Chapter 3 - 셋

802 108 3
                                    

Jangan lupa meninggalkan jejak untuk penulis dengan cara voment.

Ff ini berisi konten sara'.
Bagi yang tidak nyaman, silahkan mundur teratur ya.

Selamat membaca

"Excuse me..."

Gadis itu menoleh dan tanpa sengaja menurunkan pandangan ke pria yang Esna rasa punya kulit cukup putih, dari caranya menyapa sepertinya pria itu orang asing.

"Ya, ada yang bisa saya bantu?" Jawab Esna pada seseorang yang setengah wajahnya tertutup masker juga bucket hat di kepala, bola matanya bahkan hampir tak terlihat. Apakah pria ini baik-baik saja ketika berjalan? Pikir Esna.

Tapi seharusnya Esna juga memakainya saat di luar ruangan seperti ini kan?

Namun detik selanjutnya, awan seolah melindungi dua insan itu dari teriknya sinar matahari. Esna seketika menatap angakasa penuh bingung, ia pikir sebentar lagi akan hujan.

"Ini Masjid?" Tanya pria itu lagi.

Esna kembali menatap si pria disusul menoleh ke belakangnya, bukankah sudah jelas bangunan ini bangunan Islam dan disana tertulis Masjid Istiqlal.

Ah,, Esna mengangguk menyadari bahwa pria di hadapannya ini memang orang asing.

"Ya, kau bisa masuk lewat sana." Jawab Esna ramah sambil menunjuk jalan masuk ke area Masjid.

"Terimakasih" ujarnya sambil berlalu dengan membawa ransel yang cukup besar seperti seorang traveller. Disusul ada seorang pria tinggi lagi yang mengekori.

Tubuh gadis itu tanpa sadar merespon berbalik mengikuti. Ia menemukan persepsi ketika melihat bahu si pria yang menurutnya cukup lebar dengan tubuh tinggi seperti Aditya.

Entahlah.

Hanya saja seperti tidak asing. Mungkin suaranya?

Tapi gadis itu menyadari saat menjadi guru ia bahkan tak pernah bertemu dengan laki-laki lain terkecuali mantan kekasihnya itu dan guru-guru di sekolah. Ia tak punya teman orang asing.

"Siapa dia? Aneh." gumam gadis itu yang kini memilih beranjak pulang.

🎶Pied Piper

"Jadi ini semacam pertukaran guru ya?" Tanya sang Mama yang kini sedang sibuk memasak bersama Esna. Sedang dua adik kembarnya hanya asik bermain di sisi rumah.

"Iya Ma, jadi bagaimana?" Gumam Esna ragu.

"Kalo gak nerima?" Tanyanya dengan wajah lesu. Sepertinya wanita paruh baya itu juga tidak rela harus berpisah jauh sekali dengan anak perempuan satu-satunya.

"Guru lain bilang, aku terancam diberhentikan."

"Jadi bagaimana Mama bisa melarang, kalau ini menyangkut pekerjaanmu?" Ucap sang mama mendengus. "Tapi bagaimana Adit?" Tanyanya lagi.

"Kami putus!" Sahut Esna datar.

"Hah- apa?!"

Atensi si kembar bahkan teralih karena mendengar teriakan orangtua mereka.

"Biasa saja Ma, nanti tetangga pada kaget" ujar Esna masih berusaha datar sambil mengaduk masakannya di atas kompor.

"Kalian putus gara-gara kau pergi ke luar negri?"

"Tidaklah Ma, jika dia melarangku ke luar negri lalu aku dipecat, itu sepertinya lebih baik. Kemudian aku jadi istri yang menunggu suaminya pulang saja di rumah." Jawab Esna sedikit geram, kembali teringat ucapan Adit yang hanya menjadi alasan agar mereka bisa berpisah.

𝑷𝒊𝒆𝒅 𝑷𝒊𝒑𝒆𝒓 ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang