Ceritanya belum di edit. Kalau ada keanehan itu wajar. Ini hampir 1000 word loh. Udah banyak itu😅
Happy Reading
Setelah kemarin gue kabur dari induk mantan mas pak pacar. Ugh! Sebutannya terlalu panjang pemirsa.
Gue hari ini harus berangkat ke kampus karena hari ini adalah keberangkatan a.k.a hari pelepasan para mahasiswa yang bakalan pergi KKN.
dan kalian perlu tahu bahwasanya yang jadi pembimbing gue adalah.....
Iyap, dugaan kalian benar. Mantan mas pak pacar yang terhormat Panduwinata anaknya kanjeng mami yang kacamatanya bolong.
Gila gak tuh?
Kita bakalan satu bis selama sepuluh jam perjalanan. Dikelompok gue ada 3 dosen pebimbing yang salah satunya adalah Pak Pandu. Setelah tau info siapa dosen pebimbing gue rasanya mau semaput. Mau taro dimana muka gue? Kan sekarang jadi keki.
Sampai di kampus gue langsung masuk ke auditorium dimana acara berlangsung. Pokoknya ramai dan gue jadi kesulitan cari dimana teman satu kelompok gue.
"Anggita? Kenapa terlambat?"
Oh demi apa? Thanks buat Pak Teguh yang tiba-tiba nongol didepan gue.
"Macet pak"
"Ya sudah ikuti saya. Kita ke barisan"
Dengan segera gue ikut dibelakang Pak Teguh yang tampak rapih dengan kemeja biru lautnya.
Oh ya, jadi Pak Teguh ini salah satu dosen pebimbing kami selama KKN nanti. Satunya lagi ada dosen dari fakultas lain yang sayangnya sampai saat ini gue masih bisa belum hafal mukanya .
Sampai disana gue lihat dua dosen pebimbing yakni si Mantan dan dosen dari fakultas lain sudah berdiri didepan barisan. Keknya sedang ngobrol deh.
Baru juga pantat nempel di kursi si mantan Pak Pacar tiba-tiba jalan ke arah gue. Oh please! Jangan ada drama diantara kita, apalagi didepan umum. Kalau mau minta balikan bentaran aja pak, tunggu saya mood dulu dong.
"Viola"
Uhukk...
"Kamu yang jadi bendahara kata teman-temanmu. Nanti uang saku kalian kumpulnya pas sampai di posko saja"
Pak Pandu lewatin gue begitu aja dan berhenti tepat dibelakang kursi gue. Apa tadi? Viola? Viola yang itu?
Dengan cepat gue balik belakang dan... Damn!!! Kenapa gue harus sekelompok sama cewek dempolan bedak kek dia sih!
Dengan suara lembutnya Viola menjawab dengan sumringah dan semangat. "Iya pak, saya akan mengumpulkan uang saku teman-teman nanti di posko. Bapak sudah sarapan?"
Hikkk...
Mata gue tanpa aba-aba menatap tajam mereka berdua. Hello? Wahai Viola, lo gak usah modus sama mantan gue!
Kini tatapan gue sama Papan bertubrukan tapi gak cukup tiga detik dia langsung memalingkan wajah dan kembali menatap Viola.
"Belum. Saya belum sarapan"
Viola semakin sumringah dan tersenyum lebar. Oh lebarin lagi ajah! Gue bantu lo jadi joker.
"Oh kebetulan pak. Ini tadi Pagi saya buat roti pisang. Bapak boleh coba" kata Vio sambil menyodorkan kotak makannya kearah pak Pandu.
"Boleh coba?"
Vio mengangguk cepat dan masih senyuman lebarnya.
Gak boleh ih!
"Enak. Kamu sendiri yang buat?"
"Iya pak saya sendiri yang buat. Kalau bapak suka kalau kita pulang dari KKN nanti saya bisa buatkan sebanyak yang bapak mau"
Buat noh! Sekarung sekalian.
"Kamu pintar masak?" Papan bertanya sambil mengunyah
"Pintar pak" jawab Vio dengan senyum malu-malu.
Oh astaga! Ini panas banget sumpah!
"Saya suka perempuan yang pintar memasak"
Oh cukup sudah!
"Maksud bapak apa ngomong kek gitu?"
Ngegas dong gue. Drama banget sih nih orang berdua. Hargai dong mantan yang gak bisa masak ini. Enak aja nyindir-nyindir.
"Ada masalah Anggita?"
Setelah bertanya seperti itu entah kenapa semua mata orang dikelompok gue kayak melihat gue. Oh tidak! Sepertinya gue terlalu ngegas tadi.
"Oh gak pak. Saya cuman anu..e itu..saya-"
"Viola, coba kamu bagi roti buatan kamu ke Anggita. Mungkin dia mau coba. Terimakasih yah rotinya. Saya suka ... Dan Anggita, kalau sudah ambil rotinya hadap depan lagi"
Ho ho ho! Lo jual gue beli!
"Mau gak lo? Jangan banyak-banyak tapi"
Setelah Papan pergi kembali ke depan kini gue harus berhadapan dengan Viola. Senyum manisnya udah luntur dan berganti jadi wajah kesel. Lo kira lo doang yang kesel?
"Makasih! Gue gak selera sama buatan tangan lo"
Dan setelah itu gue langsung balik badan menghadap depan. Seharusnya tuh gue pura-pura gak lihat tuh dosen aja tadi. Kan gue jadi sebel sendiri lihat tingkahnya. Astaga baru juga putus kemaren lah ini udah godain mahasiswi lain. Mana yang pernah dicipok lagi. Syialan emang!
Sampai di bus yang bakalan berangkatin kita ke desa tujuan. Temen sekelompok gue pada berbondong-bondong masuk ke bus buat cari tempat paling aman menurut mereka.
Gue sendiri dapat tempat yang lumayan nyaman. Sayangnya teman sebelah gue membuat gue gak nyaman. Keteknya bau kemenyan. Gue bisa pastiin belum sampe sejam bus jalan gue udah muntah duluan.
"Pak sini, sebelah saya masih kosong"
Suara cempreng Viola memanggil Papan untuk duduk disebelahnya. Dan kalian tahu apa? Dia dengan santuy duduk disamping Viola! Seharusnya tuh dia menolak gitu loh, hargain gue kek yang baru kemaren jadi mantannya.
Mana dia pakaiannya udah ganti dari yang formal jadi casual. Pake jeans, pake topi, pake kacamata, kan tambah ganteng!
Emang yah kalau udah jadi mantan segalanya berubah jadi lebih indah.
Kepalanya menengok kebelakang dan langsung bertubrukan dengan tatapan tajam gue. Dia natap gue dengan datar setelah itu kembali menghadap depan.
Gue mendengus kecewa. Kok sakit juga yah rasanya. Kan seharusnya dia tuh minta maaf karena udah cipokan sama Kirana, seharusnya usahanya supaya gue luluh kembali tuh panjaaaaaang supaya gue ada rasa bahwa gue itu diperjuangin. Kalau gini caranya berarti emang bener kalau dia juga gak serius sama gue. Tapi kan gue awalnya doang gak serius sama dia, toh juga pada akhirnya saat ini gue udah jatuh cinta sama dia.
Uh! Tuh kan gue jadi melow gini.
"Ibo, bisa gantian tempat duduk? Saya ada yang mau di diskusikan sama Gita"
Kepala gue sontak mendongak ke atas melihat siapa yang bicara.
Ibo dengan segala lemak ditubuhnya dengan cepat bangkit dan pergi ketempat Viola duduk.
Papan duduk tepat disamping gue sambil santuy. Di telinganya tersumpal headset, lalu tangannya tiba-tiba meraih tangan gue dan memberikan sebotol minyak kayu putih.
"Jangan sampai mabuk"
KAMU SEDANG MEMBACA
Loves Dawet Book 2 [COMPLETED]
Teen FictionGita memutuskan pindah ke rumah Papi-nya saat merasa tidak lagi sepemikiran dengan Mami dan juga Suami Maminya.