Part 5 : Campuran

41 21 11
                                    

Waktu berlalu saat aku bertemu dia. Orang itu kini sedang mencelupkan wajahnya yang babak belur ke dalam kolam mancur. Pertanyaanku, apa tidak dingin? Tidak sakit? Apa tidak malu? Tidak, justru aku yang malu dipandang orang-orang karena mengira dia datang denganku. Setelah cukup lama mencelup, keluarkan kepalanya ke dalam kolam, dia duduk di kursi sampingku, yang menempel pada dinding kolam ini. Wajahnya sangat kelihat kelelahan. Nafasnya berat dan panjang. Aku bisa mendengarnya dari sini.

Aku tak berani bertanya apa-apa atau lebih tepatnya malas, karena percakapan terakhir tadi. Bahkan dia tidak memakai tisu yang kuberikan. Benar-benar menyebalkan.

Aku berdiri, "Aku pulang."

"Tunggu!" Dia menghentikanku.

"Apa?"

"Aku akan mengantarkanmu ke rumah. Tempat ini tidak aman untuk gadis berkeliaran sendirian," ujarnya sambil berdiri.

Aku melirik, agak kesal dengan ungkapan itu. Aku saja bisa kabur dari rumah penuh CCTV dan penjaga. Hal seperti itu pasti mudah bagiku. Aku harus menolaknya, tapi dia pasti orang yang keras. Jika kuturuti, dia akan tahu aku siapa. Semua menyusahkan. Namun aku berpikir juga. Aku belum pernah dateng berkeliling jalan kaki sendirian. Bagaimana jika aku tersesat?

"Baiklah, apa kau tahu persimpangan distrik 10? Aku mau ke sana, tapi tersesat," ujarku.

"Distrik 10? Itu rumah orang-orang kaya. Kau dari sana? Pantas wajahmu tidak asing berkeliaran di sini," jawabnya.

Aku agak panik mendengar jawaban itu, "Tidak, ibu ku bekerja di sana. Malam ini dia tidak pulang dari rumah tuannya. Aku mau melihatnya, apa dia baik-baik saja."

Dia menatapku dengan tidak percaya, sebelum menghela nafas, lalu maju melangkah, "Baiklah aku akan mengantarmu. Ayo!"

Aku mengangguk dan mengikutinya.
Tanpa kusadari aku sudah keluar dari taman. Ke tempat gedunf-gedung tingkat penuh layar lampu-lampu yang penuh sepanjang jalan. Rasanya menyebalkan saat melihat poster, etalase toko, atau bahkan layar iklan, melihat fotoku ada di sana. Belum lagi banyak orang yang lalu lintang sana sini. Dalam batin aku terus berdoa semoga tidak ada yang mengenaliku. Atau aku akan kena masalah.

Pemuda itu melihatku dengan wajah pucat. Dia menghela nafas dan membelok ke jalur yang agak sepi. "Kau sepertinya benci keramaian."

"Hehehe."

Keramaiaan dan kelap kelip lampu kini digantikan oleh lorong gelap dan lembab. Bau sampah terkadang berseliweran. Hanya suara kendaran dari jauh, tetes air, suara hewan berkelahi, kadang bahkan aku melihat teriakan orang yang bertengkar.

"Kau sepertinya hapal sekali kota ini. Kau berasal dari mana sih?" Tanyaku.

"Aku tinggal di sebuah gereja kecil dikota ini."

"Gereja? Apa kau pastur? Pendeta?"

Dia tak menjawab. Justru berhenti. Lalu membalikan badannya. Raut wajahnya sangat suram. Aku bergetar ketakutan.

"Hei kau baik-baik saja bukan?

Dengan cepat ada yang mendorongku hingga aku terjatuh di lantai lembab. Saat aku sadar, orang itu sudah ada di atasku. Kita berdua berada di posisi yang sangat tidak mengenakan untuk dilihat.

"HAAA!!! APA YANG KAU LAKUKAN. PERGI DARIKU!" Teriakku keras. Namun dia tak menggubris. Tatapannya menghadap ke arah gelap dari lorong belakangku.

Tap... tap... tap... suara langkah dari separu bots terdengar amat keras. Aku tak bisa memungkiri betapa terkejut dan takutnya aku melihat wujud sosok itu. Dan bahkan orang ini juga terheran-heran melihatnya saat sosok itu berdiri di tiang lampu redup.

Wanita yang cantik sebenarnya, memakai kacamata hitam, dan jas merah darah. Rambutnya ditutupi tapi baret hitam. Biasa saja. Namun yang mengejutkan adalah sosok yang ada di sampingnya. Seekor anjing hitam besar berkepala tiga.

"Ma... makhluk apa itu?" Gumam pemuda ini.

Wanita itu menyengir, "Harusnya aku tanya, mahluk apa kau? Seperti iblis dan malaikat yang berkumpul jadi satu. Menjijikan."

Entah mengapa aku tersinggung dengan ucapan itu. Mungkin pemuda ini juga. Aku bisa melihatnya dari raut wajahnya. Kami sepertinya paham apa yang diinginkan satu sama lain. Kami berdiri dan lari secepat yang kami bisa.

Wanita itu menyengir lebar, "Mau lari ke mana kalian? Aku akan mengejarnya."

Anjing itu sekrang berlari. Dengan kecepatan dua kali lipat. Aku yakin dia pasti bisa mendapatkan kami. Kecuali aku berbuat sesuatu.

Arc time...

Dan semua berhenti kecuali aku dan pemuda ini. Kami terus berlari dan lari. Hingga aku sadar kami sudah sampai di distrik 10. Gang ini arah rumahku. Nafasku terengah-engah. Begitupun dia. Aku bersyukur dia tak menyadari sihirku karena kita hanya fokus berlari dan tak ada orang yang kami lewati. Jadi dia tak tau kalau semuanya mematung.

"Sudah sampai, aku akan pergi," ujarnya.

"Terima kasih."

Dia berjalan ke jalan lain. Dia tidak berbalik ke jalan tadi. Ada dua kemungkinan, dia menghindar makhluk tadi, atau memang gerejanya di sana.

Tunggu rata-rata orang di sini bukan penyembah di gereja. Mana mungkin ada gereja di sini.

"Hei! Namamu siapa?" Teriakku.

Dia berhenti sesaat, seperti memikirkan jawaban dari pertanyaanku. Padahal itu jawaban yang mudah.

"Variel!" Jawabnya sebelum menghilang di belokan jalan.

Namanya cukup keren. Pikiranku kini kacau dengan semua yang terjadi malam ini. Wanita aneh, anjing aneh, pemuda aneh. Semuanya menjadi satu saat aku berjalan kerumah. Aku hampir lupa memakai sihirku untuk masuk kembali kerumah. Dan sihirku terasa berat digunakan karena aku mungkin kelelahan.

Saat sampai kamar aku mencopot semua bajuku. Dan memasukannya kedalam pelastik. Sayang sekali aku menyukai baju itu. Tapi aku harus membuangnya, mungkin membakarnya di pembakaran sampah sekolah besok. Aku memakai gaunku yang tadi. Tanpa melihat jam aku langsung lelap tertidur.

.
.
.
.

Sekolah berjalan seperti biasa. Belajar, lalu istirahat, terakhir pulang. Di sekolah para bangsawan dan orang kaya ini juga sama saja. Begitu-begitu saja. Di sebuah tiang tertinggi di atas gedung, seorang wanita berdiri dengan jas merah dan baret hitam. Dia pandai sekali menjaga keseimbangan berdiri di tiang itu. Di bawah wanita itu anjing kepala tiga sedang lelap tidur di bawah terik matahari. Senyum terpampar saat wanita itu melihat anak-anak sekolah berjalan masuk melewati gerbang.

"Aura yang aneh. Bau malaikat dan iblis yang bercampur satu darah. Anak-anak yang manis tadi malam pasti di sekolah ini. Menarik sekali. Bhahahaha...," dia menatap langit, dan mengangkat kedua tangannya ke atas, "Tak lama lagi darah mereka akan jadi persembahanku. Untuk menghapus salahku dari dunia ini. Dan kembali ke langit. Bhahahaa... hahahaha... ahahaha...."

.

.

.

Part by : aquilarashynh

Alluring Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang