Chapt 03

17.5K 724 8
                                    

.
.

Seminggu

Satu bulan

Farel telah membuatku merasa nyaman. Membuatku kembali percaya bahwa masih ada orang baik di dunia ini. Meski jumlahnya terbatas, namun berhasil kudapatkan salah satu diantara mereka.

Mungkin terlalu cepat, namun kurasa aku menyukai Farel, begitu juga ia. Semoga ini awal yang baik.

Jalan-jalan sore telah menjadi rutinitas tak sengaja tiap hari longgar. Pertama kalinya Farel menggenggam tanganku di tempat umum, ia sama sekali tak merasa canggung. "Kamu milikku, kenapa harus malu." Ujarnya.

Malam ini aku menginap di apartemen Farel. Karena kemarin aku sibuk mengerjakan tugas di kampus hingga malam, jadi kuputuskan untuk langsung pulang ke kos. Malam ini sebagai gantinya.

Sebelum ke kamar kami membeli beberapa makanan dan minuman, kebetulan stok di dapur Farel juga mulai menipis. Dua kantung kami bawa menuju kamar.

Sambil melepas sepatuku, kulihat Farel langsung membuka laptop dan mengetik pesan di email lalu meninggalkannya begitu saja.

"Aku mandi duluan ya, tolong jaga laptopku." Ujar Farel sambil mengambil handuk. Iapun masuk ke kamar mandi.

Harus aku lagi yang menata makanan ini, tapi tak masalah. Karena dia sudah membelikan semua dan aku hanya tinggal menata.

"Ah, enaknya." Ujarku setelah merebahkan diri ke kasur.

Langit langit warna putih dan rendah, kehangatan, kenyamanan tempat ini. Aku menoleh ke samping, laptop Farel ternyata masih menyala. Ia sering menggunakan ponselku, jadi kurasa tak masalah jika aku meminjam laptopnya sebentar.

Hmm, hmm, layar menunjukkan chat pribadi milik Farel dengan beberapa orang. Mungkin teman kerja atau yang lain, aku tidak punya hak untuk membaca isi pesan itu jadi kuputuskan melihat file lain.

"Eh?"

Apa ini? Ini benar file pribadinya? Dasar teledor. Seharusnya ia menutup file ini agar tidak dilihat orang lain. Beberapa foto dan video unduhan memperlihatkan adegan, ah, aku sedikit geli melihatnya.

Aku tutup tidak ya, tanyaku dalam hati. Tapi aku penasaran juga apa gaya yang Farel suka saat sex. Sialan aku mikir apasih.

Beberapa menit berlalu, Farel masih belum keluar kamar mandi. Sudah kuputuskan. Akan kulihat satu videonya!

"Ahh!!"

Ehhh!! Suaranya tidak dimatikan! Segera kuarahkan panah ke volume lalu mematikannya. Sialan. Aku melihat ke arah kamar mandi dan ia belum keluar, masih aman.

A-ah, aku geli melihatnya. Posisi ini, hangat sekali. Bukan hangat, aku tidak bisa menjelaskan. Kulit mereka memerah. Penisnya, astaga. Besar dan panjang. Apa si bottom tidak sakit saat benda besar itu menusuk pantatnya?

"Hmhh.."

Mataku melebar saat mereka mengganti posisi dengan bottom berposisi nungging. Penis itu memaksa masuk hingga setitik air mata menetes dari ujung garis matanya.

Kututup laptop. Menakutkan, pikirku. Apa yang terjadi jika aku berada di posisinya, menahan sakit saat benda itu memaksa masuk, merobek dan menekan semakin dalam.

"Sudah selesai menonton?"

Spontan aku berbalik, Farel berdiri di ujung ranjang dengan celana pendek longgar yang terkesan nyaman. Eh, sesuatu. Tonjolan itu, ah, b-besar..

"Sudah ya? Haha.." Ujarnya sambil tertawa.

Bajunya.. kemana bajunya..

"Meski kamu pendiam, tapi aku yakin pasti pernah menonton yang seperti itu sebelumnya."

Tubuhnya, rambutnya.. Kulitnya terlihat lembab dan dingin. Rambut kecoklatan meneteskan beberapa air, membasahi lantai dan seprai.

"Ervin?" 

Senyumannya, tatapannya.. aku terpana. Seluruhnya, aku menyukainya. Hingga tangan dinginnya menyentuh. Ia sudah duduk di hadapan dengan sebelah tangan menyentuh tengkuk leherku. 

"Ada apa?"

"F-farel.."

Tanpa sadar aku mulai mengaguminya.

Aku berusaha menjauh namun ia justru mendekat. Jemarinya membelai tengkukku dengan lembut, bermain disana. Ia menatapku dalam namun aku tak berani membalas. Aku hanya menunduk sambil memejamkan mata. Perasaan apa ini, dadaku sedikit sesak.

Kening kami saling menempel, Farel menarik pinggangku lalu berbisik.

"Panggil aku jika kamu siap melakukannya.."

Ia tersenyum, mengusap kepalaku kemudian berdiri. Kamar mandi sudah kosong, mandi sana. Ujar Farel. Iapun melangkah jauh, membuka sedikit gorden lalu melihat keluar.

Aku terdiam sesaat. Sensasi sentuhan tadi masih membekas tak mau hilang. Kalimat tadi, apa aku sudah siap? Dia mau menunggu. Jika aku tak mau melakukannya Farel tidak mempermasalahkan, tapi jika aku mau ia pasti akan senang.

"Kalau dilihat-lihat tubuhmu kecil juga. Mungkin aku punya baju seukuranmu." Ujar Farel sambil berjalan menuju almari.

"F-Farel?"

Bodoh. Kenapa aku memanggilnya?

"Kenapa? Pasti ada, tenang saja. Kalau tidak, kamu pakai baju kebesaran juga gak masalah kan?"

"Bukan itu."

Kenapa aku bilang seperti itu astaga. Farel menatapku dari sana, ia menunggu kelanjutan kalimatku.

"A-aku mau. Denganmu.."

Aku memalingkan wajah, menutupi rona merah. Berdiri kemudian berjalan menuju kamar mandi.

"Mau kemana?" Tanya Farel sambil menahan tanganku.

"Kesana.." Jawabku sambil melirik kamar mandi. "Aku harus bersih sebelum kamu menyentuhku.."

"Tapi aku sudah menyentuhmu kan? Tangan dan lehermu? Haha.." Ia tertawa

"B-bukan itu–"

"Iya aku tahu. Kenapa tidak lakuin dua-duanya sekaligus?"

"Eh? Ahh, Farel.."

Ia menggendongku menuju kamar mandi. Aku akan membersihkanmu..

.
.

A BOY LIKE YOU (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang