Chapter 26 : Tujuan Rani

83 8 0
                                    

Jika sebutir kerikil saja memiliki fungsi di dunia, apalagi lahirnya seorang manusia?  Tentulah dia memiliki fungsi dan tujuannya?

Di dalam ayat Al-qur'an tersurat.  Wamaa Kholaqo'tul jinna wal insa illaa liya'buduun.

Dan tidak diciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah.

Itulah tujuan haqiqi manusia di muka bumi.

Jika ia jauh dari tujuannya, maka hati manusia itu akan sering rapuh. Kehampaan sering menghinggapi. Kehilangan daya dan merasa selalu kurang terhadap dunia. Seakan ia bisa hidup selamanya. Padahal ia bosan. Ia merasa kosong padahal sudah mendapat apapun yang diinginkannya?

Kehampaan yang dipancarkan sorot wanita cantik itu sudah cukup mewakili kepahitan yang selalu ia telan. Nyatanya ia tak bahagia. Ia hampa. Dan merasa rindu pada seseorang yang dulu menjadi bagian masa lalunya.

"Maa.. " seorang anak kecil mengguncang tangannya. Menyadarkan wanita itu dari lamunan...

"Apa Gi? " wanita itu menoleh dan mengelus putranya penuh sayang.

"Agi laper ma. Kita mau kemana? "

Wanita itu mengulum senyum terbaiknya. Entah kenapa saat ingin memutus hubungan dari Setan Juna ia malah mencari seseorang yang dulu ia hancurkan hidupnya?  Dan apakah orang itu bisa menerimanya dan putranya?  Wanita itu,  Rani, merasa dirinya adalah manusia paling sampah yang tidak tahu malu.

"Ma? " panggil Agi lagi.

"Kita mau ke Malang sayang. Tempatnya di sebelah timur pulau jawa. Jadi jauuuuh dari rumah kita kemarin. Agi bakalan mengenal lingkungan baru dan sekolah baru."

"Kita pindah Ma? " Agi berkata lagi. Pergi meninghalkan teman sepermainannya? Bagi Agi tidak masalah. Karena ia bisa mencari yang baru nanti.

"Papa bikin mama menderita lagi ya? " kata-kata Agi yang polos dan to the point segera membuat Rani tersenyum. Ia sangat bersyukur memiliki malaikat kecil yang berjiwa superhiro ini. Meski usianya masih enam, Agi bisa mengerti kalau ia sedang menderita. Tak banyak menuntut dan selalu terlihat tegar di depannya. Tidak menunjukkan kelemahan sedikit pun. Justru Ranilah yang sering terlihat sedih di depan Agi, bahkan menangis terisak isak di pelukan Agi. Ah, sifat cengengnya masih saja terbawa. Padahal dia sudah menjadi seorang ibu bagi Agi.

"Mulai sekarang, nggak lagi. Ok? " Rani mengeluarkan tawa renyah yang mencairkan suasana.

Tak lama setelah itu Agi tak banyak bicara dan jatuh tertidur. Lupa dengan cepat kalau tadi ia mengeluh lapar.

Ya Ampun, apa sifat emas Agi ini diturunkan dari ayahnya?  Betapa bersyukurnya Rani.

Mereka sampai di Malang setelah menempuh waktu 24 jam kereta. Rani membeli tiket ekonomi untuk menghemat biaya. Setelah sarapan ia dan Agi pergi ke Tumpang. Kota yang menjadi pintu pendakian G Bromo dan Semeru. Hawa dingin Malang menyeruak. Semua orang berjaket tebal termasuk mereka berdua. Kota dengan temperatur terendah di Indonesia ini membuat Rani merasa sangat nyaman. Seolah dingin ini bisa membekukan juga sakit dan hampanya.

Di sebuah taman yang cukup sepi Rani menggandeng Agi.

"Mbak!" tegur seorang laki-laki berparas tampan di kursi taman. Lelaki itu memandangnya dengan penuh rasa heran. Pakaian lelaki itu seperti kebanyakan lainnya. Dengan jaket berhoodie army yang membuatnya tampak menawan. Celananya yang cingkrang dan sepatu kets kasualnya juga membuat tampilan cowok itu mengingatkan Rani pada aktor tampan korea Song jong Ki.

"Iya? " jawab Rani. Hampir saja ia salting.

"Anak siapa tuh mbak? " tunjuk laki-laki itu penuh selidik. Apa dia mengira dirinya penculik?

"Anak saya mas. Kenapa? "

"Masa? " lelaki itu berjongkok dan menatap wajah Agi yang kuyu. "Dia ibumu? "

Agi mengangguk. Rani baru menyadari keanehan pada keadaan Agi.

"Kamu sakit Gi? " tanya Rani. Agi menggeleng. Dari tadi dia diam saja. Bibir Agi menggigil. Tiba-tiba anak kecil itu jatuh limbung tak sadarkan diri. Bola matanya bahkan membalik menampilkan putihnya saja. Rani menjerit histeris. "Agiiiiii!! "

"Ke rumah sakit mbak! " tegas lelaki itu. Tanpa disuruh ia membopong tubuh Agi yang lemas. Setengah berlari membawanya.

"Mas..  Mas!  Katanya mau ke rumah sakit? "

"Di belokan jalan sana ada puskesmas. Kalo harus rujuk ke RS seenggaknya anak ini dapat pertolongan pertama kan? " kata lelaki itu jengkel. Tak habis pikir dengan seorang ibu yang bahkan tidak tahu kondisi kesehatan anaknya. Pasti wanita itu hanya memikirkan dirinya sendiri. Belum terpupuk naluri keibuannya.

Mereka sampai di puskesmas yang di tunjukkan si lelaki. Untunglah sudah buka. Rani sudah takut setengah mati kalau mereka harus menunggu beberapa menit lagi untuk mendapat perawatan.

"Kenapa mbak sampai nggak tahu anak lagi sakit? " omel lelaki itu saat mereka berada di kursi tunggu. Sifat altruist lelaki itu membuatnya enggan meninggalkan kedua orang yang baru ia temui.

"Maaf. Aku memang ibu yang bodoh. " ucap Rani.

"Sebodoh itukah hingga nggak tahu anaknya sakit dan menderita? Belum pernah aku temui seorang ibu yang bahkan tidak memperhatikan anak sendiri ini. "

Rani menangis. Ia sangat menyesal. Sudah puluhan kali ia selalu saja membuat Agi susah. Susah?  Bahkan ia tak tahu kalau Agi kesusahan. Putranya itu selalu terlihat berani, semangat, dan bahkan berbuat nakal.

"Mbak?  Kenapa nangis? " kata si pemuda penuh penghakiman.

Rani menatap wajah pemuda itu. Hatinya berdesir hebat saat menatap manik hitam yang yang dinaungi alis agak tebal. Netra lelaki itu masih menatap penuh penghakiman.

"Sa saya.. "

"Mbak bukan orang sini ya? Tujuannya kemana? " pemuda itu terus bertanya selidik. Rani terkunci dalam diam. Merasa malu dan tak pantas pada jawaban yang akan ia lontarkan.

Semuanya. Liku hidup yang Rani jalani adalah dunia lumpur hitam!!

Bersambung..

Terimakasih untuk vote dan komennya.. 😉

PANJI  (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang