Part 19 : Lyra Kematian

28 16 5
                                    

"Qia! Kau sudah gila!" Bentak Variel.

Aku tersenyum sambil meneteskan air mata.

Dewi Athena membisiki. "Jangan takut."

Kabut tebal datang. Dan langsung membuat Variel pingsan dalam hitungan detik. "Variel!" Aku ingin mendekati Variel. Namun tanganku ditahan oleh Athena.

"Jangan khawatir. Dia tak apa-apa," jawab Athena santai.

"Tidak apa-apa bagaimana? Liat apa yang kau lakukan dengan ayahku!" Aku menunjuk tubuh bersimbah darah itu.

Athena tersenyum. "Dia keturunan dewa. Dan semua keturunan dewa abadi. Termasuk kau dan Variel. Ini rahasia umum di dunia ini."

Tubuhku lemas. Aku langsung tak mampu berdiri. Semua terlalu cepat. Aku masih belum bisa mengerti apa yang terjadi.

"Sudah saatnya. Segera kita akan melakukan ritual. Mereka akan baik-baik saja. Kau jangan khawatir."

Aku berusaha berdiri. Walau dengan tubuh sempoyongan. Lalu mendekat Athena. Athena memegang tanganku. Dan kilat emas menghalangi pandangan ku. aku menutup mata. Sebuah tekanan hebat menghampar ku. Seperti angin badai menerpa tubuhku. Namun aku di pegang Athena. Sehingga tak ikut terbawa angin. Saat angin itu berhenti. Aku membuka mata. Dan aku sudah ada di tempat lain.

...

Ingatanku kembali. Saat aku masih sangat kecil. Aku tinggal di panti. Belum sebagai tuan putri yang di kasihi dan di perlakukan bagai dewi.

"Qia!" Panggil anak-anak sesama panti.

"Maaf aku mau ke belakang dulu," alasanku untuk menolak di ajak bermain.

Aku tak melakukan itu tanpa alasan. Aku berlari ke belakang panti. Ke sebuah lapangan berumput dan di penuhi bunga yang indah. Di sana seorang wanita cantik berpakaian serba putih dengan sayap yang layu sedang berdiri.

"Ibu!" panggil ku.

Wanita itu membalik, dan langsung memelukku saat aku sampai di depannya. "Qia. Kesayangan ibu."

Kami banyak menghabiskan waktu di sana. Bermain, merangkai bunga, dan banyak hal. Aku selalu tertarik pada sayapnya.

"Apa ibu bisa terbang?"

Ibuku hanya tersenyum. "Iya dulu. Sekarang ini hanya aksesoris."

"Qia juga mau sayap seperti itu," ujarku lugu.

"Suatu saat kau juga akan punya sayap indah seperti ini. Malah akan sangat bersinar."

Waktuku-waktu sangat berharga. Hanya aku yang bisa melihat ibuku. Dan orang lain tidak. Mereka menganggap aku bermain dengan teman imajinasi. Karena aku masih kecil, mereka hanya membiarkan. Terlebih aku anak yang penurut.

Namun hari itu semua berkahir. Hujan deras disertai petir yang keras. Aku merasa tidak tenang. Aku pun mengambil mantel hujan, dan berlari ke lapangan. Dan penampakan menakutkan di sana.

Aku melihat ibu berhadapan dengan sosok yang di tutupi kilat. Sangat menakutkan. Mereka seperti berbicara. Namun ibu menangis histeris.

"IBU!!" teriakku sambil berlari kearahnya.
Ibu membalik badan. Dia tersenyum sangat indah. Wanita tercantik yang kulihat. Namun Sambaran petir menghantamnya. Sangat keras. Dan beberapa saat ibuku terurai seperti kertas yang terbakar api.

Aku masih berusaha meraihnya. Aku sempet memeluknya. Sebelum dia lenyap menjadi butiran halus berwarna putih. Dia membisikkan sebuah kalimat terakhir.

"Aku mencintaimu Qia."

Setelah itu semua gelap. Saat aku terbangun aku sudah tinggal bersama keluarga itu. Dengan nama Quiona Afrodite. Kini aku mengerti kenapa mereka memperlakukan ku seperti Dewi. Karena itu kenyataan. Mereka berpura-pura sebagai keluarga. Namun nyatanya agar mereka bisa terus mendapatkan keuntungan. Bahkan mungkin Luna hanya bersandiwara. Seolah sudah bersamamu saat aku lahir. Nyatanya tidak. Aku di bohongi dengan sosok lain. Dan kini aku sadar. Dunia ini hanya kebohongan. Semuanya hanya di tutup-tutupi.

Keluarga itu ternyata palsu. Dan orang yang mulai ku cintai adalah orang yang sebenarnya tak boleh ku cinta. Dia saudaraku. Drama apa sebenarnya ini. Bahkan aku di bohongi. Aku bukan manusia. Aku keturunan dewa. Yang terbuang di dunia manusia karena sebuah kesalahan. Dan saat ini aku harus berkorban agar dunia yang membohongiku ku tak hancur.

Aku mengingat senyuman ibuku yang indah sebelum dia binasa. Mungkin ini makna aku harus terus hidup. Dan mengapa dia menyelamatkan ku.

Akan ku akhiri dosa ini. Agar tak ada kebohongan lain. Walau aku harus mengorbankan nyawaku. Karena dari awal aku tak seharusnya ada dalam dunia ini. Makhluk yang tak ada, harus benar-benar binasa. Dan ini saatnya.

...


Aku di puncak gunung olimpus. Sebuah piramid besar terdapat di sana. Aku berdiri di tengah piramid yang memang seperti tempat persembahan. Orang-orang berjubah gelap menaiki piramid itu. Sangat banyak. Mereka lalu menggambar lantai nya dengan coretan-coretan berpola. Lingkaran sihir aku menganggap nya. Setelah selesai. Mereka berbaris di sekeliling. Dan membaca doa-doa dengan bahasa kuno secara bersamaan.

Aku bergaun putih. Dengan rambut perak panjang yang terkibas angin. Melihat dunia yang kini mulai kacau.

"Kau lihat itu, petir yang meraung milik Dewa Zeus. Matahari dewa Helios juga terbit seenaknya. Poseidon mengamuk di lautan. Semuanya kacau. Ini sudah di takdir kan. Begitu pula dirimu," ujar Athena.

"Apa yang harus kulakukan nanti?"

Aku pernah membaca. Pengorbanan biasanya dengan cara menusuk jantung. Lalu mengambil organ. Apakah aku akan setragis itu?

"Kau penyembahan Dewi Afrodhit bukan?"
Aku mengangguk. "Dia memberi cara indah dengan cinta. Kau hanya harus menari di altar itu. Tak ada darah yang akan menetes. Kau hanya terus menari hingga butiran."

Tubuhku bergetar. Aku mengingat saat aku memeluk ibuku hingga dia menjadi butir dan terbawa angin. Tak kusangka akan seperti dia.

"Kau pasti ingat Valeria juga binasa seperti itu," lanjut Athena.

"Kenapa ibuku harus binasa?" Aku menatap Athena sambil meneteskan air mata.

"Karena dia yang menginginkan nya."

"Maksudnya?"

"Dia sudah di kutuk tak lagi memiliki cahaya. Tak lagi bisa terbang. Sebagai Malaikat dia diasingkan. Tapi kasih sayang seorang ibu tak bisa dia tahan. Alayanku sebagai makhluk hina," ujar Athena. Athena menatap petir yang bergemuruh. "Dia memohon pada Ayahku Zeus untuk tinggal di bumi. Bersama anaknya. Zeus setuju. Namun hanya dalam waktu singkat. Saat selesai, dia harus dibinasakan. Dan dia menerima nya. Dia mengorbankan dirinya hanya agar bisa bersamamu. Dan akhirnya binasa di depanmu."

Air mataku bercucuran. Hatiku terasa tersayat. Sangat sakit. Kenyataan yang begitu pahit. Dan akhir yang sangat tragis.

Cahaya keluar dari lingkaran itu. Sangat terang hingga menembus langit.

"Anak itu akan mencoba mendekati mu. Tapi itu berarti dia akan mati bersamamu," cetus Athena.

"Tidak! Jangan biarkan Variel mati. Kumohon, aku saja."

"Aku sudah siapkan sesuatu agar dia tak mendekat. Kau mulailah menari," ujar Athena.

Dengan tangan yang masih bergetar, aku bulatkan langkahku. Menuju tengah lingkaran. orang-orang berjubah itu melukai tangan mereka. Dan darahnya menetes ke sepanjang lingkaran. Lalu mereka lenyap terbawa angin.

Aku memasuki lingkaran itu. Dan musik terdengar.

"Itu dewa Appolo yang sedang bermain Lyra. Dia akan mengiringimu," ujar Athena.

Aku berhenti sejenak karena ragu. Siapa yang tidak ketakutan mengetahui kematian ada di depannya. Langkah demi langkah bersama dengan petikan Lyra. Akhirnya aku sampai di tengah.

"Aku siap menari."

.

.

.

TBC

Part by : RashyQuila

Alluring Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang