Seeing

126 16 0
                                    

BTS brothership

—_—'

Tamparan terasa begitu pedas baginya, ditambah bogeman-bogeman dengan telapak terkepal kuat bak batu membuatnya mengira-ngira apakah bagian wajahnya ada yang lebam membiru. Darah ia rasakan menetes dari luka sobekan ujung belah bibir.

Sebuah cengkraman di dagu dirasakannya, mendongakkan wajahnya yang tadi tengah tersungkur.

"Yoongi! Berhenti!"

"Si brengsek ini merusak lembaran laguku hyung!"

Wajahnya dibuang dan tubuhnya diinjak-injak begitu keras.

"Astaga! Yoongi! Berhenti!" Sang kepala keluarga yang baru memasuki rumah sepulang kerja dikagetkan dengan keadaan anak keempatnya.

Serangan-serangan kasar berhenti, tubuhnya dibantu berdiri namun ia menolak, lebih memilih mencari tongkat bantunya yang terjatuh tadi dan berdiri dengan bantuan dinding di belakangnya.

"M-Maafkan aku jika aku merusaknya hyung, tapi kalau boleh jujur, sungguh! Aku bahkan tak pernah masuk ke studio milikmu, aku bahkan tak pernah melihat apa yang kau kerjakan-," Jeda sejenak, ia menyadari sesuatu.

"Ah! Ani- a-aku bahkan tak bisa melihat,"

Hening, sang kakak terhenyak, rasa bersalah menyelimuti hatinya.

"Aku akan ke kamar," Melangkah ke tangga dengan bantuan tongkat alat bantunya.

Si anak bungsu meraih kedua bahunya kala ia terpeleset—jatuh di undakan tangga, namun lagi-lagi ia menolak bantuan dan kembali memacu langkah.

—_—

Meja makan begitu hening hingga suara ketukan antara tongkat alat bantu dengan lantai terdengar semakin mendekat.

Mengambil duduk, terdengar semua memulai memakan hidangannya tanpa bercakap sepatah kata pun.

Mengambil sendok dan memakan makanan di mangkuknya dalam diam dengan perlahan, pada akhirnya si anak tengah membuka suara, "Yoongi hyung,"

Semua menghentikan pergerakan, atensi tertaruh sepenuhnya pada si anak tengah.

"Aku minta maaf," Kepala menunduk dengan wajah penuh bersalah hingga kembali berucap, "Tadi aku tak sopan, maafkan aku,"

"Joon-," Sang kakak membuka suara dan dia menaruh sendok yang ia genggam.

"Aku sudah selesai, terima kasih atas makanannya," Ucapnya setelah meneguk air minum.

Langkah kembali dipacu menuju lantai atas, menuju kamarnya.

Seseorang memandang nanar punggung si anak tengah—sang kakak, rasa bersalah menghantamnya begitu kuat. Dia tak sengaja merobek pekerjaan sang kakak kedua saat tengah iseng melihat-lihat.

"Maafkan aku hyung."
.
.
.
.

StrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang