"Apa ini, Panji? " Pak Sam menggebrak meja marah. Setelah seminggu desas desus panas itu akhirnya menyebar hingga sampai pada telinga Para Senat universitas. Mungkin Rektor sudah menurunkan Surat Pemecatan melalui Pak Sam sebagai Kajur prodinya. Semua foto-foto yang menistakan nama baiknya Panji.
Reni sih, tidak terlalu bermasalah mengenai rumor yang beredar. Yang hancur adalah Panji, karena semua citranya robek seketika karena malam hina itu. Hingga sekarang ia menghadap kepada Pak Sam yang marah besar padanya.
"Kamu ini siswa teladan di kampus ini! Bisa-bisanya kamu melakukan tindak asusila begitu. Tersebar lagi. Apa kata dunia Kalau kampus tetap memberi beasiswa pada orang tak bermoral sepertimu? " Pak Sam berkata lugas. Berusaha semampu mungkin menahan amarahnya. Tak diduganya, mahasiswa kebanggaannya mencoreng dan melakukan tindakan yang menghancurkan masa depannya sendiri. Padahal Pak Sam amat sayang kepada Panji.
"Pak, izinkan saya bicara. Saat itu diluar kendali saya. Saya dalam kendali obat pak...."
"Ooh ... Selain 'main' kamu juga mengaku pakai obat yaa ... Ini. "
Pak Sam menyerahkan selembar amplop. Sudah pasti berisi SP. Kalau saja itu hanya SP satu atau dua ia hanya akan kehilangan beasiswa saja. Tetapi Pak Sam menjelaskannya tanpa Panji membuka isinya. "Kau diberi Surat Pemecatan langsung. Seharusnya kau berfikir panjang sebelum melakukan suatu tindakan Panji!"
Panji hanya bisa menghela nafas. "Baik pak. Terimakasih untuk selama ini. "
Pak Sam menunjuk pintu sambil berdiri. "Sudah cukup kan? Silahkan pergi Panji! "
Hati Panji menggigil mendengar perkataan Pak Sam barusan. Tetapi ia telah kalah. Mendebat apapun hanya akan menambah harga dirinya semakin jatuh dan sakit. Yang hanya bisa ia lakukan adalah, menurut perkataan Pak Sam yang sudah murka. Melangkah gontai ke daun pintu yang rapat. Membukanya.
Bukti sudah sangat jelas. Ia tak bisa mengelak lagi. Yang ia salahkan adalah kelengahannya dan nasib buruk yang menimpanya.
Ya Allah ... Apa salahku sehingga kau tanggungkan aku dosa yang begitu besar ini? Apa aku bisa menebusnya Ya Allah ... Hati Panji terus bergulat. Tidak terima dengan takdir buruk yang menimpanya.
Panji masih berjalan gontai.
Bisik-bisik terdengar dari orang yang dilewatinya. Kadang tak jelas, kadang jelas dan membuat hati panas. Nyinyiran mereka disertai pandangan penghinaan pada Panji Seka yang semula mereka sukai dan hormati karena ketaatannya pada agama.Salah seorang temannya - Rian - menghalangi langkah Panji saat di parkiran kampus.
Buggh....
Punch-nya Rian tepat mengenai wajah Panji yang tidak menghindar.
"Lo munafik Ji! Bukannya lo sendiri yang dakwah kalo orang munafik tempatnya ada didasar neraka? Ya itu ELO orangnya Ji! " Rian menunjuk Panji kasar.
Sudah. Sudah cukup. Panji sudah cukup kalah dan lelah hari ini. Ditambah ia dipermalukan sahabatnya di depan umum pula. Rasanya ia ingin mati saja. Pergi saja.
"Lo mau denger pembelaan gue Yan? "
"Pembelaan apa hah **?!! "
"Reni yang mulai. Bukan gue!!! "
"PERSETAN! .. Lo bener-bener buat gue muak!! " Rian lalu berlalu pergi.
Sementara Panji masih menjadi pusat perhatian yang lain. Malunya setengah mati. Putus asanya sampai membuat dunianya terasa sangat sempit.
Saat ia berjalan menjauhi gedung menuju gerbang, ia menangkap tawa yang familier baginya. "Makasih Arjunaa.. "
"Aksi lo emang luar biasa Reni. Si Panji aja sampek jadi ganas kayak gitu. Hahaha.. "
Panji melirik Arjuna dan Reni dengan marah. Sungguh. Ia saat ini ingin menghajar keduanya. Tetapi itu percuma. Tak bisa juga mengembalikan nama baik dan juga kesuciannya.
Bahagianya sudah hilang. Kini, dengan cacat yang ia miliki Panji bisa apa? Belum tau apa yang mau ia lakukan?
***
Tidak ada tempat tujuan pasti untuk Panji sekarang. Pulang, hanya akan membuat keluarganya malu terhadap dirinya. Untuk itu, Panji memilih pergi ke luar kota. Kalau bisa ke luar pulau sekalian.
Dari banyak kota yang terpikirkan, Makasar menjadi pilihan tercepat Panji Seka.
Bertemu dengan orang-orang baru yang tidak tahu aibnya. Mencoba hidup baru dan memperbaiki lukanya.
***
Iqbal Pov
Aku bergegas menuju masjid, tetapi tiba-tiba hujan deras menghalangi langkahku.
"Duh hujan. Mana payung?? " tanyaku pada anak di balik meja petugas.
"Biasanya kan dibalik tangga Mas Iqbal. " kulihat dibalik tangga memang ada payung.
Hujannya sih mendadak banget. Ya untungnya masih sempat gunakan payung. Coba kalau bertemu hujan sudah ada di lapangan.. Pasti sudah kepalang basah. Harus ganti baju dulu. Baru bisa ke masjid.Belum terlambat. Sekalipun terlanjur basah belum terlambat untuk memperbaiki. Karna waktu terus berputar sampai kita menemui kematian yang haqiqi.
Saat itulah pintu taubat Allah terkunci.Yang terpenting adalah usaha untuk memperbaiki kesalahan itu sendiri.
Malang, 30 September 2012
Iqbal Indra Setiawan
Pondok Pesantren BarokahMaaf kalau ada kata kasarnya atau kurang berkenan 🙏🙏🙏🙏🤓🤓😵
Sudah aku ganti yaa.. Kata kasarnyaa.🤓✌
KAMU SEDANG MEMBACA
PANJI (Completed)
SpiritualBagaimana rasanya saat hidup hanya dihantui dosa besar? Dosa itu bahkan menjadi penyebab ia harus putus kuliah. Dosa itulah yang membuat ia pergi jauh dari keluarganya, dan menjalani kehidupan di jalan dengan terlunta-lunta. Dosa itu tak terhapuskan...