Part 18 : Athena

29 16 4
                                    

Entahlah jikalau ini hanya firasatku atau memang benar akan terjadi. Aku merasakan, desiran banyak darah yang berbeda yang mulai mendekat ke arah sini.

“Apa kau merasa aneh?” bisikku pada Qia yang membuat Qia menatapku.

“Entahlah, batinku juga tak tenang.”

Napasnya terdengar menderu cepat. Seperti merasakan akan ada sesuatu yang diluar dugaan datang menghantam kami secara bersamaan. Kami berdua sama sekali tak tahu hal apa itu.

“Sudah siuman?” Seorang kakek tua dengan mata yang kosong berdiri di depan pintu dengan senyumnya.

Wajah itu, benar-benar membuat aku merasakan sesuatu. Aku merasa damai, dan tidak terancam saat kakek asing itu membantuku dan Qia. Dia terlihat sangat baik, seakan-akan, hati kami terhubung.

“Sudah, Kek. Qia sudah lebih baik.” Aku menjawab pertanyaan itu.

Kali ini aku mengumbarkan senyum di depan mereka. Tak tahu hal apa yang membuat aku sendiri tersenyum. Walaupun kakek itu sama sekali tak bisa melihat senyumku.

“Kau tersenyum?” Qia malah menggodaku dengan suaranya.

Bibirku berubah. Aku sadar aku sendiri tersenyum. Hanya saja, aku tak mau jika ada orang lain yang memperhatikan saat aku tersenyum.

“Tersenyumlah selalu. Kita tak tahu kapan kita akan memberikan senyum terakhir pada orang yang kita sayangi.”

Dadaku seketika berdetak cepat. Kata-kata itu seolah-olah mengatakan kalau orang yang kusayangi tak lama lagi akan pergi.

“Istirahatlah dulu, kalian butuh itu.”

“Iya, Kek.”;

Qia menjawab dengan senyuman. Baru kali ini aku memperhatikan, dia terlihat imut dan sangat menawan. Wajar saja jika dia bisa menjadi bintang di mana-mana.

“Kakek bawa buah-buahan, kalian bisa ambil di atas me—“

Kalimat kakek itu terpotong. Bersamaan dengan gonjangan yang aku dan Qia rasakan sekarang. Begitu keras, seakan ingin merobohkan gubuk tua ini.

Aku membantu Qia berdiri, kemudian memandu sang kakek untuk keluar dari gubuk. Kami keluar bersamaan, dan mataku membulat sempurna saat melihat sesuatu yang ada di hadapan kami saat ini.

Puluhan—tidak—bahkan ratusan makhluk yang sama sekali tak kukenali berada di hadapan kami. Cahaya keemasan menyelimuti tubuh mereka, dan beberapa dari mereka terlihat menawan dengan sayap yang mengembang di bagian punggung.

“Kalian dalam bahaya.” Kakek tua itu berbisik.

“Siapa kalian?” teriakku keras, berusaha agar terdengar oleh mereka.

Terutama, untuk seorang yang cantik rupawan di bagian paling depan. Dia mengenakan pakaian serba emas, dan aku sama sekali tak bisa menjelaskan betapa cantiknya dua.

“Zagreus, Putra Hades dengan Pesephone. Lama tidak berjumpa,” sapanya.

Aku tak paham, kepada siapa sapaan itu ditujukan. Jelas bukan untukku, atau pun Qia sendiri.

“Kau!” Kakek itu terlihat menerawang. Berusaha agar dirinya tidak terlalu terluhat seperti orang buta.

Dia tahu ke mana arah akan menatap. Tepat di hadapnnya, seorang yang sangat menawan tengah berdiri sekarang.

“Kau sudah bertemu putra dan putrimu sekarang, dan aku minta izin untuk mengambil mereka.”

“Putra Putri?”

Apa maksud semua itu?

Di tengah aku berpikir. Kakek itu berusaha meraup wajah kami berdua. Dia mengusap, dan mengelus kepala kami.

“Anakku ...” bisiknya.

“Anak?” Qia juga terlihat sangat bingung sekarang.

“Sayang sekali ... dari kecil kalian sendiri tidak pernah mendengar bagaimana kisah orang tua kalian sendiri.” Dewi Athena tersenyum.

“A—aku punya orang tua yang masih untuh sampai sekarang!” bantah Qia tak terima.

Aku membalas pernyataan itu dengan anggukan.

“Mereka bukan orang tua kandungmu. Tapi, lihatlah di samping kalian. Itu adalah ayah kalian yang sudah membuang anak sendiri.”

Qia menatapku, dan aku membalasnya. Penjelasan itu benar-benar membuat kening kami berkerut. Sementara itu, kakek yang tadinya memegang wajah kami, malah tertunduk dalam diam.

“Kalian sudah dewasa ...” lirihnya setengah ingin menangis.

“Kakek? Kenapa nangis, jangan gitu ....” Qia berusaha membujuk.

“Ini bukan salah penentu takdir. Tapi, beginilah nasibmu.” Dewi Athena maju beberapa langkah.

“Kalian berdua sudah dewasa ....” Tubuh bungkuknya memeluk aku dan Qia bersamaan.

Tidak terlalu erat, karena tenaga beliau mungkin sudah habis. Yang tersisa hanya pertanyaan di kepalaku, dan Qia pastinya.

“Apa aku perlu menceritakan bagaimana kehidupan kalian yang sebenarnya?”

Terpaku, diam, membisu. Hanya itu yang bisa kami lakukan saat menghadapi kenyataan yang sangat sial ini. Semuanya benar-benar di luar pikiranku sendiri.

Tanpa sadar, aku malah menggenggam tangan Qia erat. Dia juga demikian, seolah tak mau kehilangan.

Perlahan tapi pasti. Makhluk yang mengaku sebagai Dewi Athena itu menceritakannya.

Dia menceritakan tentang kesalahan di masa lalu, dan masa depan adalah bayarannya. Dia menceritakan tentang kisah cinta dua insan yang terlarang.

“Sepertinya, gadis kecil itu mewarisi ibunya. Kau malaikat, dan berdarah iblis. Sementara kau.” Dia menunjuk ke arahku. “Iblis dengan darah malaikat.”

Kenyataan pahit begitu menghantui. Aku dan Qia adalah saudara kembar. Dan kami adalah hasil hubungan terlarang antara malaikat dan iblis.

“Kau jangan bercanda!” bentakku tak terima.

“Apa seorang Dewi pengusaha mempunyai waktu untuk bercanda?”

Deg

Kata-katanya benar sekali. Tak ada gunanya dia bercanda dalam hal ini. Dia adalah dewinya, yang memiliki banyak penjagaan untuk keseimbangan dunia.

“Lalu apa tujuanmu ke sini?” Qia buka suara, masih dengan jemari halusnya menggengam tanganku.

“Dunia akan kiamat.”

Deg

Sekali lagi. Kata-katanya pasti dan menohok. Dari matanya yang bersinar, terlihat sekali jika dia benar-benar serius.

Sementara itu. Kakek yang dia katakan sebagai ayahku hanya diam di belakang. Dia membelakangi kami dengan tubuh tertunduk.

“Ba—bagaimana bisa dunia kiamat? Kenapa?” bentakju garang.

Semuanya benar-benar sudah di luar logikaku. Aku manusia normal! Tapi, kenapa bisa hasilnya seperti ini! Apa salah kami berdua?

“Akan terjadi perang malaikat dan iblis. Jika, salah satu di antara kalian tidak mati.”

“Jangan bercanda kau!”

Ayahku menerjang hebat. Tubuhnya yang renta dan kurus melayang di udara dengan percikan api yang terlihat bersinar.

Jleb

“Aku tidak akan segan untuk membunuhmu, Zagreus.”

Aku merasakan beberapa bagian hatiku tercabik. Aku melihat orang yang baru kutemu, dan ternyata dia adalah ayahku sendiri yang sudah sangat menua, ditusuk orang yang mengaku Dewi Athena.

Dara bersimbah di mana-mana. Warnanya lebih pekat, berbeda dengan darah manusia.

“Sebenarnya aku sudah lama ingin membunuhmu. Karena kau berani menodai Valeria!”

Tubuhku kaku. Perasaan meremang merangkup di sekujur nadiku. Dan tanpa aku sadari Qia melepas genggamannya.

“Jangan sakiti ayah, atau ibu kami, walau kami tak tahu siapa mereka. Tolong, biarkan aku saja yang dikorbankan.”

Qia bersujud di kaki wanita itu. Hal ini lebih membuatku kacau tak karuan.

“Kau yakin? Kau yang akan mendamaikan dunia, atau saudaramu itu?”

“Aku. Jangan biarkan dia mendekat, atau berkorban. Biarkan aku saja, dan jangan sakiti ibuku.”

Air mata Qia meluncur deras. Apalagi melihat ayah kami sendiri sekarang sudah terdiam di atas rerumputan dengan simbahan darah yang keluar dari bagian perutnya.

“Qia! Kau gila!” bentakku.

Dia membalikkan tubuhnya ke belakang, lalu tersenyum menatapku dengan mata yang mengeluarkan tirta bening.


.

.

.

TBC

Alluring Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang