.
.Gelap...
Namun aku tidak takut. Anehnya, aku merasa hangat dalam kegelapan ini. Suaraku bisa terdengar, kulitku bisa merasakan sentuhan. Tanganku bisa meraih. Tak seperti biasanya.
Aku memalingkan wajah ke arah kanan, napasnya menyapu lembut. Ia mengusap kepalaku lalu menciumku.
"Apa Ac nya terlalu dingin?" Tanya nya
Ac? Jadi aku memang sudah bangun. Apa mati lampu?"Aku sengaja mematikan lampu, lebih rileks kalau tidur." Ucapnya sambil menyalakan lampu tidur di sampingnya. Warnanya keemasan, sama sekali tak memberi efek silau.
Ia mendekat, menarik selimut dari bawah kakiku kemudian mendekapku erat.
"Bagaimana?" Bisiknya
"Hm?"
"Permainannya." Senyum nakal muncul di bibirnya. Aku sedikit malu. Pertama melakukannya di di kamar mandi, dengannya, di kamar orang lain. Ah, bukan. Farel bukan orang lain sekarang.
"Aku bisa melakukannya lebih lama. Tapi kulitmu mulai dingin dan cepat keluar, jadi, ya sudahlah.."
"M-maaf.."
"Eh? Tak apa, bisa dicoba lagi nanti.." Ujarnya sambil mengecup bibirku.
.
.Ya, seperti itulah.
Kehidupanku yang awalnya datar, membosankan dan penuh tekanan perlahan memudar. Cukup bisa menikmati hidup. Mungkin. Sejujurnya masih ada rasa hampa disini, aku tidak tahu apa itu tapi cukup mengganggu.
Kadang Farel harus menaikkan tingkat kesabarannya saat aku sedang tidak sehat. Maksudku pikiranku yang sakit. Kadang aku memukulnya, menjatuhkan barang atau pergi tanpa pesan.
Aku kira ia tak akan tahan dan meninggalkanku, ternyata salah. Ia tetap ada disini, menemaniku, memelukku dengan hangat. Memberikan cinta yang selama ini hilang. Aku sempat salah tentangnya. Ia berbeda dengan yang lain.
Farel?
Ada apa?
Kalau tiba-tiba aku menghilang bagaimana?
Itu tidak akan terjadi.
Kalau tiba-tiba aku sakit parah dan tidak bisa sembuh?
Itu juga tidak akan terjadi.
Bagaimana kalau-
Berhenti mengatakan itu atau aku akan marah.
Maaf..
Kami sering bertukar pikiran. Tentang masa lalu dan kehidupan. Tentang hari ini dan besok. Pernah sekali ia tertawa karena pernah memberi ku kartu namanya. Terlihat konyol, seharusnya aku langsung meminta nomor ponselmu kan, haha. Ucapnya.
Kartu namanya, masih ada di saku celanaku.
Suatu malam, Farel pernah bercerita tentang masa lalunya. Tentang mantan kekasihnya yang seorang wanita. Mereka pernah berhubungan sex satu kali, itu pun karena kekasihnya memaksa. "Aku tak tahu kenapa melakukannya, padahal aku tak pernah mencintainya." Ujar Farel.
"Kau boleh marah padaku.." Lanjutnya.Aku menggeleng. Meski sakit, aku tidak punyak hak untuk marah. Lagi pula itu sudah berlalu dan mereka telah terpisah jauh. Berbeda kota dan keadaan. Sudah hilang kontak.
Soal keluarga, Farel anak tunggal. Ayahnya meninggal dan mewariskan bisnis juga beberapa apartemen, termasuk di kota ini.
"Sejujurnya aku tidak tertarik dengan ekonomi bisnis, tapi mau tidak mau aku harus bisa mengelola ini dengan baik untuk melanjutkan hidup."
Ibunya menikah lagi dan tinggal dengan suaminya di luar kota. Terkadang saat longgar Farel mengunjunginya. Namun sekarang jarang, ia lebih menikmati hidup sendiri dengan suasana tenang.
"Aku iri denganmu." Ujar Farel
"Denganku?"
"Aku sangat ingin kuliah, mengambil bahasa inggris dan berencana pindah ke luar negeri. Memulai hidup baru disana."
"Bukankah bisa membagi waktumu untuk belajar bahasa?" Tanyaku
Farel tersenyum, "Sekali lagi aku iri denganmu. Aku tidak bisa fokus dengan banyak hal. Mengurus bisnis ini saja sudah cukup merepotkan."
Aku mengerti. Tapi hidup disini juga baik-baik saja. Hanya perlu menyesuaikan diri. Farel tidak memberitahu pasti alasan ia ingin pergi dari sini, hanya menjawab, "Sedikit tidak nyaman."
"Tapi sekarang aku memilikimu, ada sesuatu yang harus dijaga sekarang. Tentu lebih mengutamakanmu daripada apapun."
Aku tersenyum dan memeluknya. Semakin menenggelamkan diri dalam kenyamanan.
.
.Kicauan burung.
Secangkir teh di pagi hari.
Embun yang sedikit membasahi kursi.
"Ahh.. lega rasanya."
"Ada apa?" Tanyaku.
"Aku selesai, tadi ereksi soalnya.""Eh??"
"A-ah, tidak lupakan saja. Bagaimana teh nya?"
"Kamu menidurkannya? Apa bisa seperti itu?" Tanyaku sambil melihatnya
"Hm? Tidak kok. Kamu juga sedang menikmati teh, tidak mungkin aku ganggu." Farel pun tersenyum lalu duduk disampingku.
Tanpa perbincangan selama beberapa menit, membiarkan udara pagi membersihkan paru-paru. Merasakan kesejukan yang tidak lama lagi akan hilang."Ervin?"
"Iy- hmphh.."
Tangannya menarik pinggang dan tengkukku, menciumku panas. Lidahnya masih menjilati bibirku meski ciuman sudah terlepas.
"Ah!!"
Ada sesuatu berjalan di punggungku. Rasanya geli sekaligus nikmat, jarinya mulai bermain di putingku. Menekan dan mengusap lembut.
"T-tunggu sebentar.. Nggh~"
"Tenanglah.." Bisiknya. Ia menjilat bibirku sekali lagi kemudian turun dan berhenti di leher, menggigitnya pelan.
Ngghh..Tangannya, turun dan mulai bermain dengan pantatku. Aku tak bisa melawan, hanya meremas bajunya.
Farel mendorongku pelan, melepas baju sekaligus celanaku.
"hentikan. Kita diluar. Farel.."
ahh
Sial, aku tak bisa menahannya.
"Milikmu sudah keras loh.."
Itu karena kamu merangsanku, tapi sentuhannya memang nikmat sih.
"Aku sangat ingin menjilatnya..""J-jangan disini.."
"Hm?"
"Eh? Tunggu!" Spontan aku memukulnya karena mengangkat tubuhku tiba-tiba.
"Kita lanjutkan di kamar, akan kubuat kamu gabisa jalan."
Hah?!
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
A BOY LIKE YOU (Complete)
Romance🔞🔞 Kami tinggal dan tidur bersama. Selalu seperti itu. Seperti orang lain, aku belum mengenalnya bahkan setelah melakukan sex. Ia diikuti wanita muda yang penuh ambisi, yang menyakitiku demi mendapatkannya kembali. Ia hampir membunuhku. ⚠ R21 ⚠️...