[ Jakarta, 22.00 ]
Asena sedang berada di balkon kamar nya. Ia menutup matanya. Hawa dingin menusuk kulitnya walaupun ia memakai sweater putih kesayangannya. Angin meniup setiap helaian rambut panjangnya. Langit menaburkan Bintang yang bercahaya bak permata. Bulan yang bersinar kini mulai tertutup hitamnya awan. Asena membuka matanya. Warna coklat pada bola matanya berubah menjadi merah."Oit serigala!" sebuah teriakan membuat ia menoleh ke arah sumber itu. Asena menengok.
"Sudah siap kau kayaknya?" Alvan, kakaknya, berjalan mendekat dan berdiri disamping Asena. "Ayah dan bunda udah tidur?" Tanya Asena. Alvan hanya mengangguk. Bocah laki-laki rambut hitam itu mengeluarkan hape nya. Ia menunjukkan sesuatu pada Asena lalu memasukkan nya ke dalam saku lagi. "Apa waktunya kita beraksi?" Tanya Alvan yang seraya memakai jaket 'Supreme' miliknya. Asena berjalan menuju lemari baju miliknya. Ia mengenakan jaket yang serupa milik kakaknya. Alvan menggunakan topi hitam dan masker yang bergambar mulut serigala berwarna hitam. Asena pun juga memakai yang sama dengan kembarannya. Sebelum ia menggunakan topi, ia mengikat rambut panjangnya. Mereka tampak dua orang yang sama. Kedua bola mata mereka yang tajam dan berwarna merah menyala. Pakaian hitam yang membungkus badan mereka. Namun yang membedakan adalah masker mereka.
Alvan berwarna hitam sedangkan Asena berwarna putih. Mereka melompat ke bawah melalui pagar balkon. Pendaratan mereka cukup sempurna kecuali kembarannya.
Brakkk
"Yeuu goblo kau bang bwhahaha" Asena tertawa terbahak-bahak melihat kakak nya mendarat dengan bokongnya terlebih dahulu. "Shit! Udah woy. Skuy cabut" protes Alvan. Kedua bocah itu berjalan menuju garasi. Alvan melempar kunci motor pada Asena dan Asena melempar helm ke Alvan. Mereka bergegas keluar dari garasi dan pergi dari rumah.
Mereka berdua berhenti di sebuah taman. Alvan turun dari motornya dan berjalan beberapa meter dari motor miliknya. 'Ck sepertinya disini tempatnya' batin Alvan. "Oi jingan? Ngapain lu disana ogeb?!" teriak Asena.
Seseorang laki-laki berjas layaknya seorang karyawan tengah duduk di kursi taman. "Psttt! Woy sena? Come here come here" suruh Alvan dengan suara yg hampir tak didengar. Alvan langsung berlari dan bergulingan di tanah bak seorang ninja. 'Bukan kaka gw' batin Asena. Alvan bergulingan dan tiba-tiba saja punggung miliknya ditendang oleh Asena. Akhirny, Alvan masuk ke semak-semak. "Ngapain sih lu geb? Sok sok an jadi naruto lu" ucap Asena dan Alvan hanya cengengesan.
Asena menghampiri kakaknya. "What?" tanya asena. Alvan mengeluarkan hapenya dan memperlihatkan sesuatu pada adiknya itu. Asena membelalakan matanya dan menyorot tajam kepada seseorang yg tengah duduk tadi. "Kau yakin kalo dia orangnya? Heh rasah sok kemeruh we jingan!" Asena menoyor kepala kakaknya. "Bangsat! Lihat woy lihat. Bukankah biodata nya betul?" Asena pun berpikir dengan perkataan orang yang disampingnya. Sebuah deringan telepon dari hape Asena membuat keduanya terkejut. "Halo?" tanya Asena. "Kalian berdua segera kerjakan misi! Mengerti?" "Baik kami mengerti" Asena menghembuskan nafas nya. "Skuy tuan muda suruh bergegas" Alvan memiringkan kepalanya sementara Asena berjalan dahulu. Ia menyadari kalau kakaknya itu tak mengikutinya, ia berbalik dan melempar batu. "Lu ngapain bangsat disana? Sok kiyut lu. GO AWAY!" Alvan terkejut dan meninju batu lemparan adik perempuannya. Ia berlari menyusul Asena.
Seorang laki-laki sedang bersedih. Ia menundukkan kepalanya. Alvan berjalan dan menepuk pundak laki-laki itu. "Woy bang? Sedih ae lu nyed. Kayaknya lgi jelek yak takdir lu? Hihihi kayak waj-"
Plakkk
Sebuah sepatu mendarat dikepala Alvan. Siapa lagi kalo bukan adiknya. "Ck! Ingat misi mu goblok!" ia memarahi kakak nya itu. Asena mengambil sepatu miliknya dan memakainya. "Woy anj! Lu kira pala gw empuk apa? Shhh sakit" Asena memutar kedua matanya malas. Ia mendekat ke seorang berjas itu. "Hai tuan? Sepertinya kau punya sebuah tanggungan besar yak?" tanya Asena. Laki-laki itu terkejut dan bertanya dengan sedikit takut, "S-siapa kalian? A-apa yang kalian i-inginkan?". Alvan menepuk pundak laki-laki itu dan membisikkan sesuatu. "Akan kami lunasi semua tanggungan mu, tuan Kim". Laki-laki itu terkejut. "Tenang saja tuan tampan. Kami tahu, kau punya tanggungan 1 milyar bukan? Tenang lah dan ikuti kami" Asena membelai rahang laki-laki itu dengan lembut. Namun, ia menepis tangan Asena dengan kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Life of A M
Rastgele. Kehidupan enam orang pemudi yang memiliki kadar kewarasan dibawah rata rata(mungkin). Bahasa? Terserah autor Ingin tau lebih dalam? Baca gratis kok, jangan lupa Vomen+bagikan ke teman anda . . . . . {One shoot} {Two shoot} {Three shoot}