Setahun kemudian
"Happy graduation sayang. Semoga gelar kamu bisa menjadikan kamu manusia yang lebih dihargai, dan juga pengetahuan kamu tidak hanya diam didalam kepala tapi bisa kamu aplikasikan di dunia kerja. Tapi karena kamu pengangguran cukup aplikasikannya ke saya saja. Bantu-bantu periksa tugas adik tingkat kamu"
Gita mencebikkan bibirnya dan mendengus kesal. Dasar tukang atur, otoriter, kejam, hitler banget dia tuh!
Pandu yang mendapati Gita hendak pergi dari hadapannya buru-buru menahan kursi roda gadis itu agar tetap diam didepannya.
"Apa sih, saya mau kesana"
"Sebentar. Saya mau bicara dulu"
Pandu mengambil toga yang sudah dilepas oleh Gita setelah acara wisuda virtual barusan kemudian memasangkannya kembali di kepala Gita.
"Anggita Pandanita, Penjual es dawet depan fakultas, pemilik akun e-mail cendolkanji.com, gadis yang wangi santan sama gula jawa, selamat sekali lagi atas gelar sarjananya. Semoga kamu menjadi manusia yang pandai bersyukur, karena masih banyak diluar sana yang ingin kuliah tapi tidak bisa karena kendala biaya, dan lebih dari pada itu saya pribadi mengharapkan kamu menjadi perempuan yang lebih percaya diri dari sebelumnya. Karena gelar ini, adalah awal kehidupan yang sesungguhnya. Teman-teman kamu akan mulai merasakan bagaimana susahnya cari kerja, bertahan dengan ritme kerja yang gila, dan tantangan lainnya"
Tangan Pandu menangkup pipi Gita yang perlahan mulai memerah entah karena apa.
"Tapi kamu beruntung tidak akan merasakan bagaimana susahnya cari kerja dan bertahan dengan tempat kerja yang bagi sebagian orang itu kejam. Karena kamu punya saya, suami kamu yang bisa cari duit untuk memenuhi kebutuhan kita. Beruntung banget kamu Git"
Mendengar itu membuat Gita menyipitkan matanya dan menjauh dari Pandu.
"Anda ini sedang berperan sebagai apa ngomong-ngomong? Sebagai dosen atau sebagai suami saya? Saya harus manggil bapak atau mas?"
"Tergantung kondisi kamu"
"Maksudnya?" Tanya Gita gagal paham.
"Kapan terapi kamu lagi?"
"Minggu depan"
"Saya yang temani"
"Terserah"
Gita kembali menjauhkan diri dari hadapan Pandu namun lagi-lagi gagal karena tangan pria itu kembali menahan.
"Bentar dulu"
"Apa sih Mas, panas ini loh"
"Tadi ada titipan bunga dari Yoga. Katanya selamat atas gelar sarjananya"
"Terus mana bunganya?"
"Saya buang"
"Kok dibuang?"
"Bunganya jelek, murahan"
"Ya mendingan mas Yoga dong ngasih bunga walaupun murah. Dari pada seseorang gak ngasih apa-apa sama sekali"
"Siapa? Mama? Mama kan lagi keluar arisan, tapi nanti mungkin bawa buah tangan kok. Kan menantunya sudah jadi sarjana"
Gita berdecak kemudian tersenyum malas. Sebenarnya dimanakah letak kepekaan itu berada? Di balik bola mata atau di sela-sela gigi sih? Punya suami kok begini amat.
"Bapak Pandu yang ganteng, ini istrinya wisuda loh, dibanding mas Yoga yang ngasih bunga walaupun murah itu masih lebih bagus dari pada bapak yang istri sekaligus mahasiswanya wisuda gak ngasih apa-apa"
KAMU SEDANG MEMBACA
Loves Dawet Book 2 [COMPLETED]
Novela JuvenilGita memutuskan pindah ke rumah Papi-nya saat merasa tidak lagi sepemikiran dengan Mami dan juga Suami Maminya.