.
.
Sial!
Hampir terlambat!Farel masih tidur, aku tidak mau membangunkannya. Segera kubersihkan diri, memakai seragam lalu berlari menuju halte. Beruntung tidak perlu menunggu lama untuk mendapat bus.
Kurang 10menit lagi kantor masuk.
Huft.. Aku mengirim pesan ke Farel, memberi kabar bahwa aku sudah pergi bekerja.
Rasanya sedikit ngilu di pinggang. Permainanya sedikit kasar, mau bagaimana lagi.
Menatap luar jendela sambil meminum jus kaleng. Sejujurnya aku masih bingung, tidak tahu langkah apa yang harus kulakukan. Lusa Farel ada kegiatan diluar kota selama empat hari mungkin lebih. Aku ada waktu sendiri cukup banyak, namun tidak mungkin aku langsung pergi meninggalkan apartemen begitu saja.
Wanita itu menyeramkan.
Dia cantik. Namun ada sisi lain yang membuatku takut. Ia tidak main-main saat mengancamku. Wanita itu tidak akan menyakiti Farel, namun berbeda denganku. Ia akan berbuat apa saja demi mendapatkan Farel lagi.
Dia benci gay. Namun ia tak membenci Farel. Hanya padaku. Ia menyalahkanku atas perubahan, selalu berkata bahwa semua adalah tanggung jawabku.
Aku sudah tunangan dengannya, ujar wanita itu. Namun tak ada cincin di jarinya.
Sulit mengambil risiko. Aku menyayangi Farel. Aku akan pergi tepat setelah Farel berangkat ke luar kota. Itu yang terlintas dipikiranku.
Beberapa kali melihat mereka berjalan bersama, dan beberapa kali pula Farel menyatakan perasaannya padaku.
Menyakitkan.
Aku seperti orang bodoh yang tak bisa melakukan apapun. Tahu hal penting namun tak bisa mengatakannya. Mengerti apa yang harus diperbuat namun tetap diam ditempat. Ada rasa khawatir namun berusaha diabaikan.
Hingga Farel bersiap ke luar kota. Sejujurnya aku ragu ia sungguh bekerja atau tidak, tapi aku takut bertanta. Aku mengantarnya sampai ke depan apartemen dan melihat mobilnya menghilang di perempatan. Dia sudah pergi.Apa aku juga akan pergi?
Jalanan sepi.
Berjalan-jalan di pinggir sambil menghirup udara malam yang segar. Pukul 11malam.
Mencari cafe yang masih buka dan minum disana. Secangkir coklat panas datang, aromanya manis cukup membuatku senang. Hmm, pahit. Rasa tak semanis aroma. Itu yang kusuka dari coklat."Aku mencintaimu, tetaplah disini. Aku akan kembali." Ujar Farel sebelum menciumku dan pergi.
Aku takut.Sulit berpikir jernih. Aku harus apa.
Wanita itu terus menemuiku secara tiba-tiba dan mendesak agar kami segera berpisah. Aku tidak tahu bagaimana ia bisa menemukanku. Saat kutanya ia menjawab, aku tahu hanya dari feelingku.
"Panggil aku Jane. Sudah tahu namaku kan? Apa itu penting bagimu? Cukup pergi dan aku tak akan memberi hukuman." Katanya sambil menatapku.
"Jangan pikir aku ini orang baik untukmu." Lanjutnya.Iapun pergi.
Apa-apaan ini. Mau tidak mau aku harus jujur pada Farel. Selama ini sikapku menunjukkan ketidakpedulian, namun sebenarnya aku takut. Sangat takut.
Beberapa hari berlalu. Sengaja kumatikan ponsel agar Farel tak bisa menghubungiku. Sampai kapan ia akan bertahan tanpa ada kabar dariku.
"Tunggu sebentar. Farel belum kembali, tunggu-"
"Hubungi saja dia."
"Kumatikan ponselku."
"Cih. Merepotkan. Yasudah."
Bagaimana bisa aku berpisah denganmu. Farel, maafkan aku.
Pukul 10malam.
Kumasukkan pakaian dan beberapa barangku ke dalam koper. Aku sudah melihat jadwal bus nanti malam, untuk sementara aku tidak tahu harus kemana. Namun sebuah kontrakan dekat perusahaan cukup murah dan tidak terlalu buruk. Aku bisa kuliah dengan menaiki bus setiap hari.
Aku menyalakan ponselku, butuh beberapa saat untuk memuat notif panggilan dan chat dari Farel.
Maafkan aku.
"Maaf, tapi kita harus berpisah." Send.
Kembali kumatikan ponsel dan berniat untuk pergi. Namun sebelum itu kuputuskan untuk tidur sebentar agar tidak mengantuk saat menaiki bus. Bisa gawat jika aku salah pilih bus.
Aku egois.
Terlalu jahat bertindak sendiri seperti ini, bodohnya mulutku tidak mampu menjelaskan apapun. Aku terasa dibungkam. Tubuh dan otakku bekerja tanpa suara.
Aku takut pada teror. Tidak, bukan seperti itu. Tapi tidak salah juga. Sudah kukatakan ada bayangan menakutkan dibalik cantik parasnya. Sesuatu yang membuatku gemetar bahkan sebelum hal itu terjadi.
Tenanglah. Semua akan baik-baik saja.
Pukul 11malam.
Alarm ku berbunyi, aku harus segera pergi menaiki bus. Jangan sampai tertinggal. Hanya butuh sekitar 7menit untuk sampai ke halte terdekat.
Koper ini berat. Langkahku menjadi lambat. Butuh waktu lebih dari biasanya.
Aku meletakkan koper. Bersandar di mesin minuman sambil memejamkan mata. Dingin dan sepi seperti biasa. Kendaraan berjalan melewatiku, cahaya lampunya menyorot mataku. Tetap bisa kurasakan meski sedang terpejam.
Farel tidak datang. Aku mulai berpikir ia sudah tidak menginginkanku lagi. Tidak apa-apa. Sebelum ini aku juga bisa hidup meski tanpanya. Jika aku pergi malam ini, maka perpisahan kita tidak akan baik. Aku pasti akan memblokir sosial media nya kemudian berganti nomor. Mengulang semua dari awal. Tapi itu tidak akan membuatku tenang.
Aku terlanjur menyayanginya.
Harus pergi. Harus.
Aku membuka mata dan berniat menarik koper namun sesuatu menahanku.
"Mau kemana kau?"
"Eh! Farel, lepaskan aku."
"Katakan yang terjadi."
"L-lepas.. sakit.."
Ia melepaskan genggamannya, anehnya aku tidak berlari pergi. Percuma saja. Koper ini terlalu berat untuk dibawa lari.
"Farel-"
"Ervin. Sejak kapan?"
Aku menggeleng. Tatapannya sangat dingin.
"Tidak..."
"Katakan."
Aku menggeleng.
"Jujurlah! Katakan apa yang terjadi."
Aku masih menggeleng, takut untuk melihatnya. Farel mendesakku untuk jujur namun mulutku tak mau mengeluarkan suara.
Ia mulai kesal. Farel memaksaku masuk ke mobilnya dan membuatku mengatakan semuanya.
Dia memintaku pergi darimu, kataku.
Farel menghela napas sekali lalu memberi sebuah kecupan sebelum menjalankan mobil.
"Kita kembali ke apartemen."
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
A BOY LIKE YOU (Complete)
Romansa🔞🔞 Kami tinggal dan tidur bersama. Selalu seperti itu. Seperti orang lain, aku belum mengenalnya bahkan setelah melakukan sex. Ia diikuti wanita muda yang penuh ambisi, yang menyakitiku demi mendapatkannya kembali. Ia hampir membunuhku. ⚠ R21 ⚠️...