Rasa yang semestinya tak pernah ada. Lautan asmara yang harusnya menjadi indah. Tentang kehancuran yang membuatnya menjadi berbeda. Terimakasih karena pada akhirnya, ini menjadi cerita yang semestinya tak pernah dilupakan
Dan
Selamat datang di serib...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Gue pulang bareng Lucas, motor gue udah diambil sama suruhan papa. Lo balik bareng Hyewon aja"
Yohan menghela nafas. Kemudian meratapi punggung Handika yang berjalan menjauh dari hadapannya. Ketika ia kembali berjalan, menyusul Handika. Sebelum dalam beberapa detik, Handika baru saja menoleh kearahnya. Garis wajah laki-laki itu, jelas berubah. Namun ia tersenyum samar "Jangan ngerasa aneh. Gue gpp".
Yohan berhenti. Lalu mendecak sebal, lagi lagi dia tahu Handika berbohong. Ia mengusap kasar wajahnya, lalu berjalan memutar arah. Kekelas menemui Hyena.
"Hyewon, ayo"
Hyena yang sedang berbicara dengan Chayani dan Tzuyu langsung terdiam. Mengangguk kemudian tersenyum pada Chayani dan Tzuyu yang mengerti. Lalu saat Hyena berjalan disamping Yohan yang masih terdiam.Hyena menoleh dan berdehem.
"Yo"
Yohan tak menjawab, namun menoleh begitu Hyena memanggilnya. "Handika nggak ikut? Keretanya kan dirumahku ?" tanyanya langsung.
"Handika ngambek sama saya" ucapnya tersenyum menoleh lalu kembali berjalan cepat keparkiran. Membuka pintu untuk Hyena.
"Jangan buat baper" Hyena langsung menutup mulutnya, kemudian masuk cepat-cepat sebelum yang ia lihat Yohan mengernyit heran padanya. Keceplosan, coba.
Ia menutup pintu mobil, kemudian berlagak duduk seperti biasa menatap pandangan kedepan. Menunggu Yohan masuk tanpa aba-aba menghidupkan mesin mobilnya.
Yohan menatap Hyena, "Baper kenapa Hyewonn? "
Ditanya begitu, Hyena malah gelalapan. Lalu tersenyum tipis, "Bukan baper tapi laper. Ya, aku laper banget. Lagian deh, balik ke yang tadi. Handika ngambek kenapa?"
Yohan tertawa pelan, lalu memandang setir. "Karena kamu"
"Karena aku? " gadis itu menunjuk aneh pada dirinya. "Ohhh, karena pulpen yang nggak aku pinjamin tadi? Kenapa ngambeknya sama kamu? " ucapnya polos sambil terkekeh pelan.
Laki-laki itu hanya bisa menghela nafas kemudian menoleh pada Hyena sebentar, "Bukan, susah untuk dijelaskan, Hye"
Garis wajah Hyena berubah kali ini. Ia mengangkat kedua alis, tapi kemudian menipiskan bibir dan mengahlikan wajah. Ia menghela nafas, rasanya lebih bingung. Handika yang tak berbicara sedikutpun dan tiba-tiba meminjam pulpennya.
Lalu ketika Hyena menolak, Handika tak menjahilinya seperti biasa. Hanya diam, kemudian berbalik kebangkunya. Padahal Hyena sudah bertingkah biasa, seolah olah dia nggak pernah tau. Handika suka dengannya. Hyena bingung dengan Handika.