VII

40K 4.4K 381
                                        







Seminggu setelah siuman, kesehatan Jaemin mulai membaik bahkan Jungwoo sudah memperbolehkannya untuk pulang dan menikmati waktu dirumahnya yang baru, kediaman keluarga Kim. Jaemin menatap kagum wajah Jisung yang tengah terlelap di dalam box yang katanya di belikan oleh nyonya Kim, dan hadiah untuk menyambut kelahiran Jisung. Ia mengulurkan tangannya untuk mengelus pipi tembem Jisung dan tersenyum. Pipi mungil itu begitu lembut dan kenyal. Tak pernah sebelumnya ia membayangkan jika kehadiran Jisung akan sebermakna ini dalam hidupnya.


"Jisung-i, tidur yang nyenyak nak." bayi mungil itu sedikit tersentak dalam tidurnya, namun tidak sampai terbangun. Wajahnya yang mungil membuat Jaemin terharu, entah kenapa ia ingat memori menyesakkan ketika tengah mengandung Jisung. Ia hampir menyerah karena begitu putus asa, ia depresi karena tekanan yang terus berdatangan menguji hidupnya.


"Aku tak akan pernah memaafkan diriku, jika sampai aku membahayakanmu waktu itu." Jaemin mendongak, melirik kamar barunya di kediaman keluarga Kim. Menemukan jendela yang tak jauh dari posisi kasurnya. Jaemin  berjalan kearah jendela, membuka sedikit tirainya. Sinar bulan yang terang langsung menyeruak masuk, wajahnya terkena sinar dan terlihat nampak begitu sempurna di bawah sinar bulan.

Jaemin mendongak, di tatapnya bulan di atas sana. Senyum samar terukir diwajahnya. Ada rasa syukur menghinggapi hatinya, ia bersyukur tidak mengambil suatu tindakan bodoh saat itu, karena sekarang kehadiran Jisung membuat kelabu dalam hidupnya sedikit lebih cerah.









.









"Kau tak ingin  menemuinya?" Mark menatap Jeno heran, wajah sibungsu mendadak datar saat ia menanyakan apakah Jeno ingin menemui Jaemin atau tidak. Bahkan sifatnya menjadi dingin setelah pernikahan di batalkan oleh Siyeon dan keluarganya.


"Tidak, aku tidak akan menemuinya." Jeno melesak masuk kedalam kamar, mengurung dirinya seperti biasanya. Malas untuk menghadapi keluarganya sendiri dan ia hanya ingin menenangkan pikirannya. Mencoba menerima kenyataan bahwa sekarang ia tak bersama seseorang yang ia cintai.

Jeno membuka ponselnya, dan tak menemukan chat atau pesan apapun dari Siyeon. Wajahnya terlihat muram, ia lupa jika Siyeon bahkan tak ingin berurusan dengannya lagi. Setiap kali Jeno mencoba menelponnya, maka setiap itu pula Siyeon menolak telpon darinya.


Jeno menghela nafas, tak lama kemudian suara ribut terdengar dari luar pintu. Sepertinya ramai sekali, sampai-sampai suaranya terdengar hingga ke kamar Jeno yang berada di lantai dua.


Jeno mendengarkan di balik pintu, suara Taeyong terdengar. "Wah manis sekali..."


Jeno menaikkan sebelah alisnya, menatap datar kearah pintu hingga rasa penasaran itu membuatnya keluar dari kamar dan mencoba melihat ke ruang tengah. Menemukan Taeyong dengan sumringah menatap Jaehyun dengan seorang bayi dalam gendongannya. Jungwoo dan nyonya Kim terlihat tengah sibuk berbincang dengan kedua orangtuanya dan Jeno berusaha menyembunyikan dirinya agar tak ada yang menyadari keberadaannya.


Sepersekian detik ia menyadari sesuatu, tiba-tiba tubuhnya membeku. Jeno menatap dengan seksama wajah bayi yang berada dalam gendongan Taeyong. Jeno menghela nafas dalam, bayi mungil itu memiliki hidung dan bentuk wajah yang sama dengannya. Apa dia bayi Jaemin? apa itu putranya? Beberapa pertanyaan muncul dalam benaknya, membuatnya sedikit pusing.

Kembali di tatapnya wajah si mungil, ada getaran aneh dalam dadanya. Entahlah, tapi rasanya ia rindu dan ingin berlari menghampiri si mungil lalu memeluknya. Apakah ini perasaan yang di maksud ayahnya beberapa waktu lalu?

Cover  Up ✔[Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang