Hope

188 12 0
                                    

Kim Namjoon×Park Jimin
B×B

—_—'

Lelaki kecil itu lagi-lagi menggerutu, langkahnya ia hentikan, membalik badannya menghadap lelaki jangkung yang sedari tadi mengikutinya.

"Bisakah kau berhenti mengekoriku?!" Bentakannya tak membuat lelaki di depannya takut sedikit pun, hanya sebuah jeda beberapa detik sebelum senyuman kalem terpatri di wajah tampannya.

"Kau memberiku waktu 30 hari untuk memikat hatimu bukan? Aku tak akan membuang percuma waktuku bersamamu itu walau sesaat,"

"Arrgh!" Yang lebih kecil dan lebih muda menghentak kakinya kesal, membalik kembali tubuhnya, mengusak surainya sendiri sesekali sembari terusenggerutu guna melampiaskan kekesalan.

—_—

Keesokan harinya si lelaki manis mendapati lelaki itu berada di depan pintu apartemennya, dengan wajah kalem yang sialnya begitu tampan.

"Mau apa?" Kalimat pertama yang ia tanyakan sesaat sebelum lelaki yang selalu membuatnya kesal itu membuka suara.

Tanpa berkata sepatah kata pun lelaki itu menyodorkan sebuah bingkisan berbentuk kotak.

"Apa ini?" Tangannya menerima bingkisan itu, tak baik menolak hadiah, benar?

"Selamat pagi, semoga kau menyukainya,"

Si lelaki kecil memutar bola matanya malas, "Bisakah kau berhenti?! Sungguh, aku bahkan sudah muak sebelum jatuh tempo 30 hari! Pergilah dan jangan pernah menemuiku lagi!"

Brakk!!!

Pintu apartemen itu dibanting kuat oleh si lelaki kecil. Yang dibentak sempat terdiam, sedikit terkejut dengan bantingan pintu itu. Namun bahunya menggedik sebelum langkah ia pacu untuk pergi dari sana.

—_—

Si lelaki kecil mendudukkan tubuhnya di atas ranjang tidur dengan kesal, terlalu penasaran dengan isi bingkisan yang baru ia terima, setelah bergelut dengan batinnya sendiri untuk mengambil keputusan antara membuka bingkisan itu dan menyimpannya, atau membuangnya begitu saja, akhirnya pita sewarna kayu itu ia buka taliannya.

"Selamat ulang tahun, aku harap semua keinginanmu dapat kau raih secepatnya. Kecuali keinginanmu untuk jauh dariku mungkin, hahaha. Tapi jika memang itu yang kau inginkan, aku bisa melakukannya. Mungkin untuk kali ini sampai kalimat ini saja, selamat malam karena aku tahu kau harus melakukan banyak hal, dan aku yakin kau pasti mondar-mandir bergelut dengan egomu hanya untuk memutuskan mau diapakan kotak ini. Dibuang, atau disimpan? Bila kau membaca sepucuk surat ini berarti kau memutuskan untuk membukanya. Kuharap kau tidak berpikiran untuk membuangnya setelah itu dan oh iya, jangan lupa rawat kaktus imut ini ya, dari aku yang mencintaimu,"

"Bahkan akupun lupa kalau hari ini merupakan hari ulang tahunku,"

Pandangannya memudar, "Air mata sialan!" Gerutunya dalam hati.

"Well, I wonder how can you know that i love cactus,"

"Astaga!!! Ini benar-benar cantik dan imut,"

Helaan napas lolos dari belah bibirnya, hatinya merasa bersalah mengingat hal terkasar apa yang ia lakukan pada lelaki yang memberikannya kaktus imut yang kini terus ia pandangi.

"Apa aku keterlaluan padanya?"

Wajahnya kembali bersemangat ketika ego berhasil dikalahkannya, Park Jimin bertekad, "Aku harus menemuinya dan meminta maaf padanya besok,"

Tak lucu jika dia saat ini juga dia berlari mengejar lelaki yang beberapa saat lalu dengan kasarnya ia bentak, itu akan sangat memalukan.

—_—

Hari berganti hingga kini Jimin telah menyelesaikan jam mata kuliahnya yang terakhir, netranya benar-benar tak menangkap sosok lelaki itu.

Apakah Si Kim Namjoon itu benar-benar akan pergi jauh darinya?

Kenapa sekarang ia malah takut?

Mendudukkan diri di kursi taman, Si Park teringat momen. Manis nan hangat yang berusaha dibuat oleh seorang Kim Namjoon dalam tempo 24 Jam.

Hanya 24 Jam, dua hari dengan setengah hari mereka habiskan bersama, lebih tepatnya Di Kim yang sepertinya benar-benar tak punya kerjaan hingga terus menempeli Si Park.

Tak terasa 1 jam sudah ia habiskan, tersadar akan lamunan kala rungunya mendengar suara khas seorang Kim Namjoon.

Menengok ke sana—ke mari, akhirnya mata itu membola mendapati kembali presensi lelaki itu, perasaannya membuncah bahagia.

Sedikit berlari menyusul Si Kim yang terus berjalan sambil sesekali menyahuti dua orang lainnya yang kelihatannya merupakan teman dekatnya.

"Ya! Kim Namjoon!"

Langkah ketiga orang itu reflek terhenti, menoleh bersamaan ke arah belakang, mendapati seorang lelaki kecil tengah membungkuk memegangi lututnya dengan napas terengah-engah.

Si Kim berpamitan, menjauh dari sana, membeli minuman penyegar tenggorokan di toserba yang terdekat dengan tempatnya berdiri. Park Jimin yang mengangkat kepalanya yang tadi sempat tertunduk mendesah kecewa kala mendapati tak ada seorang pun yang ia dapati di depan mata, kepalanya kembali tertunduk.

Bulir air mata hampir saja terjatuh kalau saja sebuah tangan tak menyodorkannya sebotol minuman dengan suara khas yang menyusul, "Kita duduk di sana yuk,"

.
.
.
.

StrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang