4. Misunderstand?

35 9 11
                                    

There's nothing like us
Nothing like you and me
Together through the storm
There's nothing like us
Nothing like you and me hmm

Sayup-sayup terdengar suara juan sedang bernyanyi lagu justin bieber mengalun indah ditelingaku, Ditambah angin dari luar jendela menerpa pori-pori kulit. Jadi mengantuk akibat kekenyangan karena makan terlalu banyak. Jam istirahat kedua sedikit lebih lama, biasanya setelah dari kantin juan dan aku pergi ke perpustakaan untuk mendinginkan kepala dan badan. Disini sunyi cocok untuk dijadikan tempat tidur siang. Aku bersender di tembok dengan mata terpejam. Juan sedang membaca komik dengan earpod ditelinganya.

Kami itu teman dari smp. takdir sedang baik padaku saat itu karena mempertemukan dan mempersatukan kami dikelas yang sama. Aku dan juan punya banyak kesamaan. Sama-sama tidak suka belajar, suka makanan manis, menyukai jenis musik yang sama dan masih banyak kesamaan lainnya. Itu yang membuatku nyaman dan dekat dengannya sampai sekarang. Jika dipandangi terus-menerus juan terlihat tampan. Heran kenapa dia tidak punya-punya pacar. Dia itu boyfriend material lho. Badan kekar atletis, bibir atas tipis bibir bawah berisi berwarna pink, hidung mancung, dan menggemaskan saat tersenyum. Jangan lupakan fakta bahwa suaranya bagus saat bernyanyi. Pasti romantis jika jadi pacarnya.

"Bil-"

Aku membuka mata untuk melihat juan yang memanggilku. Mulutnya terbuka tanda akan mengucapkan kata-kata namun pria itu terlihat gugup.

"Gajadi deh" lanjutnya.

Ini hal yang paling tidak aku suka dari sifatnya. Aku tau dia sedang ada masalah dan ingin bercerita tetapi tidak berani. Aku memicing menatap matanya lekat. Dia memalingkan wajah dan membaca lagi komiknya.

"Jangan bikin penasaran deh. Kalo gamau cerita gausah mulai. Lo mah kebiasaan. Gue temen lo atau bukan si ki?"

Juan putus asa, mengusap wajahnya kasar lalu memandangku. Dia menghela nafas sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Gu-gue boleh ga nginep dirumah lo malam ini aja?!"

Katanya cepat. Aku mengarahkan bola mata ke kanan atas.

"Lo ada masalah apa sama orangtua lo?"

Juan menggeleng lalu menunduk.

"Gue gabisa cerita kecuali lo ijinin gue nginep"

Dia ini pandai sekali tawar menawar.

"Yaudah boleh. Tapi janji cerita ya?"

Juan tersenyum menampakkan gigi yang bagian depannya lebih panjang. Gemas jadi ingin memberinya wortel satu kilo.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Awalnya bang jin protes jika juan akan menginap dirumahku dan tidur bersama dengannya. Dengan sabar dan tawakal aku membujuk kakaku yang egois itu agar lapang dada menerima kedatangan juan tapi akhirnya mau juga, toh hanya menginap sehari tidak jadi masalah seharusnya. Kalaupun juan akan menginap sebulan aku akan meminta uang sewa padanya. Kan lumayan untuk membeli kulit peduli agar wajah glowing seperti bae suzy.

Aku dan juan sedang berada disebuah cafe yang terdapat beberapa blok dari rumahku. Untuk menagih janji cerita padanya jadi ku ajak kemari agar jin si pencampur urusan orang tak kepo.

Kami memesan nasi goreng untuk dimakan berdua tanpa membeli minumnya karena sudah membawa dua 'teh kotak' yang ada didalam kulkas rumahku. Milik bang jin.  dia akan marah-marah setelah tahu minuman kesukaannya di curi olehku.
Aku hanya membawa uang dua puluh lima ribu sedangkan juan tidak membawa sepeserpun. Dan uang dua puluh lima ribuku hanya cukup untuk membeli satu piring nasi goreng. Harusnya aku mengajaknya jajan cilok saja dipinggir jalan jadi kita tidak terlihat seperti manusia sengsara begini. Tapi tidak apa-apa disini ada akses wifi super cepat.

"Sekarang buruan deh cerita. Gue males diem disini isinya orang pacaran semua"

Juan memandang sekeliling dengan mulut terbuka. Menampakkan wajah belo'onnya. Kepalanya sampai memutar kebelakang saking tidak percayanya dengan ucapanku. Dia menatapku dua detik sambil meneguk salivanya lalu menunduk kemudian menyuap satu sendok kemulutnya. Padahal aku sama sekali
Belum memakan nasi goreng yang DIBELI dengan UANGKU karena sendoknya dikuasai penuh oleh juan. Dasar kelinci rakus.

"Jadi gini gue bakalan pindah" katanya santai dengan mulut penuh dan pipi mengembung.

"Kemana? Kapan? Nyokap bokap lo juga ikut? Terus rumah itu mau diapain?" Tanyaku bertubi-tubi. Juan sampai membuka lebar mulutnya saking bingung harus menjawab pertanyaan yang mana terlebih dahulu.

"Nggak tau nama daerahnya pokonya jauh, besok udah tinggal maka dari itu gue numpang nginap, ya dijual maimunah masa gue bawa!"

Aku melemaskan bahu, menukik bibirku kebawah. Memikirkan hari-hariku tanpa manusia kelinci disampingku. Tidak ada lagi yang namanya minta ditraktir. Tidak ada juan, tidak ada lagi menyontek PR bersama. Tidak ada juan, tidak ada lagi dengar suara merdunya. Tidak ada juan. Aku sedih. Sangat.!

"Duh bil jangan nangis dong elah. Gue beliin permen milkita ya"

Mendengar perkataannya membuat air mataku mengalir semakin deras. Aku kan tidak menyukai permen milkita kecuali rasa coklat.
Bukannya menenangkanku juan malah semakin bersemangat memakan nasi gorengnya menontonku sambil terkekeh. Terkadang dia menyuapiku, tentu saja aku menyambut sendokan nasi gorengnya karena lapar. Tidak diteruskan mengangisnya. Capek dan malu karena pasangan yang sedang pelukan dengan kekasihnya disamping tempat dudukku melirik sinis.

BuncahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang