Part 16 : Amis

29 15 0
                                    

“Qia!” teriakku saat melihat Qia jatuh bebas dari atas langit.

Sayapnya terlihat terluka, dan perlahan mulai memudar. Sepertinya kesadarannya sedikit menghilang hingga sayapnya juga hilang. Bagaimana ini? Aku tak punya sayap sekarang.

Blood control

Darah yang tersisa dari para Harp yang sudah musnah terangkat ke atas. Aku berusaha membuat tempat yang empuk dari itu untuk menyambut Qia. Dia terjatuh, dan aku haris menyelamatkannya.

Sesaat yang lalu, tanganku terasa sangat nyeri karena Harp itu. Dan sekarang, rasanya berubah jadi amarah melihat Qia yang saat ini terbarik di pangkuanku.

Dia pingsan, namun masih bernapas. Wajahnya terlihat sangat kelelahan dan kusam. Kami sudah bertarung habis-habisan belakangan ini, dan sekarang adalah pertarungan yang sangat melelahkan.

“Qia ... bangunlah!” bisikku ke telinganya.

Angin gurun menyibak helaian rambutnya yang halus. Wajah lelah dan letih terpampang di sana. Bibir merah ranum yang sempat kusentuh itu mulai memucat. Aku harap dia tak apa-apa.

“Berhentilah sekarang! Aku ingin tahu apa tujuan kalian!” teriakku berusaha untuk membuat negosiasi dengan para Harp, terutama Aillo, raja mereka.

“Keh keh keh, kau kira kau bisa bernegosiasi?” ujar Aillo sengak dengan ekspresi yang sana sekali tak kusuka.

Dia menginjakkan cakarnya ke tanah. Masih tersenyum licik dan menatapku yang tengah memangku Qia. Wajah yang seperti itu benar-benar membuatku jijik!

“Apa sebenarnya tujuanmu mengejar kami?!” bentakku berusaha terlihat tegar agar para Harp takut.

Dia mengangkat satu sayapnya yang lebar, kemudian sedikit mulai menjilati sayapnya sendiri. Masih dengan ekspresi yang sama, beberapa detik kemudian dia menatapku.

“Kami hanya butuh kau.” Aku?

“Aku?” Pertanyaan yang ada di dalam hatiku malah terlontarkan melalui mulut. Kurasa, mungkin memang akulah sumber masalahnya di sini.

Dia berbalik ke belakang. “Kau malah berhubungan dengan makhluk keji penghina kaum kita!” tambahnya.

“Apa maksudmu?!” Aku tak terima jika Qia dikatakan sebagai makhluk yang keji.

Ingin rasanya aku segera melawan dengan seluruh tenagaku. Tapi, semuanya masih belum kembali pulih. Aku akan mengulur waktu untuk membunuh mereka semua. Untuk saat ini, jika aku melawan, maka aku akan mati.

“Keh keh keh, kau masih terlalu kecil untuk memahaminya,” ujarnya singkat kembali menatapku.

Namun, tatapan kali ini berbeda dari yang sebelumnya, dia menatapku dengan mata penuh api dan dingin. Aku melihat ada amarah dalam di sana. Apakah aku akan terbunuh di sini?

“Ambil dia.”

Perintah itu membuatku cepat-cepat siaga terhadap diri sendiri. Aku melihat sekeliling yang dipenuhi oleh makhluk bernama Harp. Akh! Melihatnya saja benar-benar membuatku jijik.

Sreeet

Tanpa kusadari, Qia diseret. Kakinya ditarik dengan cakar milik salah satu Harp yang ada di belakangku. Dia terbang tinggi kemudian berdiri jauh dariku dengan cakar mencengkram leher Qia.

“Kau! Lepaskan dia!” bentakku garang, tak mau melihat Qia terluka.

Sementara itu, aku mulai melihat Qia terbangun. Dia mulai mengerang kesakitan karena cengkraman yang kuat di lehernya.

“Ikut kami atau gadis ini akan mati.”

Negosiasi? Apakah aku harus melakukan hal itu untuk menyelamatkan Qia?

“Jangan, Variel!” teriak Qia sedikit tercekik.

Aku segera menatap Qia yang kesakitan. Dia masih berusaha bersuara di tengah kondisi menegangkan seperti ini.

“Diam kau!”

Sreet

Harp itu mengepakkan sayapnya ke wajah Qia sehingga menimbulkan goresan di sana yang memuncratkan darah.

“Aaaakh!” teriak Qia berusaha berontak.

“Qia!” Aku berseru keras, berusaha menggapainya namun terhalang Harp lainnya yang tiba-tiba menutup pandanganku dari Qia dengan sayap lebar mereka.

“Bagaimana?” tanya Aillo kembali menanyakan kesepakatan.

“Baiklah, aku setuju, tapi lepaskan dia.”

Keputusan akhirku. Aku kalah jumlah, dan tenagaku juga sudah habis jika mengeluarkan badai darah di sini. Sementara Qia dalam bahaya, tak ada keputusan yang lebih baik dari itu.

Pandanganku pada Qia kembali terbuka. Qia terlihat berusaha menggapaiku. Namun, tak akan bisa, karena aku akan pergu bersama mereka. Biarlah, asal Qia bisa diselamatkan.

Mulutnya seperti berkata jangan. Tapi, aku tak mendengarnya sama sekali. Tubuhku sudah mulai dipegang oleh 4 Harp. Mereka mungkin berjaga agar aku tidak lepas.

Sementara Qia, mulai terlihat berlinangan air mata. Percayalah Qia, aku pasti akan kembali.

Tubuhku sekarang sudah tak bisa bergerak bebas karena Harp ini. Seolah diborgol dengan sayap-sayap mereka. Aku tinggal memikirkan celah agar aku bisa lari nantinya.

“Ayo berangkat, ucapkan selamat tinggal pada kekasihmu,” ujar Aillo licik.

Aku hanya tersenyum tipis menatap Qia yang menangis. Tak tahu, sudah berapa lama aku tak tersenyum tulus. Tapi, untuknya aku berikan semuanya.

Tubuh Qia terangkat, dia berusaha berteriak karena tubuhnya terangkat. Harp yang mencengkramnya membawanya ke atas langit.

“Hei! Mau kau bawa ke mana dia?!” tanyaku berusaha berontak dari pegangan mereka.

Aillo hanya berdecih sebal, “Aku sudah bilang, ucapkan selamat tinggal pada kekasihmu.”

Apa?!

Sedetik setelah kalimat itu, Qia dijatuhkan dari atas. Di bawah sana masih ada lembah yang dalam. Dan saat ini Qia sedang tak bisa menggunakan kekuatannya.

“Qia!” teriakku histeris.

Pandanganku buram, tak tahu apa yany harus kulakukan saat melihat Qia terjun bebas dari atas sana.

Aku merasakan hawa panas di sekitar mataku. Tanganku mulai memancarkan cahaya-cahaya merah darah dengan pendar-pendar hitam yang gelap.

Mataku tak bisa menatap apa-apa. Selain warna gelap di sekitar dan para Harp termasuk Aillo yang berubah menjadi warna merah terang. Mereka!

Sruuhhh

Aku mendengar suara seperti badai topan di depanku. Sementara itu, terdengar juga suara para Harp yang mulai berteriak.

Tak ada yang terlihat, melainkan, cahaya merah para Harp itu kulihat mulai memecah, tak beraturan. Semuanya tersapu badai merah yang kulihat saat ini.

Dan Qia. Bagaimana cara aku akan menyelamatkannya. Aku tak punya sayap, aku tak bisa terbang untuk ke bawah sana.

Qila sudah sedari tadi dijatuhkan dari ketinggian dalam keadaan lemah tak berdaya. Dan sekarang, dia pasti sudah sampai di bawah tanah sana dalam keadaan remuk.

Aku mulai melihat cahaya kuning matahari. Meskipun terlihat buram namun aku melihatnya. Sekilas, aku juga melihat tetes air berwarna merah pekat dari atas langit.

Pandanganku semakin buram. Dan perlahan semakin kelam. Aku tak tahu bagaimana keadanku sekarang. Yang kurasakan hanya tubuhku lemah, dan basah yang sedikit lengket. Bau amis kesukaanku juga menyelimuti area hidungku.

Kesadaranku mulai hilang. Hingga akhirnya aku mendengar satu suara. Aku tak tahu suara siapa. Yang ada di pikiranku sekarang hanyalah. Qia.

.
.
.

Part by : Nao_Tan

Alluring Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang