7. Kesialan Yang Hakiki

5.5K 728 54
                                    

Belum gue edit sama sekali
Kalau ada keanehan itu wajar. Okeh?

Musti komen yang banyak
Dan yang belum Follow akun gue silahkan di Follow yah.
🤗

"Aduh! Saya jatuh Pak"

Gita menatap malas pada Viola yang kini sudah tertidur ditanah. Idih! Siyi jitih Pik. Yang bilang situ terbang siapa?

Menurut Gita seharusnya orang yang tadi memberinya minyak kayu putih itu diam saja disampingnya. Gak perlu lah ke tempatnya Viola jatuh. Toh disamping Viola banyak cowok-cowok yang mau nolongin dia kok. Tapi syialannya si dempolan bedak gak mau terima, maunya ditolong sama bapak dosen yang terhormat.

"Kamu tidak apa-apa?"

"Kayaknya kaki saya terkilir deh pak"

"Coba saya cek"

Papan pun memeriksa kaki si Vio yang dari sini bisa gue lihat lagi sembunyiin senyum kesenengannya. Dasar manusia lebay!

"Aduh! Sakit banget Pak"

"Aduhhh"

"Aduuhhh"

Asdfghjkl!

"Naik ke punggung saya"

Dan seketika semua mata membulat kaget begitupun Gita. Sedangkan Vio sudah kesenangan karena akan di gendong sama Papan.

"Tapi Pak.. apa tidak apa-apa?"

Papan menggeleng tegas kemudian menyuruh anak-anak yang lain membantu Vio naik ke punggungnya.

Napas Gita berhembus cepat. Oh astaga! Apa-apaan ini? Gita sampai tidak habis pikir  dengan laki-laki yang sampai saat ini masih menjadi mantannya. Menurutnya, seharusnya dosen yang sekarang merangkap menjadi mantannya itu harus lebih perhatian pada dirinya. Yah, menurutnya seharusnya begitu!

"Sekarang kita jalan. Yang perempuan saya minta agar tidak mengambil foto di jembatan yang didepan sesuai yang diarahkan kepala desa. Terus ini koper Vio tolong yang tidak terlalu banyak bawa barang. Di bantu temannya untuk dibawakan"

Krik...krikk...

Semua ekspresi langsung berubah jadi datar. Helo, siapa sih yang mau bersusah payah bawain barang orang untuk perjalanan yang cukup jauh ini padahal kita juga punya barang sendiri.

Mata Pandu menatap keseluruhan mahasiswanya, yang perempuan rata-rata rempong dengan koper dan tasnya sedangkan laki-laki sudah cukup banyak bawaan karena perabotan memasak yang harus dibawa melewati jembatan ini. Karena memang mereka tidak akan tinggal di salah satu rumah warga melainkan bangunan dibelakang mesjid berupa gedung tingkat dua yang hanya difasilitasi WC yang cukup baik. Selebihnya mereka harus membawa perlengkapan masak dan tidur sendiri.

"Anggita, karena hanya kamu yang satu-satunya tidak bawa koper. Tolong kamu bwakan koper Viola"

Muka Gita langsung mendung seketika. "Tapi kan saya bawa tas Pak. Tas saya berat"

"Saya tidak mungkin bisa, apalagi temanmu yang laki-laki. Mereka harus bawa kasur dan perabotan lain. Nanti kalau kamu capek. Gantian sama temanmu yang lain"

Setelah itu Pandu dan Viola berlalu begitu saja meninggalkan Gita yang menatap malas pada koper besar berwarna Pink terang. Sedangkan temannya yang lain ikut berlalu di belakang Pandu.

Gita menatap rombongannya yang sudah beberapa meter didepannya berjalan diatas  jembatan gantung yang menjadi penghubung bagi dua desa.

"Gue lempar ke Kali juga nih Koper!"

Menyudahi sumpah serapah yang ada di otaknya akhirnya Gita menyeret koper itu dengan dongkol.

Lebih dongkol lagi saat tau betapa beratnya koper si dempolan bedak ini. Asdfghjkl! Ini namanya penyiksaan!

Sampai akhirnya diujung jembatan Gita harus menghela napas lelah mendapati jalanan becek dan mereka harus pintar-pintar memilih jalan.

"Bisa tolong nanti kalau kamu udah dijalan yang bagus. Aku tasnya diambilin dulu yah, nanti pas selesai angkat koper Vio aku ambil lagi"

Gita meminta tolong pada salah satu teman kelompoknya yang kelihatan anteng mengangkat kopernya yang kelihatannya tidak berat-berat banget. Syukurnya si cewek tersenyum manis dan mengangguk.

Tapi sayang, saat berada dijalan bagus nyatanya si ciwik itu malah meninggalkannya sekalipun sudah Gita teriaki.

"Sialan banget sih! Apa katanya tadi tuh dosen? Nanti kalau kamu capek gantian sama temanmu, ck bullshit lah! Ini aja gue minta gantian pada pinter ngeles semua! Pada nolak semua. Bangsat emang!"

Melihat teman-temannya sudah jalan jauh didepan sana tanpa ada yang minat menolongnya sama sekali padahal mereka tau kalau dia sedang kesusahan karena harus membawa koper dan tas yang beratnya We O We banget. Huhh pengen nangis aja rasanya!

"Permisi"

Gita langsung menepi dan mempersilahkan  teman cowok yang juga satu kelompok dengannya itu lewat. Cowok itu memikul kasur yang digulung di punggungnya sedangkan tangannya menggeret koper besar.

Dengan mudahnya kaki-kaki panjang dan tangan berotot itu melewati jalan becek walaupun sesekali harus berhenti untuk memperbaiki posisi kasur di punggungnya.

"Seandainya gue cowok gak mungkin gue makan hati sebegininya kali yah. Tapi gue kan cewek. Bawa tas sendiri aja bikin sesak napas ini malah disuruh bawa koper orang. Mana orangnya keenakan digendong!"

Melihat dirinya semakin ditinggal jauh sedangkan hari sudah sore akhirnya Gita memantapkan dirinya bahwa dia pasti bisa.

Dan di langkah pertama juga kakinya yang dibungkus sepatu putih kesayangan harus rela kotor berwarna kecoklatan begitu juga sebelah kakinya hingga betis. Kakinya terbenam di jalan becek yang cukup dalam dan itu sontak membuat Gita langsung lemas dan bulir-bulir air mata yang ditahannya karna saking dongkolnya akhirnya merembes keluar juga.

"Sialan emang! Seharusnya dari awal gue tinggalin aja tuh koper. Biar tuh dosen yang ambilin. Huhuuu pengen pulang"

Dengan perlahan Gita mengangkat sebelah kakinya yang terbenam. Dan melihat warna sepatunya sudah berubah total jadi kecoklatan semakin membuat Gita terisak.

"Sepatuh gue Ya Allah... Demi cendol kanji gue, ini mahal banget"

"Lepaskan tas kamu. Nanti saya bawakan sampai ke jalan yang bagus"

Mendengar suara berat didepannya membuat isak tangis Gita langsung terhenti.

Loves Dawet Book 2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang