.
."Kau berbohong."
Jane tampak marah. Ini pertama kali aku melihat ekspresi seperti ini. Ia meninggalkanku setelah melampiaskan kemarahan pada sebuah botol bir. Hampir mengenaiku namun lemparannya meleset. Konyol. Tatapan pengunjung bar saat itu tertuju pada kami.
Aku tidak jadi pergi. Singkatnya, Farel mempertahankanku tetap disini. Meski ia tak bisa meninggalkan pekerjaan diluar kota, namun ia berjanji akan kembali secepatnya.
"Jane pembohong. Jangan pernah percaya apapun perkataanya. Jika butuh sesuatu hubungi Raka."
Raka. Sementara akan tinggal bersamaku, Farel meminta tolong agar ia selalu berada disisiku mengganti posisinya. Hanya itu. Hanya menjaga, ujarnya.
Ia temanku sejak lama dan bisa dipercaya, jelas Farel.
"Aku tidak begitu mengerti masalah kalian, tapi aku berjanji akan menemanimu disini sementara." Ujar Raka.
Santai aja anggap kita sudah akrab, lanjutnya.
Dia orang baik. Terlihat dari tingkah laku dan caranya berbicara.
"Ah, jadi, kamu semester akhir ya?"
"Begitulah."
"Bagaimana rasanya? Masih semangat? Dulu aku hampir putus asa saat di posisimu, haha."
"Tentu saja."
...
Diam untuk beberapa saat. Kami seakan menikmati keheningan ini.
"Farel itu sebenarnya baik. Namun sifat keras kepala nya sedikit sulit dikendalikan. Kamu pasti tahu."
Aku mengangguk.
"Luar biasa kalian bisa bertahan sejauh ini. Sebelumnya Farel tidak pernah melakukannya, apalagi sampai menyuruhku menjaga pasangannya saat ia sedang bekerja. Haha, lucu sekali."
"Sebelumnya?""Kau tahu, para mantannya." Jawab Raka.
Berapa jumlah mereka sebenarnya.
"Tapi kau patut senang. Kamu itu satu-satunya lelaki yang pernah tidur dengannya. Dan saling memiliki, tentu saja. Banyak orang diluar sana yang terpesona dengan Farel." Jelas Raka sambil tersenyum. Ia meneguk minumannya sekali lalu membuka ponsel, sebuah pesan masuk.
"Ada pekerjaan. Gagal menikmati hari libur. Ah, Ervin. Bagaimana denganmu?""Hm? Aku? Tidak masalah."
"Aku sungguh minta maaf. Ini perintah dari atasan aku tidak bisa menolak."
"Tidak masalah..""Sungguh?"
"Iya."
"Tolong jangan beritahu Farel, ia bisa marah jika tahu aku meninggalkanmu."
"Tentu. Aku bisa mengerti."
Hari berikutnya.
Aku pulang kuliah sore, hari ini tidak ada jadwal kantor. Raka mengantarku pulang sebelum kembali ke cafe.Sampai di apartemen.
Waktu berlalu..
Sudah larut malam.
Seperti biasa aku tidak bisa tidur. Aku memakan sesuatu dan mencoba tidur namun gagal.
Menatap langit-langit kamar. Aku memeluk bantal yang biasa digunakan Farel saat tidur, aroma tubuhnya menempel disini. Kucium bantal itu sambil memejamkan mata. Nikmat sekali.
Aroma yang sama saat bersentuhan dengannya, aku merindukannya. Sudah lama kami tidak melakukan hal itu. Saat tangannya menarik pinggangku dan jemari bermain di putingku. Ah, rasanya baru kemarin dilakukan.
Eh, apa?!
Aku menunduk melihat celanaku. Tegang. Sialan. Aku bisa ereksi hanya dengan membayangkan sentuhannya. Harus bagaimana. Membiarkannya tidur lagi, ah, tidak mungkin. Ini sudah keras. Masturbasi. Tidak. Tidak.
Masturbasi. Mungkin satu-satunya jalan kali ini. Tapi, aku tidak biasa. Bagaimana ini. Kalau Farel disini pasti ia akan menjilatku. Ah, lupakan. Dia disini, aromanya ada disini. Aku tidak bisa menahannya.
Ahh!
Suaraku. Sial. Aku mendesah sendiri. Penisku semakin keras. Kupijat dari luar sebelum memasukkan tanganku kedalam celana.
Segera kulepas celana dan memeluk erat bantal dengan tanganku yang lain.
Hnghh~
Nikmat sekali. Precum keluar cukup banyak, terdengar suara kocokan cukup keras.
"ah, sial, cepatlh keluarhh.."
Tidak mau keluar. Beberapa menit berlalu, masih belum keluar. Tanganku mulai pegal. Kumasukkan satu jari ke belakang dan kutemukan titik sensitifku. Ahh..
Alat pijat. Yang bergetar, itu dia. Kurasa Farel memilikinya di laci. Ketemu. Berwarna putih dan baterainya masih penuh.
Aku duduk di sofa lalu menyalakannya dengan kecepatan sedang, kuarahkan bagian pemijat ke bolaku dan bertahan disana.
Hnghh..
E-enak.. ahhh... g-getarannya.. sial...
Aku terbawa suasana. Kuambil bantal untuk menyangga alat agar tetap mengenai daerah sensitifku.ahh!
Aku menambah kecepatan alat dan kocokanku, menarik dan mendorong masuk jariku ke lubang. Tiga jari. Aku mulai lelah. Kutarik jariku dari lubang lalu mulai menggerakkan alat pemijat ke area sensitifku yang lain.
Kepala penis. Kutekan alatnya sambil tetap mengocok.
Aahh!!!
Ngilu dan nikmat sekaligus. Aku tak tahu mana yang lebih dominan.Farel..
Sentuhanmu..
Ahhh..
Kocokannya..
"Ah!"
Hampir keluar. Kuarahkan alat itu ke lubangku dan menekan agar getarannya mencapai titik prostat."Ahh!!!"
Sial.
Kutambah kecepatan alat. Getarannya cukup kuat hingga membuat penis dan bolaku bergerak sendiri tanpa kusentuh.
Geli. Nghh...Kuremas bolaku berkali-kali sebelum kembali menekan alat agar getaran semakin terasa.
H-hampir keluar..
Mulai mengocok penisku sambil memberi pijatan pada kepala penis. Pandanganku mulai buram. Ini sungguh nikmat. Aku hampir buta karena kenikmatan.
S-sebentar lagi.."Ah! Nghh, hah.."
Keluar. Sudah keluar. Cukup banyak dan lengket.
Aku menarik alat pemijat, mengusapnya dengan tissu lalu meletakkan di meja begitu saja. Membersihkan diri dan kembali berbaring.
Meski sudah keluar, penisku masih berdenyut.
Ah, alat sialan.Lelah namun malas tidur. Aku membasuh muka di kamar mandi, menatap sesaat pantulan diri. Apa yang kulakukan, farel, cepat pulang. Mungkin berjalan keluar bisa menghilangkan rasa bosan.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
A BOY LIKE YOU (Complete)
Romance🔞🔞 Kami tinggal dan tidur bersama. Selalu seperti itu. Seperti orang lain, aku belum mengenalnya bahkan setelah melakukan sex. Ia diikuti wanita muda yang penuh ambisi, yang menyakitiku demi mendapatkannya kembali. Ia hampir membunuhku. ⚠ R21 ⚠️...