Chapt 19

4.4K 354 5
                                    

.
.

"Ahh!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ahh!!"

Bibirku perih. Kain yang membalut sampai belakang kepalaku benar-benar diikat kuat.

Ia menyeretku, mendorongku hingga membentur sofa Masih dengan seragam kerja. Ia menarik kemejaku hingga kancingnya berjatuhan lalu melepas ikat pinggangku.

Gila. Dia gila.

"Sudah kuperingatkan."

Aku mendengarnya dengan jelas meski dalam keadaan takut luar biasa. Ia membalikkan tubuhku, menarik dasi dan duduk diatas pahaku.

"Sekarang kau mau apa?" Tanyanya lembut. Senyuman di wajahnya tak menghilangkan kesan kejam. "Lihat aku. Jawab."

Aku tak menghiraukan. Pandanganku tetap ke sisi lain dimana ia tak terlihat sedikitpun.

"Lihat aku!"

"A-ahh!!" 

Rambutku diremas kuat dan ditarik ke belakang. Pasti ada beberapa helai yang jatuh.

"Jika aku melepasmu, kalian pasti semakin lengket. Hmm. Tidak ada pilihan selain menghabisimu kan?" Jelasnya lembut. Bau alkohol bercampur mint. Tidak. Ada sedikit aroma manis. Wanita ini aneh.

Ia berdiri. Berjalan menjauh dan melambaikan tangan tanpa melihat kearahku. Sebentar saja, katanya.

Beberapa temannya mendekat. Salah satu diantaranya menarik kakiku dan mulai melepas celana. Satu yang lain mengambil kain hitam lalu membalutkannya pada mataku.

Semua gelap. Tubuhku. Tangan-tangan itu mulai menggerayahi. Setiap sentuhannya membuatku takut, aku tak bisa berhenti menangis. Aku tahu ini akan terjadi.

Farel..

Maaf aku pulang terlambat. Tolong jangan marah.

.
.

Pukul 5sore.

Ervin berkata akan pulang sendiri. Sebenarnya aku menolak namun ia memaksa. Dan sampai sekarang belum pulang. Saat aku ke kampus ia tak ada. Ponselnya tak bisa dihubungi. Aku mulai khawatir.

Raka datang ke apartemen karena kondisi ku yang memang kurang sehat. Ia membawakan lauk 3porsi untuk kami dan Ervin.

"Dimana dia?"

Aku menggeleng. "Ah, kepalaku pusing. Aku akan mencarinya."

"Tidak. Kamu disini saja istirahat. Aku segera kembali." Ujar Raka sebelum keluar.

Setengah jam berlalu.

Kepalaku semakin pusing meski sudah tidur. Sebuah panggilan masuk ke ponselku. Jane.

"Hm?" 

"Bagaimana keadaanmu?"

"Bukan urusanmu."

"Kejam sekali. Padahal aku ingin bertanya soal Ervin."

"Kau?! Apa yang terjadi?! Dimana dia?!!"

"Ah, tenang sedikit. Ia ingin kau bersamaku."

"Cih!"

"Hanya itu. Jadi?"

Aku mematikan ponsel dan hendak menghubungi Raka namun ia sudah berdiri di depan pintu sambil memberi isyarat agar mengikutinya.

Mobil melaju cepat menerobos kegelapan. Semoga tidak macet, jaraknya lumayan jauh. Ujar Raka.

Kepalaku semakin sakit, pandanganku sempat buram. Raka menyuruhku tidur namun aku terus terjaga. Bagaimana bisa tidur jika tahu Ervin dalam bahaya.

.
.

Ahh!!!

T-tidak.. hentikan...

"Cukup! Kenapa kau melepas pakaiannya?"

"Dia kotor, tak pantas berpakaian." Jawab Jane ketus.

"Pakaikan dia kain atau apa, tutupi bagian itu. Menjijikkan." Ujar salah satu wanita. Aku tak bisa melihatnya di cahaya minim seperti ini.

Seseorang membalutkan kain kelabu ke tubuhku yang penuh luka. Sangat perih. Jane terlihat marah saat sadar tubuhku penuh kissmark. Ia menggunakan kuku panjangnya, menghapus kissmark dengan cakaran. Darah segar mengalir.

hnghh

"Tega sekali. Ia sering menyentuhmu dan hanya melakukannya denganku sekali. Kejam." Ujarnya santai.

Jane pergi mendekati wanita itu. Aku dibiarkan terlungkup di samping sofa dengan tangan dan kaki terikat. Meski penutup mata sudah dibuka, namun mulutku masih disumpal kain. Aku tak bisa mengatakan apapun.

Jane mengangguk pada wanita itu dan kembali mendekat. Ia menarik kain dimulutku lalu melemparnya jauh. Tangannya dengan kasar menaikkan dagu ku hingga sejajar dengannya.

"Jadi hampir selesai. Ada kata terakhir?" Tanya Jane.

Aku tidak menjawab.

"Aku tidak tergesa-gesa. Pikirkan sesuatu."

Farel..

Maafkan aku. Maaf. Kamu pasti khawatir. Tolong jangan marah. Aku tak akan lupa pesanmu, tentang jangan melewatkan makan hingga jam tidur. Caramu membangunkanku, menjagaku ketika sakit. Tatapanmu, sentuhanmu. Aku tak akan melupakannya.

Aku mendengar suara mobil. Terbuka lalu tertutup. Mungkinkah itu dia? Tapi setahuku tak ada siapapun yang mengetahui tempat ini. Jika benar, maka ia akan tersesat. Rumah ini tidak bisa dikatakan sempit. Banyak ruang dan lorong. Ia akan kesulitan.

"Cepatlah. Aku ingin segera pergi." Kata Jane. Kurasa tak ada yang menyadari suara mobil itu. Semua tetap fokus menatapku.

Aku tersenyum.

Apapun yang terjadi, inilah yang terbaik.

"Kami saling mencintai."

"Cih."

"Ah! a-akh!!!"

L-leherku. Dia tak main-main. Kedua kakiku terangkat keatas, punggungku menempel tembok. Meski kecil, namun Jane punya tenaga untuk mengangkatku. Tidak. Ia tidak kecil. Ia bahkan lebih tinggi dariku meski tak memakai heels.

"Katakan sekali lagi?"

Sial.

Apa aku akan mati disini?

Farel. Maafkan aku. Maaf.

"Katakan!"

"F-Farel.. mencintaiku."

akh!!

Sakit. Sungguh. Ia semakin menekan, darah segar kembali menetes dari leher. Tubuhku mati rasa. Perih luka hilang seketika. Udara perlahan menghilang, pandanganku buram.

Namun aku mendengar.

Aku mendengar.

Suaranya, memanggil.

"Ervin!!!"

Ada suara teriakan dan yang lain.

Kurasakan seseorang berlari. Mendekat. Tubuhku jatuh ke lantai namun tak kurasakan sakit. Mati rasa. Semua dingin.

Gelap.

Namun suaranya terdengar samar.

"Ervin! Bertahanlah! Menjauh kalian semua!! Persetan!!"

"Ervin!"

"Ervin..."

.
.
.

A BOY LIKE YOU (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang