Chat Misterius

2.6K 80 2
                                    

"Kawinlah dengan gadis atau janda muda yang lebih cantik dan sexy dari aku, Pi! Setidaknya aku menunduk jika ada yang membandingkan. Aku yang akan melamar untuk Pian, asal bukan bini orang!" ucapku malam itu saat Ardian meminta agar tidak mengganggu malam-malamnya dengan alasan ibadah malam, konyol saja alasan yang dibuat. Bagaimana bisa pria dengan nafsu tinggi seperti dia berpuasa hubungan badan. Lagi-lagi selalu ibadah yang menjadi alasannya. Munafik!

"Maksudmu apa? Aku itu sedang punya hajat besar, fokus ibadah malam!" elaknya sambil terus menatap layar ponselnya, sesekali wajahnya tersenyum sendiri.

"Baiklah, apa yang jadi hajat, Pian? Aku akan bantu doa, sholat malam."

"Fokus saja pada Bintang Perkasa, follow up lagi Kertopaten dan Sinar Mentari sebab aku dengar butuh karyawan banyak."

Jawabannya menambah keyakinan bahwa Ardian terlibat affair lagi dengan perempuan di luar. Haruskah aku kembali bergerak untuk menghentikan kekonyolan yang selalu dia lakukan? Ardian semakin tidak perduli dengan perkembangan usaha kami, bahkan anak-anak diacuhkan.

"Semua usaha akan lancar jika suami istri berdoa dan berusaha bersama, bukan jalan sendiri-sendiri!" Aku mencela ucapannya dengan menatap penuh selidik.

Ardiansyah diam dan berlalu, dan itu membuat kian yakin ada bangkai yang disembunyikan. Bukan tanpa alasan mencurigai, terlalu banyak bukti. Satu bulan yang lalu ada SMS dari nomor tak kukenal, menceritakan kalau Ardian kembali main gila dengan perempuan.

Dalam usia pernikahan kami yang ke delapan tahun, sudah ada enam perempuan yang hadir. Bahkan dua anak hasil dari perselingkuhannya, ada dalam asuhanku.

.

[Sabtu, dia sudah ada janji kencan di hotel S]

Chat lagi dari nomor tak kukenal, siapa sebenarnya dan apa maksudnya membuka kedok suamiku. Meskipun tidak pernah aku balas, tetapi info darinya sangat membantu.
Menyusun rencana untuk menjebak Ardian dan si perempuan itu, geram dan sakit mengetahui siapa yang telah menikung rumah tanggaku kali ini.

Sabtu pagi Ardian pamit akan pulang malam karena sedang meninjau proyek sepulang kantor, hanya mengiyakan meskipun ingin tertawa. Dasar iblis berwajah Arjuna, 'kamu pikir aku bisa dibodohi lagi?'

Aku tahu sebagai legal advisor, Ardian tidak akan lama berada di perusahaan itu, hanya beberapa jam saja dalam sehari sedangkan proyek yang dia bilang hanya hoax. Teman yang dibilang kerja sama telah aku hubungi dan uang yang aku berikan belum disetor oleh Ardian. Proyek renovasi ruko untuk depo air isi ulang dan laundry belum berjalan.

"Mbak In, nanti siang bisa aku pinjem motor?" Aku menghubungi Mbak Indriani sahabat sekaligus tetangga perumahan, sengaja meminjam motor untuk menguntit si Arjuna berhati iblisku.

"Ko ndengaren, Mbak Na. Opo kanggo semua kendaraan?"

"Nanti tak critani Mbak, hanya tuker motor dan pinjem jaket sekalian."

Mbak Indriani pasti heran mengapa aku meminjam motor, sedangkan di rumah ada tiga motor dan mobil. Namun, aku butuh penyamaran ini sempurna. Ardian itu instingnya seperti anjing, mudah mengendus ketidak beresan di sekelilingnya. Untuk meringkus maling kelamin harus lebih sabar, penuh intrik dan waspada tentunya.

.

Aku melajukan motor matic milik Mbak Indriani menuju kantor Ardian, lengkap dengan jaket dan helmnya. Duduk santai di warung kopi depan kantor, aku menyamarkan diri dengan berjilbab. Hari sabtu kantor tutup pukul satu siang tanpa istirahat. Sepuluh menit kemudian melintas motor Ardian dan aku siap menguntit kemana dia pergi bersama perempuan yang telah aku bantu dengan memberinya pekerjaan.

Dengan sedikit gugup mencoba mengendalikan laju motor agar tidak kehilangan jejak, untung saja Ardian juga tidak terlalu kencang membawa motor. Menuju jantung kota, arus lalu lintas lumayan padat sehingga aku kian berkosentrasi mengawasi pasangan selingkuh itu. Perempuan itu menempel erat di punggung Ardian, seperti lintah yang menghisap darah. Detak jantung kian bertalu ketika mereka memasuki area parkir hotel kelas melati, seolah sepasang suami istri mereka melenggang masuk dengan bergandengan tangan.

Hampir saja menghampiri mereka, tetapi aku harus pelan-pelan menghadapi Ardian. Ibarat hendak menangkap ayam jangan dikejar, tetapi memberikan makanan agar mendekat. Meskipun dengan dada yang bergemuruh, mencoba berpikir jernih untuk mendapatkan bukti.

Dengan penampilan berhijab tentu saja dapat mengikuti hingga di depan resepsionis. Beberapa kali mengambil gambar dengan diam-diam tanpa membuat curiga siapapun.

Setelah memastikan mereka datang ke sana untuk bermesum ria, aku kembali ke rumah seakan tidak terjadi apa-apa. Gila? Iya, memang gila membiarkan suami tidur siang dengan perempuan lain. Bersiap diri dan membawa anak-anak berakhir pekan, belanja dan melakukan apa saja yang membuatku senang.

***

"Kamu boros banget, Minggu kemarin beli tas sekarang sepatu. Mikir investasi!" hardik Ardian ketika aku pulang bersama anak-anak. Tanpa memperdulikan omongannya aku berlalu dan merawat anak-anak agar segera tidur.

Sengaja mengacuhkan Ardian, karena sudah pasti mencari alasan agar aku tidak bertanya mengapa dia tidak bilang kalau tidak bisa pergi bersama kami. Tentu saja tidak bilang, sebab aku akan meminta alasan yang logis dan tentu itu menyulitkan karena otaknya sedang mesum. Geram mengingat siapa rival kali ini, tetapi harus tetap bermain cantik agar rumah tangga ini tetap utuh.

"Apa sudah tak ada gadis yang mau Pian kencani lagi hingga istri orang diembat juga?" Aku tersenyum sinis ke arah lelaki yang sewindu sudah bergelar suamiku, sengaja menekan dengan pertanyaan malam ini agar Ardian tahu aksinya sudah di tangan.

"Jaga bicaramu! Dia itu anak yatim, butuh bantuan," jawabnya dengan muka blingsatan karena terkejut dan jawabannya seakan membenarkan ucapanku.

Aku terbahak, "Yatim? Apa hadist-nya anak yatim masih ada suami yang menafkahi, Pian bantu? Apa di negeri ini sudah habis anak yatim? Apa dengan menidurinya juga bantuan!?"

"Na ...!" Ardian berteriak sambil menunjuk mukaku, nafasnya memburu dan matanya berkilat penuh amarah.

Nyaliku menciut sebab baru kali ini dibentaknya, meskipun sering berselisih tetapi nada bicara masih normal. Mata saling bertemu, tetapi hanya sebentar karena Ardian menghempaskan tubuhnya ke kursi di seberang meja kerjaku. Kami selalu berbicara serius di ruang kerja sebab anak-anak tidak akan memasuki atau mendengar pertengkaran kami, sudah menjadi kesepakatan berdua.

Masih melihat gerak-gerik Ardian, sebab tidak biasanya dia akan kasar begini jika aku mengungkap kebenaran atas kebusukannya. Berulang kali dia selingkuh, tetapi berakhir rukun kembali. Banyak yang bilang aku perempuan bodoh, karena mereka tidak tahu sebenarnya. Bisa saja meminta cerai, tetapi ada beberapa orang yang harus dijaga perasaannya meskipun aku terluka. Apa benar terluka? sedangkan bertahun hidup bersama tidak merasakan getar dalam hati saat bersamanya. Pernikahan yang terpaksa aku jalani karena Ardian memperkosaku, bergidik melihat betapa bejatnya pria tampan ini mendapatkan keinginannya.

[Tak kusangka, kamu perempuan hebat]

Chat misterius itu datang lagi, berarti dia tahu aksiku ketika mengikuti Ardian dan Susanti tadi siang. Haruskah aku berterimakasih atau harus waspada sebab bisa jadi musuh dalam selimut. Tetapi siapa?

Perempuan KetujuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang