Dion menatap Gita atau yang lebih akrabnya dia panggil Panda. Tangannya mengulurkan sebuah ponsel keluar terbaru yang langsung diterima oleh Gita.
"Kamu yakin mau pindah?"
Gita langsung mengangguk tanpa keraguan sama sekali. Tangannya mengotak-atik ponsel barunya.
"Siapa saja yang tau nomor baru ini?"
"Hanya saya"
"Sampai kapan?" Dion duduk disampingnya sambil membuka berkas-berkas penting untuk kepindahannya.
"Sampai saya bisa memegang perusahaan itu dengan baik. Siapkan keberangkatan saya hari Minggu nanti. Cukup kamu yang tau. Jangan sampai ada orang rumah ada yang tau"
"Oke, masalah itu gampang. Selama kamu disana kamu hanya perlu meyakinkan para investor asing untuk berada dikubu kamu sampai waktunya tiba"
"Tentu. Oh ya, antar saya ke Kampus dulu. Saya harus kumpul tugas"
***
Pandu menatap tajam pada Gita yang baru saja turun dari mobil Dion. Dua hari setelah kejadian itu dia sama sekali tidak bisa menghubungi nomor gadis itu. Datang kerumahnya pun tidak ada orang sama sekali. Rasa-rasanya dia mau gila karena harus memikirkan gadis itu.Dari kaca dalam ruangan ini dia bisa melihat Gita terus melangkah masuk kedalam ruangan dosen dimana tempatnya kini berada. Matanya melihat keseliling ruangan mencari seseorang.
Mungkin kah mencarinya?
Baru saja dia akan bersuara memanggil gadis itu tetapi berhenti saat gadis itu tersenyum sopan pada rekan dosennya yang lain.
Bahkan dia sama sekali tidak melirik kearahnya.
"Saya mau setor tugas yang kemarin waktu saya tidak masuk pak"
Samar-samar suara gadis itu terdengar di ruangan dosen ini yang cukup ramai karena banyak mahasiswa yang sedang menghadap dosen untuk menyelesaikan urusan mereka.
"Terimakasih pak"
And then....
Gadis itu langsung berlalu pergi begitu saja dan itu membuat Pandu langsung bangkit dari tempat duduknya menyusul Gita yang sudah hampir sampai di mobil pria yang mengantarnya tadi.
"Anggita"
Langkah kaki Gita terhenti. Di tahu siapa yang memanggilnya. Menghela nafas pelan sebelum akhirnya membalikan badan dan memasang senyum tipis.
"Iya ada apa pak?"
Pandu berdiri tepat dihadapannya saat ini.
"Saya ada perlu sama kamu. Bisa kita bicara sekarang?"
Gita menatap Pandu sebentar kemudian melirik Dion yang sedang berdiri dipintu mobil menunggunya.
"Maaf pak. Saya ada urusan yang harus segera diselesaikan. Mungkin besok atau lusa? Saya besok atau lusa saya datang kok ke kampus buat urus keperluan KKN"
Pandu tahu betul kalau ucapan gadis itu hanya alibi karena enggan bertemu dengannya.
"Urusan apa? Biar saya temani kamu pergi"
Gita langsung menggeleng pelan. "Bapak ada jam habis ini setahu saya. Dan saya juga sudah ada Dion yang menemani"
"Siapa Dion? Dia?" Pandu mengarahkan telunjuknya kearah pria yang sedang bersandar di pintu mobil dan sedang menatap mereka.
"Dia keluarga saya. Sekali lagi mohon maaf, saya tidak bisa bicara saat ini sama bapak. Permisi"
Pandu dengan cepat menahan lengan gadis itu. "Setidaknya jawab dan balas panggilan dan pesan saya Anggita"
"Maaf pak. Tapi SIM Card saya yang itu hilang. Dan belum beli yang baru"
Semakin banyak alibi yang dikeluarkan Gita maka semakin Pandu yakin gadis yang masih jadi kekasihnya ini sedang marah besar.
"Kamu menghindari saya?"
Mendengar itu Gita langsung menatap Pandu kemudian tersenyum miring sebelum akhirnya Dion datang dan menariknya untuk cepat masuk ke mobil.
"Maaf pak, bukan bermaksud tidak sopan. Tapi say butuh Anggita secepatnya untuk pergi dari sini. Ada banyak hal yang harus dia urus"
Pandu menghela napas malas. "Kamu siapanya bawa-bawa dia dari hadapan saya?"
Dion hanya tersenyum tipis "yang pasti saya lebih dibutuhkan Anggita kemarin, saat ini dan nanti. Saya rasa saya ini cukup berharga dibandingkan anda. Kalau begitu saya permisi dulu"
Pandu mengumpat pelan saat ucapan laki-laki yang mengaku dirinya lebih dibutuhkan Anggita dari pada dirinya. Dan itu sukses mengusik egonya.
Perlu diingat, Gita itu kekasih sekaligus mahasiswinya!
Di mobil Gita masih memandangi Pandu yang terlihat sangat kesal disana. Apalagi entah apa yang di bicarakan Dion pada dosennya itu sehingga sukses membuat wajahnya mengeras.
"Siap menyebarkan rumor untuk Ningtias?"
Dion masuk dan langsung memakai sabuk pengamannya.
Gita mengangguk yakin dengan apa yang akan dilakukannya sebentar lagi. Pokoknya sebelum si Ningtias itu melakukan kampanye perlahan-lahan dia akan merusak pandangan orang-orang dipartai yang sama dengannya dan juga masyarakat luar. Perlahan-lahan namun pasti.
"Kamu putus dengan dosenmu itu?"
Kening Gita langsung berkerut heran. Seorang Dion penasaran dengan hal-hal seperti itu? W O W sekali baginya.
"No, saya hanya sedang badmood ketemu dia"
"Dia cinta sama kamu"
"Kamu terlalu sok tahu Papa Dion" Gita membalas dengan senyum meremehkan.
"Kamu hanya terlalu takut dengan orang ketiga atau bagaimana sehingga tidak mau mendengarkan penjelasan dosenmu itu. Kamu takut kecewa?"
Perkataan Dion semakin menambah kadar badmoodnya.
"Well, semua cewek benci pelakor. Termasuk saya. Saya tidak akan menyalahkan seratus persen pada si penggoda. Nyatanya yang tergoda juga sama brengseknya kan? Gak bakalan ada sebutan wanita jalang kalau gak ada bantuan dari lelaki bajingan begitupun sebaliknya".
Dion hanya diam mendengar perkataan Gita dan lebih memilih untuk mengemudikan mobilnya keluar dari area kampus.
.
.
.
.
#koreksitypoBanyak yang sebelkan sama gue?
Iya tau. Gue kan emang menyebalkan.
So, siapa yang pilih Gita lanjut sama Pandu dan siapa yang pilih Gita udahan ajah sama Pandu?
Kalau vote sampe 400 baru gue cepet update deh.
See u pembaca ku yang budiman
KAMU SEDANG MEMBACA
Loves Dawet Book 2 [COMPLETED]
Teen FictionGita memutuskan pindah ke rumah Papi-nya saat merasa tidak lagi sepemikiran dengan Mami dan juga Suami Maminya.