8. Demand

34 8 18
                                    

🍀🍀🍀

Seandainya sebelum keluar dari rahim ibu, Tuhan memberi sebuah soal essay mengenai takdir seperti apa yang ingin dijalani didunia kelak, maka jawabanku yang tertulis dikolom jawaban adalah :

- Hidup bahagia seperti seorang princess disney atau mempunyai kekuatan luar biasa seperti elsa pun tidak apa. Aku benci jika harus kepanasan.
- Mempunyai keluarga lengkap. Kupikir jika ada Ayah disampingku Ibu tidak akan memarahiku terus jika aku nakal.
- Menjadi anak yang pintar dan membanggakan Ibu.
- Dibekali bibit pohon uang untuk ditanam dibelakang rumah agar Ibu tidak perlu bekerja.
- Dejin menjadi adikku, dan aku yang jadi kakaknya. Aku lelah jadi pesuruh.
- Dan terakhir, seseorang yang aku sukai harus menyukaiku balik.

Itu akan menyenangkan bukan jika perasaan kita terbalas?

Sudah sejak kelas 3 SD aku menyukai Tara, lama sekali ya. Alasannya sederhana. Saat itu aku sedang bermain di taman sendirian dengan memeluk boneka lebah pemberian Ayahku yang pergi entah kemana.

Lalu seperti biasa kakaku dan bara tidak pernah puas melihatku tenang. Bonekaku diambil paksa oleh dejin kemudian ditangkap lempar oleh mereka berdua. (Ngerti kan ? Bahasa pelajaran olahraganya tuh chest pass) Saat itu aku hanya anak kecil yang cengeng, jadi ketika mereka mengerjaiku, yang kubisa hanya menangis keras. Bara dan Dejin panik saat itu lalu kabur meninggalkanku dengan membawa boneka kesayanganku. Dasar tidak bertanggung jawab.

Selang beberapa menit seorang anak lelaki lain menghampiriku, berjongkok dihadapanku yang sedang duduk bersila ditanah. Dan masih menangis, hanya tidak sekeras tadi takut kotak menangis ditenggorokanku rusak.

Tara dengan wajah lugu dan menggemaskan memberikan boneka yang tadi diambil dejin kepadaku. Lalu menarik pergelangan tanganku untuk berdiri dan pulang bersamanya. Aku diantarkan sampai ke teras rumah.

"Kalo bara dan bang jin gangguin lagi, bilang sama tara ya biar dihajar mereka berdua karena udah gangguin sasa atau nanti tara aduin ke mama biar bara dihukum. Jangan nangis lagi ya" itu kalimat manis pertama yang keluar dari mulut sitampan. Aku menggangguk dan mengusap sisa air mata dan ingusku dengan punggung tangan sambil tersenyum lega. Dan sejak saat itupun tara menjadi anak lelaki pertama yang selalu membelaku dari kenakalan dejin dan bara. Setidaknya hingga kami berdua duduk dikelas 9. Semenjak masuk Sma hubungan kami berdua renggang.
.
.
.
.
.
.
.
.
🍀🍀🍀

"Bang menurut abang, Tara kenapa gasuka sama gua?"

Aku dan dejin sedang duduk disofa menonton acara onthespot sambil memakan martabak telor spesial dengan daging yang banyak, telurnya 2, dan kulit terigu sebagai luarannya digoreng kering. Diluar hujan jadi cocok memakan makanan yang hangat dan enak.

"Lo kan dekil, cupu, pendek, jelek lagi, gue aja jijik punya adik kaya lo apalagi tara. Kalian berdua itu bagai planet pluto dan matahari." lalu dejin tertawa sendirian. Aku menjambak bagian poni dejin hingga kepalanya terhuyung kedepan membuat dia menghentikan cengiran bodohnya dan memicingkan mata, lengannya bergerak untuk memiting leher dan tangan lainnya memukul dahiku beberapa kali. Itu sakit. Aku meronta sekuat tenaga untuk lepas dari jeratan tangannya namun nihil. Tenaga pria terlalu kuat.
Dejin tidak akan puas sebelum aku menyerah, hingga ketukan pintu dari luar berhasil melonggarkan cengkraman dari leherku. Kami berdua bertatap muka. Siapa juga yang bertamu hujan-hujan begini? kurang kerjaan sekali!

"Sana buka" titah dejin mengangkat dagu mengisyaratkanku untuk menyambut.
Aku beranjak berdiri sebelum itu aku menjambak rambut dejin sekali lagi lebih keras hingga badannya membungkuk. Lalu berlari secepat kilat agar tidak terkena balasannya.

"Sakit kambing!" Umpatnya, aku tertawa puas sambil membuka pintu depan dan terkejut menemukan tara sedang berdiri disana, mengenakan kaus putih bertuliskan 'celine' pada bagian dadanya dan celana jeans warna hitam. Aku bersusah payah untuk tidak menjerit karena melihat kausnya yang transparan juga basah mencetak bagian perut yang sedikit errr sexy.
Itu tidak baik untuk kesehatan jantungku tau. Aku menarik dan menghembuskan nafas untuk menormalkan detak jantung.

"Sasa" ucap tara menggoyang telapak tangan didepan wajahku. Aku mengerjap dan menggoyangkan kepala.

"Eh Masuk masuk tar"

Tara mengangguk, aku berjalan didepannya, melangkahkan kaki menuju sofa tempat dejin sedang duduk serius menatap layar televisi. Kakinya dinaikkan keatas meja dan tangannya memeluk boneka koya kesayangannya.

"Duduk dulu. Gue ambil handuk sama bikin teh hangat - oh atau gak pake baju bang jin aja biar ngga masuk angin"

Dejin yang disebut namanya langsung menoleh dan mendelik padaku. Aku balik memelototinya. Tara menggaruk tengkuknya merasa tidak enak berada disituasi pertikaian tatapan tajam kami berdua.

"Nggak usah repot-repot sa" sangkal tara. Aku menggeleng.

"Nggak bisa tar" ku lirik dejin sekali lagi kali ini dengan tatapan memohon. Dejin akhirnya menyerah dan berdiri.

"Iyah tar nanti sakit. Kalo lo sakit sasa nya sedih aww" aku menginjak kakinya keras. Dasar mulut ember! berbicara sembarangan. Bagaimana jika tara berpikir aneh tentangku.

Tara menautkan alis tak paham dengan maksud ucapan dejin. Wajah bingungnya menggemaskan dengan mulut sedikit terbuka dan mata membulat. Lucu sekali sampai ingin buru-buru membina rumah tangga dengannya. Eheh.

Aku tertawa, lebih tepatnya tertawa dibuat-buat seolah yang dejin katakan adalah candaan yang menggelikan lalu mendorong kedua lelaki itu untuk segera pergi ke kamar dejin. Sambil menunggu tara berganti pakaian aku pergi kedapur membuatkan tara teh hangat. Ah rasanya seperti baru menyambut suami pulang kerja.
.
.
.
.
.
.

Lima belas menit kemudian tara dan aku sudah duduk berdampingan disofa. Tidak ada percakapan diantara kami, sibuk masing-masing. Tara seperti biasa sibuk menggerakkan jempolnya diatas keypad handphone ditangannya. Dan aku menonton acara opeje dan sesekali tertawa anggun ketika melihat scene sang pelawak menirukan gaya artis lain. Kalau didepan orang yang disukai kan harus jaga image.

"Oh iyah. Lo tumben main kesini" kataku membuka percakapan.

"Iya. Rumah dikunci dan gue gaada kunci cadangan" jawabnya masih dengan menatap layar handphone.

"tante, om sama bara kemana?"

"Rumah sakit, tante gue melahirkan"

"Kenapa Lo gaikut?"

"ada urusan"

"Kapan tante sama omnya pulang?"

"Bilangnya sih udah mau balik bentar lagi, kenapa? Gasuka gue disini ya?

Tara menjauhkan layar dari wajah herannya. Kepalanya menoleh kesamping tepat kearahku.

Aku menggeleng cepat. Salah berbicara kah ? Maksudnya kan ingin lebih lama berdua dengan tara disini sampai pagi memandang wajah kelewat dingin dan sikap masa bodohnya. Rela tidak tidur semalaman jika bersama tara.

"Bukan gitu -" belum sempat aku menjelaskan tara sudah memotong ucapanku.

"Sabtu ini lo ada pergi kemana ga?"

Aku menengadah dan menggeleng.

"Mau temenin beli kado buat jani? Minggu depan dia ulang tahun cuma gue bingung harus kasih hadiah apa"

Aku tersenyum dan mengangguk akhirnya. Akhirnya bisa pergi berdua dengan tara walau tujuan utamanya tetap untuk rinjani.

☘️☘️☘️
Hello
terimakasih sudah mau mampir. Jangan lupa vote nya ya sayang. Maaf jika ceritanya masih aneh dan gajelas.
Selamat bermalam minggu.
Borahae 💜

BuncahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang