19. Papi

5.4K 846 96
                                    

Guys gue muncul lagi.

Di part ini sama sekali gak ada yang boleh dicontoh yah.

Tapi nih ya, gue ngetik ini sambil nangis masa, gak tau sih kenapa😂. Sedih aja gitu.

Pokoknya Jangan Lupa Vote and komen sebanyak-banyaknya.

Ini udah mendekati end yah

.
.
Happy reading
.
.

Typo dimana-mana. Naskah belum di revisi.

Rumah berantakan ini rasanya sudah jelas pasti karena pertengkaran Ningtias dan Papinya. Tapi ruangan yang bak kapal pecah itu sudah tidak menarik lagi di mata Gita. Pikirannya terlalu penuh dengan pengkhianatan Dion. Rasanya terlalu janggal karena dia sama sekali tidak pernah melihat tingkah aneh Dion selama ini, tahu-tahu saja dirinya sudah dikhianati.

Prang!!

Suara pecahan terdengar sangat nyaring dari lantai atas. Masih dengan badan yang gemetar karena syok, Gita berdiri dan melangkah naik untuk melihat apa yang menyebabkan sesuatu itu pecah.

Tangannya menggenggam erat pegangan tangga hingga sampai di depan pintu kamar yang terbuka milik Papinya terdengar suara rintihan dan juga isakan perempuan.

Dengan ragu Gita mendorong pelan pintu itu agar terbuka lebih lebar kemudian mengintip apa yang terjadi didalam sana. Sayangnya itu adalah pandangan terakhir yang ingin Gita lihat, tangannya dengan cepat membekap mulutnya agar tidak berteriak histeris. Badannya kini bergetar parah, pandangannya kosong walaupun air mata entah dari kapan sudah jatuh membentuk sungai kecil di pipinya.

Mendengar suara decitan pintu dari arah belakang membuat Ningtias yang memeluk Adinata yang sudah terbaring di lantai langsung menoleh. Matanya menangkap pemandangan kacau di depan pintu sana.

"Sa..saya tidak sengaja Panda"

Dada Gita terasa memberat ketika melangkahkan kaki untuk masuk lebih dalam melihat situasi kamar yang sama kacaunya dengan lantai bawah. Bedanya disini ada genangan darah yang membuat Gita menggeleng enggan mempercayai apa yang terburuk yang dibayangkan oleh kepalanya.

Matanya menyusuri seluruh kamar ini kemudian kembali terpaku pada sosok tubuh yang walau hanya kakinya yang dapat dilihat dari tempatnya berdiri.

"Itu Papi? Kenapa baring di lantai?"

Suaranya bergetar dan hampir hilang di akhir kalimat. Sayangnya pertanyaannya bukan mendapat jawaban dari bibir Ningtias, wanita itu malah meraung kencang dan kembali bersimpuh memeluk Papinya yang sama sekali tidak bergerak.

"Bangun mas ... Bangun. Aku minta maaf"

Mendengar raungan itu membuat Gita memegang kepalanya yang tiba-tiba sakit. Tangannya tanpa sadar menjambak rambutnya sendiri berharap denyutan disalah satu bagian kepalanya berhenti saat itu juga.

"Saya tanya kenapa Papi saya di lantai Ningtias. Jawab!"

Lagi dan lagi Ningtias hanya menangis meraung diatas tubuh Papinya yang tidak bergerak sama sekali.

Sayang sekali respon Ningtias semakin membuat dugaan buruknya terlihat nyata. Terlebih lagi pemandangan darah dan juga pisau dapur yang ada noda darah di setiap sisinya tergeletak tidak jauh dari tempat Papi dan juga Ningtias.

Langkah Gita tampak kuat walaupun badannya bergetar hebat. Tangannya mencengkram rambut Ningtias dengan kuat lalu menarik perempuan itu menjauh dari Papinya.

Loves Dawet Book 2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang