Tell Me

154 9 5
                                    

Kim Namjoon × Park Jimin
B×B

-_-'

"I Know what you did last summer Honey,"

"Well, just tell me the truth, tell me where you've been?"

Jimin tercekat.

"Em-mm h-hyung, aku tak mengerti apa yang sedang kita bicarakan, sebaiknya kau makan makanan penutupmu itu oke?" Jimin mengambil sesendok puding coklatnya.

Jimin tengah makan malam di rumahnya bersama sang kekasih, kekasih resminya.

"Secara bahasa atau secara maksud?"

"Bahasa hyung,"

"Kalau begitu tak masalah, sebuah komunikasi terbentuk apabila kedua belah pihak mengerti apa yang sedang mereka maksud. Jadi? Apa yang kau mengerti maksud dari ucapanku?"

Jimin terdiam, suapan terakhir melesat mulus ke tenggorokannya, tinggal dicerna bersama makanannya yang lain dengan baik oleh lambung dengan bantuan pankreas, hati, dan enzim-enzim yang mereka miliki, jangan lupakan hcl membunuh bakteri-bakteri dan kuman-kuman yang mungkin ada pada makanannya. Lalu, sari-sari makanan akan diserap si usus halus, air dan mineral akan diserap si usus besar. Dan, voila! Makanan yang sudah busuk itu akan disimpan sementara di rektum sebelum dia akan mengeluarkannya dari, maaf, anus.

"K-Kau mencurgai aku kalau aku se-ling-kuh?" Jimin menunduk, meremat jemari-jemari imutnya di atas pahanya.

Sebelah alis Namjoon naik, dia berdiri dari tempat duduknya yang bersebrangan dengan si kekasih, lalu memutar seratus delapan puluh derajat kursi yang diduduki lelaki imutnya itu agar menghadap ke arahnya. Namjoon menunduk, mendekatkan wajahnya hingga mereka dapat bertatapan intens dengan jarak yang tak bisa dibilang jauh, "Aku tidak pernah mengatakannya Jimin-ah, so, you was cheating with other person hmm? Was is she or he?"

Jimin bungkam, menunduk menatap lantai.

Mendapat reaksi begitu, Namjoon menegakkan tubuhnya kembali, "Mau putus saja kalau begitu?"

Matanya terbelalak, "H-Hyung! Aku min-"

"Baiklah, aku harap kau puas dengan keputusan yang kau ambil,"

"Tidak hyung, jangan putuskan hubungan kita,"

"Lalu? Bukankah kau berselingkuh agar hubungan kita berakhir Jim? Kau tidak mungkin tak memikirkan dampak kelakuanmu sendiri sebelumnya 'kan?"

Bibirnya terkatup, Jimin menggigit bibir bawahnya.

"Suatu tindakan pasti akan ada dampaknya Jim, dampaknya bisa kau peroleh saat itu juga setelah melakukan tindakan itu, atau entah kapan di masa depanmu,"

"Hyung, aku-"

"Hmm? Apa? Silahkan! Jelaskan Park!"

Namjoon yang menyodorkan sebuah bungkusan merah membuat Jimin dipenuhi tanya, "A-Apa itu hyung?"

Namjoon melempar bungkusan merah itu ke sisi meja makan yang kosong.
Namjoon yang kepalang kesal berbalik, memijat pelipisnya, dia benar-benar tak ingin kehilangan Jimin, dia ingin mempertahankan hubungan ini. Dia mencintai Jimin. Hati dan pikirannya bertarung, perasaannya bercampur aduk.

"Aku tidak bermaksud seperti itu!" Jimin terbata-bata, dia memasang muka yang begitu memelas, puppy eyes.

Namjoon menghela napas, membalik tubuhnya kembali dan menunjuk bungkusan merah yang tadi ia lemparkan ke meja makan, "Buka bungkusan itu dan jelaskan padaku!"

Jimin membukanya.

"Jangan pernah mendekati Jiminku!!!"

Ancaman singkat, juga foto-foto Jimin dan lelaki itu, lelaki yang menemani liburan Jimin di Italia. Dan 2 lembar foto terakhir begitu vulgar menurutnya, Jimin ingat, mereka mengambil morning picture di ranjang yang mereka tiduri bersama. Ranjang yang juga menjadi tempat mereka bergelut semalam sebelumnya, malam sebelumnya juga, sebelumnya, seelumnya, sebelumnya, juga malam-malam berikutnya.

Jimin bangkit dari duduknya.

"H-Hyung-" Jimin mengangkat pandangannya, dan tatapan tajam Namjoonlah yang ia lihat.

Namjoon menutup matanya beberapa saat, menetralkan emosi yang begitu berkecamuk.

Namjoon mengambil selangkah lagi, mendekati Jiminnya, tangannya terkepal, terangkat dan melesat begitu cepat. Jimin menutup matanya, meyakinkan hatinya bahwa ia pantas menerima amarah sang kekasih.

Namun tiba-tiba berhenti tepat di atas kepala si kekasih kesayangan, sebuah usapan lembut Jimin rasakan dan ia membuka kembali matanya, mendapati Namjoonnya yang memeluknya begitu erat dan hangat.

Berlembar-lembar kertas itu jatuh begitu saja dari pegangan telapak tangannya, Jimin balik memeluk sang kekasih.

Namjoon mengecup pucuk kepala sang kekasih dengan air mata yang telah membasahi pipi entah semenjak kapan, "Maafkan aku Jimin-ah, maafkan aku bila aku masih kurang. Bila aku masih belum bisa memenuhi segala keinginanmu. Maafkan aku,"

Jimin ikut menitikkan air matanya, "Untuk apa kau minta maaf hyung!"

"Aku harus bagaimana hmm?"

"Aku akan menuruti apa katamu, semua keinginanmu akan aku turuti selama aku bisa dan selama hal itu masuk akal,"

"H-Hyung," Jimin melepaskan dirinya dari pelukan Namjoon yang begitu tak rela melepasnya, merasa kosong setelah Jiminnya tak lagi ia peluk.

"Aku ingin bersamanya,"

Namjoon menangkup kedua pipi mochi sang kekasih, "Katakan salahku apa Jim, kumohon jangan seperti ini. Aku akan memperbaiki kesalahanku, oke? Tolong katakan!"

Jimin yang menggeleng membuat pikiran Namjoon melepas segala interaksi tubuhnya terhadap sang kekasih yang mungkin hanya akan menjadi seseorang yang ia rindukan.

"Aku mencintainya hyung,"

"Aku mencintaimu," Sahut Namjoon tanpa jeda sedetikpun.

Jimin kembali menggeleng, "Kumohon hyung,"

"Beri tahu aku kesalahanku!"

Namjoon menutup matanya kala melihat Jimin akan berucap.

"Aku hanya menginginkannya hyung, tolong,"

Namjoon kembali memijat pelipisnya dengan tumpuan tangannya yang lain di depan dada, matanya terbuka dengan sebuah seringaian yang tersamarkan dengan baik muncul kemudian.

"Oke! Fine! Just do it then! It's mean, we're just break up right?"

"Maaf hyung,"

Namjoon menggeleng, "No, it's my fault, aku tak berhasil menjadi kekasihmu Jimin-ah, aku gagal,"

Namjoon kembli menghela napas, "So, thanks for the dinner and good bye, right?" Namjoon melangkah menuju pintu keluar.

"Good night Jim!" Namjoon sedikit berteriak sebelum dirinya benar-benar keluar dari rumah itu.

Melangkah dengan emosi yang ditekan begitu dalam, Namjoon segera memasuki mobil sport putihnya, menyetel lagu penenangnya-siulan Koya. Namjoon melaju begitu cepat hingga rumahnya.

Begitu sampai dan memasuki kamar, ia segera masuk ke bathtub dan berendam di sana dengan suhu yang agak lebih panas untuk dikategorikan sebagai suhu hangat dengan sabun beraroma lavendernya. Menutup matanya dan menopangkan kepala di sisi bathtub.

"Beritahu aku kesalahanku Jimin-ah,"

"Aku minta jelaskan Jimin-ah, bukan mengakhirinya seperti ini." Sebuah seringaian di wajahnya sebelum ia meluruhkan seluruh tubuhnya ke dalam air.

.
.
.
.

StrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang