20. Dion

6.3K 842 78
                                    

Happy reading.
No revisi


Pandu masih mendekap erat Gita yang sudah tertidur pulas dipelukannya. Mereka masih di rumah keluarga Adinata yang tampak kacau balau. Setelah polisi mengurus jenazah almarhum Papi Gita dan menangkap Ningtias yang terbukti bersalah karena membunuh mantan suaminya itu hingga rumah ini dipasangi garis polisi. Pandu memilih membaringkan Gita di salah satu kamar dilantai dua setelah tenaga gadis itu terkuras habis karena kejadian ini.

Ketukan di pintu kamar membuat Pandu yang memejamkan mata ingin beristirahat juga jadi tertunda. Sedetik kemudian sosok Yoga masuk dengan seragam polisinya dengan membawa makanan.

"Dia tidur?"

Pandu beranjak bangun dan dengan perlahan melepaskan belitan tangan Gita dan menggantinya dengan guling tidak terbangun.

"Ya"

"Ini makanan untuk Gita. Pastikan dia makan nanti kalau sudah bangun"

Pandu melirik makanan yang diletakan Yoga di atas nakas kemudian mengangguk.

"Bagaimana kejadian yang sebenarnya?"

Pandu melirik Yoga yang berjalan kearah jendela yang menampilkan pemandangan asri halaman samping rumah Adinata.

"Kalau dilihat dari cctv yang terpasang di koridor kamar. Ningtias membunuh beliau bukan di kamar melainkan di depan kamar. Kalau saja dia membunuh beliau dikamar mungkin Gita bisa terseret kasus ini juga karena sidik jarinya ditemukan di pisau yang digunakan sebagai alat pembunuhan karena di kamar itu tidak ada cctv"

Pandu memandang Gita dan mengelus pipinya lembut. "Mungkin kalau saya datang terlambat Gita sudah membunuh Ningtias saat itu juga"

Yoga yang melihat pemandangan itu mengernyit karena sampai kini dia masih belum bisa menghilangkan perasaannya pada Gita, bahkan saat sudah berusaha menjauh dari gadis itu dengan tidak memunculkan wajahnya. Tapi ternyata tidak semudah itu.

Memilih memalingkan wajahnya dari pemandangan dua sejoli itu Yoga memilih untuk bersikap profesional.

"Benar, untung saja kamu datang sebelum dia menghunuskan pisau itu ke leher Ningtias"

Mata Yoga memandang kosong kedepan. "Gita itu emosian, nekat dan keras kepala. Mungkin untuk sebagian orang itu menyebalkan, tapi untuk kami dia adalah mutiara yang harus di jaga. Dia satu-satunya anak perempuan di keluarga Bramantio walaupun bukan anak kandung, tapi Daddy sangat menyayanginya"

"Menurut saya, sikap Gita yang seperti itu bahkan kurang ajar pada orang yang dia tidak suka itu adalah cara dia meluapkan emosi. Mami Dian dan Gita dibawa ke keluarga kami dalam keadaan tidak baik, Daddy betekad untuk menjaga mereka dengan cara mengikat Mami Dian dengan pernikahan. Tapi sepertinya itu bukan ide yang bagus karena walaupun setuju di mulut tapi ternyata Gita menolak dihati.

Saya berulang kali melihat Gita menatap tajam pada Mama-mama yang lain karena menceritakan Maminya dibelakang saat masih pengantin baru. Itu hal yang wajar karena mulut perempuan tidak bisa ditahan untuk yang begituan". Yoga tersenyum tipis saat mengingat bagaimana Mamanya dan Mama mas Yogi menggosipi Mami Dian.

"Tapi Gita hanya menatap tanpa mau menegur Mama saya dan juga Mama mas Yogi. Didepan kami semua dia akan menjadi anak yang baik dan ceria bahkan terkadang bersikap manja pada Mama-mama dirumah dan itu membuatnya diterima. Setelah waktu berlalu saya baru tau kalau Gita hanya akting saja, bahkan ketika Mami Dian sudah dapat bergaul dengan nyaman bersama istri-istri daddy yang lain  saya tidak tau kalau sebenarnya Gita tidak nyaman dengan kami. Anak ini memang pandai berakting. Karena itu, saya harap kamu bisa menjaga dia".

Ucapan Yoga membuat Pandu mengehentikan gerakan jemarinya diatas pipi Gita. Ditatapnya Yoga dengan pandangan yang tidak bisa dibaca apa maksudnya.

"Saya akan lupakan perasaan saya, kamu menang"

Ucapan Yoga membuat senyum miring terpatri dibibir Pandu. "sedari awal kita tidak berkompetisi. Karena saya tau kalau saya yang akan menang"

Yoga berdecak sebal mendengar perkataan songong milik Pandu. Sekali menyebalkan memang tetap menyebalkan, batin Yoga.

"Terserahlah. Saya masih ada tugas, jaga baik-baik Anggita. Karena saya harus mencari Dion dan istrinya"

"Dion?"

Yoga mengangguk "Sudah seminggu Dion dan istrinya menghilang. Yogi kasih tau gue kalau Dion ada hubungan sama Ningtias jadi dia minta gue buat cari pasangan suami istri itu"

Pandu melirik kearah Gita kemudian meanikan selimut hingga kebahu kekasihnya itu. Setelahnya dia bangkit mendekati Yoga.

"Kita bicara diluar"

Yoga mengangguk dan langsung keluar lebih dulu dari kamar itu meninggalkan Pandu yang kembali bergerak kearah ranjang. Diciumnya dahi Gita dengan sayang sebelum mengikuti Yoga keluar dari kamar.

Suara pintu tertutup membuat Gita memutuskan membuka matanya. Tidur? Bagaimana dia bisa tidur kalau otak dan hatinya bekerja keras. Siapa yang bisa tertidur lelap saat hanya selang beberapa  jam saat melihat Papinya terbujur kaku di lantai dengan darah menggenang.

Mengingat itu membuat Gita meneteskan air matanya lagi. Papi memang bukan ayah idamannya lagi setelah perselingkuhannya dengan Ningtias, bukan pria yang bisa diandalkannya lagi setelah perceraiannya dengan Mami, bukan sosok pria yang bisa dibanggakan karena dari itu selepas SMA Gita memilih menutup rapat-rapat siapa keluarganya agar kejadian di SMA tidak terulang. Sudah cukup muak rasanya di gosipi dan di dekati dengan para penjilat.

Sampai kejadian ini terjadi, rasanya memang aneh karena sedari KKN intensitas Dion memberi informasi memang berkurang, tahu-tahu saja di hari terakhir berita perceraian Papi dan Ningtias sudah tersebar di media. Lalu dia di cemoh lagi dan di gosipi lagi. Pas pulang malah mendapati Papinya sudah tak bernyawa ditangan Ningtias.

Bagi Gita, sebagaimana bencinya pun dia dengan kelakuan Papinya tapi tetap saja di lubuk hatinya yang terdalam dia hanyalah anak yang butuh  kasih sayang seorang ayah kandung. Daddy memang baik tapi itu tidak cukup karena pada mulanya suami maminya itu baik dan sayang padanya karena didasari rasa kasihan dan Gita benci dikasihani.

Seburuk apapun Papinya karena selingkuh, nyatanya sebelum itu dia adalah pahlawan buat anak perempuannya, yang mengajarinya bersepeda, yang menemaninya kesekolah di hari pertamanya SD, yang selalu diam-diam memenuhi keinginannya saat dilarang oleh Mami. Masa kecilnya cukup indah walaupun tidak bertahan hingga dia beranjak remaja dan dewasa.

Isakan tangis mengencang seiring dengan tangannya yang membekap mulut sendiri agar tidak bersuara yang mungkin meebuat seseorang akan datang dan melihatnya dengan kondisi yang menyedihkan. Gita hanya tidak menyangka kalau Papinya akan pergi dengan cara mengenaskan.

Mata Gita membengkak dan merah memaksa untuk melihat kelayar Hp.yang sedari tadi bergetar diatas kepalanya. Nomor tidak dikenal tertera disana dan tanpa ragu Gita mengangkat panggilan itu.

"Halo?"

"Panda, ini saya Dion"

Mendengar itu Gita langsung terduduk dan mencengkram Hpnya dengan kuat.

"What the hell are you doing to me Dion!"

.
.
.

Silahkan mengeluh karena gue gantungin lagi.😂

Udah semakin dekat dengan kata tamat nih ngomong-ngomong

So, vote and komen harusnya nambah dong ya.

Jangan lupa vote and komen juga share agar temanmu tau apa yang kamu baca#alaalayoutubergitchu

Loves Dawet Book 2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang