.
."Kalau kamu? Sejak kapan tinggal disini?"
"Sudah lama, sejak Sma."
"Bagaimana keluargamu? Apa tidak masalah kalian berjauhan?"
"Hm? Ibuku sudah meninggal dan saudaraku menikah. Paman yang membiayai hidupku, tapi ia tidak disini."
Farel membelaiku lembut lalu mencium rambutku.
"Temanmu? Kamu tidak pernah cerita tentang mereka."
Aku terkekeh. Farel sempat terkejut karena aku berkata bahwa tak ada teman disini. Mungkin ada, namun tidak dekat. Hanya berbicara dan melakukan sesuatu bersama jika ada tugas. Selebihnya, aku tak memiliki siapapun kecuali Farel.
"Hanya kamu.." Ucapku pelan.
"Aku mengerti."
Tapi bagaimana ada orang yang tak mau berteman denganmu?
Mereka bilang aku aneh.
Aneh?
Manis tapi aneh. Pernah beberapa kali aku hampir dipukul karena salah mengira aku merebut kekasihnya. Aku tidak melakukannya. Perempuan itu yang mengajakku jalan dan makan bersama, aku tidak tahu kalau dia ternyata menyukaiku. Suatu ketika kekasihnya tiba-tiba datang dan, ya, seperti itu.
Beberapa kali?
Tidak hanya sekali. Banyak terlibat masalah karena salah paham, aku mulai bosan dan memilih menyendiri. Tidak buruk juga, namun tidak lebih baik. Jadi serba salah.
Tapi apa kamu menyukai para gadis itu?
Ah, tidak. Aku tidak pernah tertarik pada siapapun sebelum kau.
Begitu ya.
Farel pernah bercerita tentang masa lalunya. Tapi aku tak bisa berhenti bertanya, tentang dirinya, tentang orang terdekatnya. Tentang mantan kekasihnya yang sudah terpisah jarak. Seharusnya aku tidak perlu khawatir, itu sudah berlalu.
Berjalan-jalan di taman sambil bercerita. Genggaman Farel terasa pas. Ia sering mencoba menciumku di tempat umum, tanpa peduli siapapun yang melihat, namun aku tidak pernah membalasnya. Orang lain akan semakin memberi label aneh padaku.
Namun semua pasti akan terbongkar. Meski tak memiliki teman, namun kurasa aku cukup famous. Hampir semua angkatan prodi pernah mendengar namaku, terkadang sampai senior. Gosip yang tersebar pasti negatif.
"Kamu Ervin kan?" Tanya seseorang saat aku sedang berjalan di lobi kampus.
"Kenapa?"
"Kemarilah." Ia menarikku menjauhi keramaian dan mulai membisikkan sesuatu, "Aku tidak mengenalmu sebelumnya, tapi nama mu menyebar. Apa kamu tahu itu?"
"Hah?"
"Kamu gay?"
Sialan. Pertanyaan macam apa ini.
"Bicara apasih?" Tanyaku judes.
"Ayolah.. Aku hanya memastikan. Itu bisa jadi hal buruk, saat semua mengetahui kamu bisa dibully." Jelas wanita ini.
"Hm? Bully? Sudahlah, aku tidak peduli. Aku punya duniaku sendiri. Permisi."
Sudah kuduga. Namaku seakan menjadi sasaran empuk bagi para penyebar gosip. Lagipula untuk apa mereka mengurusi hidup orang lain, tidak menguntungkan sama sekali. Aku tidak mengenal mereka, begitu pula mereka tidak mengenalku. Menyebalkan.
"Hai Ervin. Bagaimana?" Sapa Farel. Ia bersandar di pintu mobil, menungguku keluar kelas seperti biasanya.
"Apanya?"
"Lapar ya, ayo makan. Kamu yang memilih tempatnya."
"Aku mau pulang." Ujarku
Di perjalanan, aku lebih banyak diam dan memutuskan untuk tidur sebentar. Jarak kampus dan apartemen Farel cukup jauh. Farel tahu aku sedang tidak baik-baik saja, ia tak pernah memaksaku bicara, membiarkanku tenang sebelum menceritakan sesuatu.
"Seseorang datang padaku dan mengatakan tentang gosipku di kampus. Sebenarnya tidak penting, tapi itu cukup mengganggu."
Lalu?
Aku tidak mendengarkannya dan pergi meski dia belum selesai bicara.
Kamu tidak mendengarkan, tapi merasa risih sekarang.
"Tentu saja. Bayangkan kamu yang tidak tahu apapun tiba-tiba ada yang mengotori namamu."
Aku mulai kesal. Sebenarnya sudah dari tadi. Setelah mengganti pakaian aku langsung merebahkan diri di kasur, membenamkan wajah dibalik bantal dan memejamkan mata.
Farel duduk di sampingku, aku tahu ia membuka laptop dan mulai bekerja. Salah satu tangannya menyentuh bantal lalu mengangkatnya.
"Nanti bisa pusing kalau terlalu lama."
Hmm, benar.
Hari berikutnya kuputuskan untuk memakai masker kemanapun aku pergi di area kampus, kecuali saat makan dan pembelajaran di kelas. Entah mengapa mendengar katanya saja sudah membuatku kesal. Kampus. Ia tidak bersalah namun berhasil membuatku berpikiran negatif.
Ingin cepat lulus, aku lebih serius dan mempercepat semua tugas yang diberikan. Jika tidak bisa lulus lebih awal, setidaknya tidak lebih lama.
"Wah, bukumu tebal sekali." Ujar Farel
"Ini bukan apa-apa."
Malam ini aku sengaja lembur di apartemen Farel bukan di kampus, karena mungkin aku tidak akan tidur semalaman. Targetku tugas beberapa hari ini akan selesai dalam semalam.
"Ervin?"
"Hm?"
"Mau sampai kapan, ini sudah jam dua."
"Sebentar lagi, tidur duluan saja."
"Aku tidak mau kamu sakit, jaga pola tidurmu."
"Sebentar lagi."
Putus asa, akhirnya Farel berhenti menasehati dan mulai terlelap. Aku pasti bisa menyelesaikan ini. Sungguh. Aku ingin cepat lulus dan bekerja, bersenang-senang dengan uangku sendiri. Yang pasti tidak akan merepotkan paman.
Aku juga sudah mengincar sebuah perusahaan di luar kota. Bukan perusahaan besar, namun juga tidak kecil. Mereka masih mencari orang untuk bekerja disana dan menerima mahasiswa tingkat akhir untuk ditempatkan di staf khusus. Tentu tidak akan kusia-siakan. Kesempatan ini akan kuambil tahun depan. Beberapa bulan lagi, aku sudah memenuhi semua syarat pendaftaran.
Pasti diterima.
.
.
![](https://img.wattpad.com/cover/206353223-288-k719681.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A BOY LIKE YOU (Complete)
Romance🔞🔞 Kami tinggal dan tidur bersama. Selalu seperti itu. Seperti orang lain, aku belum mengenalnya bahkan setelah melakukan sex. Ia diikuti wanita muda yang penuh ambisi, yang menyakitiku demi mendapatkannya kembali. Ia hampir membunuhku. ⚠ R21 ⚠️...