Part 13 : Athena

28 15 1
                                    

Mereka bilang aku malaikat. Aku baik, cantik, menarik perhatian banyak orang, cerdas, dan hampir mendekati sempurna. Tapi bagiku, hati ini rusak dan kotor. Isinya adalah kebencian atas nasib yang tak seperti kuinginkan. Aku tak merasakan cinta walau hartaku berlinang. Atau kehangatan walau dunia memujaku. 

"Kau yakin melakukan ini?" Tanya Variel yang melihatku dengan penampilan baru.

Setelah malam tadi. Kami tertidur di  bawah jembatan penyeberangan. Tak peduli beralasan kardus, karena kami sangat lelah, kami langsung tertidur. Besoknya dengan sisa uang yang ku bawa, aku pergi ke mall terdekat. Kusuruh Variel membeli beberapa makanan dan alat-alat untuk pergi jauh. Aku mencari baju dan pergi ke salon. Aku memotong rambut ku menjadi pendek dan mewarnai nya dengan warna oren. Namun saat kugunakan kekuatanku, rambut ku kembali menjadi perak. Namun setelah kekuatan ku hilang, kembali oren. Ini lebih aman. Aku membeli soflen warna coklat dan sedikit riasan dan baju membuat ku tak terlian seperti seorang Quiona Afrodite. Hanya seperti gadis biasa.

"Ini lebih aman kan? Soal lain, aku tak tahu dimana tempat nya," jawabku.

"Iya sih. Mungkin. Tapi baumu tak bisa disembunyikan. Aku sudah membeli makanan yang akan bertahan lama dan tanpa kompor. Untuk minum juga kukira cukup. Andai kurang, kita akan berusaha," jelasnya.

"Aku tanya kita akan kemana?" 

Variel memasang wajah kebingungan. Haaa… aku juga bingung mencari gunung dan pria tua itu. Tapi aku harus ke sana.

"Kita ikuti aja matahari," ujarnya.

"Ke arah Barat?"

"Mungkin…" jawabnya ragu.

Aku memikirkan sesuatu. "Bagaimana jika kita berpisah dan mencari petunjuk?"

Dia menatapku dengan tatapan kesal. "Kau bercanda!" Dengan nada keras. "Kita harus bersama. Demi keselamatan kita. Kau mengerti?"

Aku mengangguk dan diam. Dia mulai menatap matahari. Rasanya aneh membayangkan rencana ini akan berhasil. Kami akhirnya muali berjalan. Menuju barat. Aaaa… semoga ini segera berhasil.

.

.

.

Situasi kami semakin tak karuan. Aku terbang dengan sayap lu sambil memegang sebuah pedang yang bersinar. Di bawahku ada Variel dengan posisi menyerang. Kami awalnya hanya mengikuti matahari. Sampai tanpa sengaja kami masuk ke gorong-gorong. Bau limbah pembuangan air memang buruk. DrTapi yang lebih buruk ini. 

"Akan ku bunuh mereka!" Variel mulai menyerang.

Aku pun. Siapa lawan kami? Kami tak tahu. Yang kulihat segumpal bayangan yang gelap. Aku mulai menyerang. Tapi saat pedangku menyayat mereka, seperti kertas yang robek karena di koyak-koyak anak kecil. Lalu lenyap. Namun mereka justru semakin banyak. Hal sama juga pada Variel. Hampir sejam kami berurusan dengan merek. Namun tak kunjung selesai.  Aku merasa lelah dengan ini.

Aku menapakan kakiku ke lantai. Dengan napas yang terpotong-potong. Aku mereasa lelah. Sesak rasanya. Tenagaku terasa habis. Aku serasa ingin pingsan. 

Seorang wanita muncul. Memakai baju besi berwarna emas dan sangat cantik. Aura mengkilat keemasan bagai senja di telan sang Surya. Dia menatap kami dengan senyum ramah, namun tatapan tajam. Tubuhku merinding ketika melihatnya. Suasana sangat dingin. 

Suara lonceng bergetar nyaring. Membuat telingaku sakit. Seketika bayangan-bayangan itu hilang. Dan semua terasa terang. 

"Aku Athena, aku akan menuntut mu ke arah yang benar."

Athena? Aku tahu nama itu. Dia Dewi kebijaksanaan. Dewi perang dan motode perang. Aku langsung berlutut di hadapannya.

"Qia, dia siapa?" 

"Dia…," aku hendak menjawab. Tapi sang Dewi menutup mulutku dengan jari telunjuknya. Dengan senyum yang sama.

"Makhluk bawah tak pantas memanggil namaku," ujar Dewi.

Wajah Variel tak senang dengan ucapan itu. Namun sang Dewi malah tertawa kecil. Dewi Athena menyuruh ku berdiri. Dan aku berdiri. 

"Aku tahu kalian akan ke mana. Akan ku bantu mencari gunung itu. Karena tugasku mengabulkan doa mereka yang menyembahku," jawabnya.

"Tapi… aku berdoa pada Dewi Afrodhit. Maaf bukan maksud menyinggung," ujarku.

"Kita sama-sama Dewi. Dan kita adalah saudara. Sama saja bukan," jawabnya.

Dia berjalan duluan menyusuri terowongan yang gelap. Obor di tangan kanannya. Gaun panjang putih dan rambut tergulung rapi. Dia benar-benar mempesona.

"Gunung yang kalian tuju bukan termaksud dari ketiga dunia. Akan sulit menemukannya jika kau hanya manusia biasa. Sayangnya kalian bukan," ujar Dewi.

Aku saling bertatapan dengan Variel. Setelah semua kejadian ini kami sudah paham soal kami yang bukan manusia. Selama beberapa detik kami bertatap. Dan akhirnya saling memalingkan.

"Lalu di mana itu?"

"Sebuah tempat yang benar-benar baru. Tempat yang terang. Namun tak pernah terkena Helios dewa matahari. Atau tidak pernah melihat Selena Dewi bulan. Tempat di mana semua amarah dewa Dewi tak akan bisa terimbas. Tempat di mana tuhanmu lebih disembah dari pada dewa di olimpus," ujarnya.

"Apa… maksudnya?" 

"Kalian terlalu muda untuk tahu. Tapi tempat itu ada. Hanya saja untuk kesana sangat sulit," jawabnya. "Daerahku pernah kedatangan tamu yang di kejar Harpy, mereka terus menganggu sampai tugasnya selesai. Berkat ku tamu itu bebas. Namun aku juga harus memberinnya hukuman. Tempat kalian nanti juga dihuni oleh para Harpy atau lebih tepatnya di jaga. Itu sebabnya berhati-hatilah," nada datar terdengar.

Aku meneguk air ludah. 

Kabut mengelilingi kami. Semakin maju semakin banyak. Dan terasa sangat dingin. Aku menggigil. Variel jga begitu. Baju ku teralalu tipis untuk ini. Dan untuk beberapa saat aku tak bisa melihat apa-apa. 

"Variel!" Panggilku. 

Sebuah tangan memegang tanganku. Dan kusadar itu tangan Variel. 

Dari ujung terlihat cahaya terang. Sangat terang. Dan menyilaukan. Cahaya obor yang d bawa Dewi itu pun redup. Semakin dekat dengan cahaya itu kabut hilang. Dan tak lagi kulihat Dewi Athena.

Alluring Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang