.
.Aku Farel.
Menghabiskan hari demi pekerjaan dan lembur. Mataku sakit karena terlalu lama menatap laptop dan jurnal. Mereka memanggilku bos meski sejujurnya kinerjaku belum sebagus itu. Harus lebih banyak belajar dari mereka yang lebih hebat. Jika ayah masih ada, ia pasti akan memberitahuku jalan terbaik.
Aku kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan hal pribadi.
Untuk hal sederhana seperti makan masih sering dilupakan. Tak heran jika tubuhku sering terasa panas.
Banyak orang menyukaiku. Beberapa dari mereka bahkan rela menjatuhkan harga diri demi memperlihatkan sesuatu yang menurut mereka pantas untukku. Seperti saat seorang wanita yang tiba-tiba masuk ke kantorku lalu membuka pakaiannya. Dia mantan sekretaris. Entah apa yang ia pikirkan, aku tak tertarik padanya.
Lalu Jane.
Entah kenapa dulu kami bisa bersama sampai-sampai ia mengaku sebagai tunanganku. Ia terus mengejarku meski sekarang sudah tidak berhubungan.
Aku tak pernah mencintainya. Hanya formalitas saat itu, ketika ada undangan menghadiri pesta tengah malam dengan dansa sebagai pelengkap acara. Apa kata mereka jika seorang bos muda perusahaan tak menggandeng pasangannya di acara seperti ini?
Aku sudah mengatakan bahwa ini hanya pemenuhan tugas namun Jane tak mau melepaskan genggamannya. Ia semakin kuat padaku hingga membuat semua percaya bahwa kami sudah tunangan. Padahal tidak ada cincin di jari kami.Suatu ketika aku sudah muak. Ia bertindak diluar batas toleran. Jane menyakiti seorang lelaki muda yang tidak lain adalah karyawanku sendiri. Ia beralasan cemburu karena lelaki itu sering masuk ke kantorku tanpa izin darinya. Bukan hanya fisik namun pelecehan juga ia lakukan bersama teman-temannya.
Hari berikutnya ada surat pengunduran diri dari lelaki itu dan aku tak bisa menolak. Akan lebih baik jika ia bekerja di tempat lain. Aku membantunya mencari pekerjaan dan ia mendapatkan yang cocok. Jauh dari sini.Setelah kehilangan karyawan, aku segera membuka lowongan dan tak lama kemudian seseorang diterima. Ia cukup berpengalaman dan mampu mengurus dengan baik. Kinerjanya bagus meski tak setiap hari bekerja di kantor. Ia Raka, sepupu dari Sivan, orang yang pernah terlecehkan oleh Jane dan rekannya.
"Aku melamar hanya untuk memperjelas apa yang membuat Sivan menjadi trauma. Untuk pekerjaan hanya formalitas. Dengan ini aku bisa mengerti maksudnya." Ujar Raka di hari pertama bekerja.
"Aku tahu." Aku berjalan lalu berdiri disampingnya, "Mohon kerjasamanya."Ada rasa benci di hati Raka, terlihat dari caranya memandangku. Harus kuakui ini kesalahanku, namun aku sulit mencegah tindakan Jane apalagi ia bergerak bersama orang. Wajahnya yang cantik membuat orang berpikiran bahwa ia orang baik.
Raka tidak takut pada Jane. Tak seperti karyawan lain yang tak berani berhadapan langsung dengannya. Raka justru sering datang ke ruanganku meski tahu Jane berada disana. Entah bertanya soal pekerjaan atau laporan."Jika kau bukan wanita aku sudah menghabisimu." Ujar Raka. Iapun keluar dari ruang untuk melanjutkan tugas.
"Kenapa kau terima orang seperti itu? Tidak sopan." Ujar Jane.
"Kenapa kau melukai Sivan padahal ia hanya bekerja?" Jane tak berkutik setelah aku bertanya seperti itu. Ia hanya meminta maaf padaku namun tak mengubah apapun.
"Dia sakit." Ujar Raka."Aku tahu." Ucapku sebelum meneguk segelas vodka. Kami berada di sebuah bar luar kota saat itu.
"Dia monster berparas cantik. Aku ingin menghabisinya namun tidak bisa. Sivan selalu melarangku padahal ia sendiri korbannya. Jane hanya mencintaimu, itu alasan ia melakukannya, kata Sivan."
"Ia selalu bersama temannya. Aku bahkan tidak tahu pasti berapa jumlah mereka.""Bagaimana ia bisa denganmu?"
"Hanya salah paham. Aku hanya mencari partner dansa malam itu, namun ia malah berpikiran lebih. Justru terjebak." Jelasku.
"Tinggalkan saja dia.""Sudah kulakukan. Kau kira aku diam saja selama ini? Salah besar. Aku sudah berpindah kota berkali-kali namun ia tetap menemukanku."
Hening sesaat.
"Sejujurnya aku khawatir." Kata Raka."Hm?"
"Sivan sudah mendapat penanganan dan akan segera pulih. Itu bagus. Namun..""..."
"Aku khawatir jika kau mulai tertarik dengan orang lain. Aku tidak ingin orang itu mengalami hal yang sama. Jangan pikir aku orang jahat yang suka membalas dendam, sebaliknya, aku peduli."
Seketika aku teringat Ervin.
Bukan hanya tertarik, namun aku sangat menyayanginya. Mungkin rasa peduliku masih dibilang kurang karena aku jarang pulang minggu-minggu ini. Ingin segera menyelesaikan tugas agar bisa menikmati liburan akhir musim bersamanya.
Alasan aku memutuskan agar Ervin tinggal bersamaku adalah memastikan dia aman. Jika ada disampingku, tak akan ada hal buruk yang menimpanya. Hanya aku orang yang ia miliki saat ini.
"Kumohon padamu agar menjaga Ervin selama aku masih diluar kota. Jangan pernah meninggalkannya.""Tapi aku punya part time, bagaimana?"
"Atur jadwal saja. Aku tak punya pilihan. Tidak perlu berangkat ke kantor, kerjakan semua di apartemen, kuberi izin.""Baiklah."
Rasanya sedikit tenang saat Raka menerima permintaanku.
Sehari tak menghubingi Ervin, tak ada notif yang masuk. Kesibukanku membuat jarak mulai terasa.
Pukul sepuluh malam.Ervin tak mengangkat teleponku, ia juga tak membalas pesan. Raka mengatakan bahwa Ervin tidak ada sejak tadi. Sial. Dimana dia.
Aku menyerahkan tugas yang harus kuselesaikan malam ini pada sekretarisku. Ia akan menyelesaikannya dengan baik.
Menginjak gas mobil, secepatnya akan kutemukan Ervin dengan selamat."Sudah ada kabar?" Tanyaku.
Raka tidak menjawab, hanya suara napasnya terdengar pelan.
"Apa Jane tahu soal Ervin?"
Aku berpikir sejenak sebelum menjawab. "Tidak, hmm, entahlah. Aku–"
"Kau seperti tak belajar dari kesalahan! Entahlah katamu? Kau membahayakan seseorang sekarang!" Nada bicara Raka meninggi.
"Ah, tapi Ervin tahu password beberapa akun milikku. Kemungkinan ia berbuat sesuatu disana." Lanjut Ervin seakan mengabaikan kemarahan Raka.
"Bodoh."
Telepon dimatikan.
Sejujurnya aku takut dan khawatir. Ini tengah malam dan belum ada kabar darinya. Raka mengaku meninggalkannya sesaat untuk mengecek barang di cafe dan menemukan apartemen kosong. Ervin tidak ada dikamar.
20menit berlalu dan aku sudah berada di kota ini. Jalanan sepi jadi mobil bisa melaju kencang."Dimana dia?!" Tanyaku setengah berteriak sambil membuka pintu apartemen. Napasku berantakan.
Raka tidak menjawab. Ia hanya menunduk sambil bermain ponsel.
"Ponselnya sekarang mati. Dimana pacarmu menyembunyikannya?"
"Dia bukan pacarku." Jawabku ketus.
Aku kembali mengendarai mobil, berharap banyak bisa menemukannya. Raka memilih berpencar, ia menggunakan sepeda milik Ervin.Apa yang harus kulakukan.
Satu malam dengan Jane sudah membuat Sivan trauma, dia hanya bekerja. Namun Ervin? Hubungan kami sudah dekat. Apa yang akan Jane perbuat?
Sebodoh inikah sampai meninggalkannya meski tahu Ervin dalam bahaya?
Aku selalu disini, kamu tak sendiri.
Omong kosong yang kukatakan kemarin. Kepalaku mulai pusing. Padahal aku sendiri yang berjanji.Jika aku tidak menemukannya dengan selamat maka aku gagal. Aku gagal melindunginya.
Apa yang kulakukan setelah ini?
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
A BOY LIKE YOU (Complete)
Romansa🔞🔞 Kami tinggal dan tidur bersama. Selalu seperti itu. Seperti orang lain, aku belum mengenalnya bahkan setelah melakukan sex. Ia diikuti wanita muda yang penuh ambisi, yang menyakitiku demi mendapatkannya kembali. Ia hampir membunuhku. ⚠ R21 ⚠️...