Losing

86 8 0
                                    

Jimin sedang berjalan santai sore-sore di taman kota Seoul, lukisan langit senja begitu sempurna hari ini.

Jimin mendudukkan dirinya di salah satu bangku taman, mendongak menatap langit, lalu menutup matanya, bernapas begitu teratur menikmati udara sore itu.

Segala hal tentang senja kadang begitu menyenangkan baginya, aroma, gradasi warna di langit, hingga langkah kaki para pekerja yang mulai memacu langkah mereka untuk pulang dengan segala macam emosi dari emosi bahagia akan segera bertemu keluarga di rumah, hingga emosi penuh kekesalan yang mungkin dikarenakan hari buruknya.

Namun sore ini ada sesuatu yang beda, suara ini, suara biola ini baru didengarnya. Well, Jimin jadi ingat dia baru ke sini lagi setelah begitu lama.

Matanya terbuka, dia bangkit dan mencari asal suara itu. Melodi musik klasik mengalir dalam darahnya, jadi tentunya dia tak bisa menolak rasa keingintahuannya atas sumber suara itu.

Di bangku taman itu, seorang pemuda memainkan senar-senar biola dengan begitu lihai, Jimin semakin mendekatinya. Saat dia sudah berada di hadapan pemuda itu Jimin merogoh sakunya, mengambil beberapa uang dari dalam dompetnya untuk ditaruh di rumah si biola yang diletakkan tak jauh dari kaki si pemilik. "KNJ" Terukir di kotak biola itu. Dan pergi dari sana.

•••

Jimin datang lagi di akhir pekannya, dia benar-benar tak bisa mengabaikan melodi yang terus terngiang di otaknya, melodi "KNJ" sore itu. Dia benar-benar mati-matian menahan hasratnya untuk datang ke taman kota sore ini karena tugas kuliahnya yang masih menumpuk tapi dia pada akhirnya tak berhasil. Buktinya hari ini dia kembali mengunjungi "KNJ" Di bangku taman yang sama, memberi nominal uang yang lebih besar dari yang ia beri sekitar 6 atau 7 hari yang lalu, dan pergi dari sana setelah puas menikmati suguhan pertunjukkan biola itu.

•••

Kali ini langkah kaki Jimin yang hendak meninggalkan sang pemusik seiringan dengan tangga nada terakhir yang dimainkan, "Tuan, kemari sebentar,"

Jadi Jimin kembali mengambil posisi berdiri di hadapan sang pemusik, "Kau memainkan melodinya dengan sangat indah,"

"Terima kasih, beberapa adalah ciptaan ku,"

Jimin terperanjat, "Seriously? Pantas saja aku tak pernah mendengarnya. Em- boleh aku duduk di sampingmu?"

"Ya silahkan," Sang pemusik membereskan peralatan bermainnya.

"Apa kau sekolah musik atau semacamnya?" Tanya Jimin antusias.

Jimin berharap tak salah mendengar kekehan dari pemuda di sampingnya ini, dia heran, memangnya ada yang lucu?

"Aku harap seperti itu Tuan,"

"Ah, maaf,"

"Tak apa,"

Hening sejenak, Jimin diliputi rasa bersalahnya.

"Apa kau mahasiswa di Universitas Seni Seoul?" Pertanyaan itu tentu ditujukan pada Jimin.

Jimin sedikit terkesiap, "Ya, jurusan Seni Tari, and by the way, namaku Park Jimin dan aku belum setua itu untuk kau panggil Tuan,"

Orang itu tertawa sejenak, "Ah, ya, baiklah, Ji? Ah, bolehkah aku memanggilmu seperti itu?"

Jimin mengangguk semangat, belum pernah ada yang memanggilnya seperti itu, orang di hadapannya ini sedikit berbeda, dan-










-menarik.

Tapi lelaki di hadapan Jimin bahkan tak menaruh mata pada lelaki manis itu.

Jimin terheran-heran sendiri, berbagai pertanyaan mulai menghinggapi kepalanya.

StrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang