Gue update nih.
Vote sama komentar yak.Kalau ada keanehan seperti typo atau yang lain, silahkan komen ntar gue revisi.
Soalnya gue gak baca ulang.Oh ya, yang belum follow ig sama wattpad gue monggo di follow
Terutama di ig yah. Biar kita satu langkah lebih dekat. Elahh bahasa gue😂.
.
.
Happy readingNingtias menatap tajam pada Anggita atau jika dirumah ini lebih dikenal dengan nama Panda. Setelah tidak pulang semalaman, malam ini gadis itu datang dengan melemparkan surat hasil visumnya tepat didepan wajahnya. Bahkan hal itu membuat seluruh pekerja rumahnya yang sedang beraktivitas menyiapkan makan malam melongo tidak percaya.
Nyonya besar dilempari surat hasil keterangan dari dokter. Tepat di muka! Oleh anak tiri.
"Wuhh tepat sasaran"
Gita tertawa pelan saat lemparannya mendarat dengan tepat dimuka Ningtias yang dengan cepat berubah menjadi merah karena marah.
"Tidak tau sopan santun kamu!"
Gita berjalan melewati Ningtias memutari meja makan dan mengambil sebuah Apel dan menggigitnya dengan gigitan besar.
"Sopan santun tuh apa sih? Semacam martabak kismis ya?"
"Saya akan laporkan perlakuan kamu pada Mas Adi"
"Oh ya? Laporin dong"
Gita menelan kemudian mengigit apelnya lagi.
"Saya juga bakalan laporin perlakuan kamu ke polisi. Yok, saya mah kalau main lapor-lapor bisa kok diajak kerja sama" Gita tersenyum tengil pada Ningtias
Gita menduduki kursi utama yang biasanya menjadi tempat duduk Papinya sebagai kepala keluarga. Hal itu membuat Ningtias berang dan langsung menyeret dan mendorong Gita agar berdiri dan menjauh dari kursi itu sampai terjerembab ke lantai
"Kamu tidak berhak duduk disana kalau Papi kamu tidak ada. Hanya saya yang berhak!"
Gita yang sudah berdiri menaikan sebelah alisnya cengo. Dua kata untuk Ningtias, wanita kasar!
"Kamu bilang apa tadi? Hanya kamu yang berhak? Hahahahah ini kursi ada emasnya atau gimana sih sampai-sampai kamu marah besar hanya karena bokong saya nempel disitu"
"Kursi ini adalah lambang kekuasaan. Setelah Papi kamu, yang berkuasa dirumah ini adalah saya"
Gita berdecih kemudian melakukan hal yang dilakukan wanita itu kepadanya. Tangannya mendorong Ningtias dari kursi itu hingga terjatuh.
"Kursi ini untuk lima hari kedepan jadi milik saya selama Papi tidak ada dirumah. Dengar? Kamu hanya pembantu disini, jadi bertingkahlah seperti pembantu"
Ningtias hampir saja melayangkan tangannya kalau saja ujung matanya tidak sengaja menatap kertas yang merupakan hasil visumnya. Dia harus bisa mengatur emosinya karena ternyata anak suaminya ini tidak main-main dengan ucapannya malam kemarin.
"Dengar Pandanita, jangan kamu kira saya takut sama kamu dan jangan pernah kamu kira saya akan menghargai kamu walaupun kamu anak Mas adi"
Gita tidak merespon perkataan Ningtias dan lebih memilih untuk duduk di kursi milik Papinya dan mulai menyendokan nasi dan udang goreng di piringnya.
"Kamu dengar saya?!"
Gita berdecak lalu menatap malas pada Ningtias. "Saya gak gila hormat kayak kamu. Prinsip saya simpel, saya gak akan menghormati dan menghargai orang yang juga gak menghormati dan menghargai saya, dan saya gak niat untuk menghormati dan menghargai orang yang gak pantas di hormati dan sudah tidak punya harga diri. You get the point?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Loves Dawet Book 2 [COMPLETED]
Ficção AdolescenteGita memutuskan pindah ke rumah Papi-nya saat merasa tidak lagi sepemikiran dengan Mami dan juga Suami Maminya.