. Ini mengerikan. Aku dimana. Sambil memejamkan mata aku menangis. Suara itu datang. Seketika suasana menjadi hangat.

"Semua akan baik-baik saja."

Aku mendongak, berdiri, berlari kesana kemari kebingungan. Tidak ada sumbernya. Aku ingin berteriak namun mulutku terasa dibungkam. Tak ada suara yang keluar.

"Kamu tidak sendiri."

"Ah!"

Dinding biru putih, sebuah almari dan meja, juga lampu yang mati. Aku berada di kamar seperti biasa.

"Mimpi apa tadi, sial." Umpatku

Bangun, merapikan tempat tidur, lalu beraktivitas seperti biasa. Kulupakan mimpiku begitu saja. Apapun mimpinya, jika tidak mempengaruhi kehidupan nyataku maka itu tidak penting.

"Totalnya 20rb"

"Terima kasih.."

Udaranya dingin, padahal seharusnya ini musim panas. Apa sudah memasuki pancaroba? Aku mengunyah roti sambil berjalan menuju kampus. Melihat sekeliling, tampaknya tak ada yang mengamati karena memang begitu adanya.

Karena merasa nyaman, siulan ku bernyanyi dan mataku terpejam sesaat. Berhenti untuk merasakan lembutnya roti di mulutku.

"Ervin?"

Seseorang memanggil namaku. "Ayo kuantar ke kampus." Lanjutnya.

Sesekali Farel melirik kearahku dan tersenyum. Hari ini ia keluar kota, jadi harus membawa mobil. Ia bertanya jam pulang selesai matkul dan kujawab begitu saja.

"Baiklah. Nanti aku jemput." Mobilpun pergi.

Hari membosankan telah berlalu. Seharian hanya dengan buku, earphone dan ponsel. Duduk di taman. Para dosen sibuk rapat, jadi kami hanya diberi tugas dan tidak dikumpulkan hari ini. Jika bukan untuk absen, aku sudah pulang pagi tadi.

"Ah, aku membuatnu menunggu ya? Maaf."

"Tidak. Memang tidak ada jadwal hari ini."

Beberapa menit tanpa percakapan. Aku tidak tahu apa yang harus dibahas. Ini masih sore namun langit sudah berwarna kelabu, sebentar lagi hujan.

Farel selalu memulai pembicaraan dan aku hanya menjawab beberapa pertanyaan yang orang pada umumnya katakan pada orang yang baru dikenal. Basa basi. Ia ingin mampir ke kos, namun aku menolak karena tempatnya tidak nyaman untuk berdua, terlalu sempit. Farel tertawa, "Justru enak kan bisa semakin dekat jaraknya." Katanya

Mobil berhenti di depan sebuah bangunan. Apartemen. Terlihat mahal dan berkelas.

A BOY LIKE YOU (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang