The Scratches

124 14 1
                                    

Kim Namjoon×Kim (Jeon) Jungkook
Brothership

—_—'

Kim Jungkook menggores-gores tipis ujung pena itu pada pergelangan tangannya, terus-menerus bahkan hingga tak ia sadari dia mulai melukai dirinya sendiri.

Bohong jika dia tak frustasi karena masalah keluarganya ini.

"Astaga! Kookie!" Sang kakak menghentikan kegiatan yang lebih muda.

Dengan penuh kasih sayang sang kakak membersihkan dan mengobati luka pada pergelangan tangan sang adik.

"Astaga, apa yang kau lakukan hmm? Untung lukanya tidak terlalu dalam. Hyung mohon jangan lakukan hal seperti ini lagi oke?" Ucap yang lebih tua sembari membalut luka sang adik dengan lembaran perban.

Prang!

Suara benda pecah yang begitu nyaring mengerjapkan yang lebih muda, tubuhnya bergetar ketakutan.

"Aku lelah Hyung," Air mata sang adik yang turun tanpa permisi membuat sang kakak yang telah menyelesaikan pekerjaannya memeluk hangat sang adik kesayangan sembari mengucapkan kalimat-kalimat penenang juga mengusap lembut punggung sang adik.

Keluarga yang tiba-tiba hancur berkeping-keping karena seorang wanita licik tak mungkin tidak membuat seorang Kim Namjoon frustasi juga. Namun tentunya ia harus tampak kuat agar sang adik yang stress berat karena keadaan sosialnya yang memburuk tidak tambah terjerumus dalam jurang kesedihan.

Kejadian hari itu, Jungkook yang menyakiti dirinya sendiri, membuat sang kakak semakin waspada tiap kali adiknya itu terlihat murung dan merasa sendiri, Namjoon pasti akan langsung menghampiri sang adik, berusaha mengusir segala beban pikiran sang adik, menjadikan tatapan sendu itu kembali berbinar bak anak kecil yang diberi hal yang ia minta.

—_—

Mata bulat sang adik membola mendapati goresan yang mengintip malu-malu di balik lengan panjang kemeja sang kakak.

"Hyung, l-lenganmu kenapa?" Jungkook meraih pergelangan tangan sang kakak yang biasanya tertutup kemeja panjang itu, menggulung lengan kemeja sang kakak dan bola matanya semakin terbelalak.

"Hyung!" Jungkook menatap penuh tanya pada sang kakak, tanpa ia sadari cengkeramannya di pergelangan tangan sang kakak bertambah erat, ia merasa seperti ada cairan kental yang merambat menyebar pada sela-sela jarinya.

"Astaga! Hyung, maafkan aku!" Jungkook melepas cengkramannya, dengan panik menatap tangannya dengan cairan kental itu terus mengalir di permukaan kulitnya.

Tangannya bergetar, matanya menatap horor bergantian telapak tangannya dan tangan sang kakak. Dia tak pernah takut ataupun merasa bersalah sedikitpun menyakiti dirinya sendiri. Tapi, melihat darah sang kakak kini mengalir cukup deras ia merasa panik.

Menyadarkan diri, netranya segera mencari keberadaan kotak P3K dengan liar.

"Ssstt, tenang lah Kookie, Hyung tak apa,"

"Apanya yang tak apa-apa Hyung?!"

Senyuman meneduhkan tercetak di wajah Namjoon, lengan kanannya ia gunakan untuk kembali menutup bekas goresan-goresan di tangan kirinya dengan lengan kemeja. Sensasi aliran darahnya sendiri, dia sangat menikmatinya.

"Hyung!" Suara pecah sang adik membuat sang kakak segera memeluknya dengan tangan kanannya, dia membiarkan tangannya yang satu lagi menggantung begitu saja, melemaskannya, membiarkan cairan merah kental itu mengalir begitu saja.

"Ssssttt, tenanglah," Ucap sang kakak karena sang adik memberontak dalam dekapannya.

"Bagaimana aku bisa tenang! Hyung mencegahku untuk melakukan hal semacam itu! Tapi apa yang Hyung lakukan?!" Jungkook menenggelamkan kepalanya pada dada kiri sang kakak, memeluknya erat, mendengarkan detak jantung favoritnya.

"Aku tak mau Hyung terluka," Jungkook menangis tersedu-sedu dalam dekapan sang kakak yang mengusap-usap surai hitamnya itu dengan penuh kasih sayang.

"Hyung menghentikanmu karena Hyung tak mau kau merasa candu akan hal itu Kook-ah, semua yang candu tidaklah baik. Sayangnya sudah terlambat bagiku untuk meninggalkan kegiatan semacam ini. Dan kuharap kau tidak ikut terjebak sepertiku," Namjoon mengecup lama kening sang adik.

"Hyung, Eomma," Sang adik yang mendapat presensi sang ibunda dengan pisau dan bercak darah.

Sang ibunda tampaknya dilanda takut, tubuhnya bergetar.

"Kau! Berani-beraninya kau memeluk anakku anak pelacur?!" Wanita cantik itu telah termakan emosinya, amarah yang selalu ia tahan begitu lama pada akhirnya meluap di masa kini.

Namjoon membalik tubuhnya, melepas dekapan sang adik, bahkan dengan lembut melepas genggaman erat sang adik pada ujung kemejanya.

"Eomma, ayo kita masuk ke kamar hmm? Eomma butuh istirahat," Namjoon melangkah perlahan namun pasti, emosi sang ibu lebih memuncak dari biasanya.

Dia berbohong bila mengaku tak ada secuil pun rasa takut dalam dirinya. Hanya saja, rasa percaya itu sudah tertanam kuat dan bertumbuh memenuhi dirinya.

Sang anak kandung semakin  mendekat, namun tingkat amarah sang ibunda rupanya tak menurun sedikitpun, tubuhnya masih bergetar penuh rasa dendam dan matanya membola memancarkan api amarah.

"Hyung!" Panggilan sang adik membuat Namjoon menghentikan langkahnya, berbalik—membuat punggungnya tak lagi menutup tubuh wanita paruh baya itu.

Dorr!

Namjoon mematung, peluru panas baru saja melewatinya. Meleset sedikit saja, dia tentu sudah akan tergeletak tak bernyawa.

"Hyung, apa kau baik-baik saja? Maaf mengagetkanmu."

Namjoon mengerjap mendapat presensi sang adik yang mengguncang tubuhnya dengan napas tak beraturan. Sadar akan sesuatu, ia kembali membalikkan tubuhnya, "Eom-ma."

.
.
.
.

StrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang