Part 2

1.5K 60 3
                                    

Hari ini tanggal 15, harus rekapan absensi di perusahan rekanan tempat aku mensuplay tenaga kerja. Karena karyawan masih di bawah 500 orang yang tersebar di beberapa perusahaan maka belum berani mempekerjakan banyak staff, hanya aku dan dua orang supervisor yang salah satunya adalah adik perempuanku.

"Kak, hari ini aku ke Sinar Abadi atau Indoraya?" tanya adikku di dapur ketika aku masih mencuci piring, kantor menjadi satu dengan rumah tinggal.  Merenovasi garasi untuk kantor sementara, sebab usaha ini baru dua tahun aku rintis bersama Cahyo teman Ardian.

"Sinar Abadi saja, aku ke Indoraya sekalian mbahas MoU."

Namun aku tercenung melihat dompetku tergeletak di meja, sedangkan tadi aku masukkan dalam tas ketika mengantar anak-anak sekolah. Untuk mengurus mereka aku dibantu seorang perempuan yang datang pagi pulang sore, sedangkan tadi dia langsung mengantar Jasmin Paud. Tanpa menaruh curiga aku berangkat sedangkan Adrian entah ke mana, pergi tanpa pamit.

.

[Suamimu berduit juga rupanya, melunasi hutang simpanannya]

Chat misterius itu datang lagi, Ardian membayar hutang simpanannya? Dari mana dia dapat uang, sedangkan keuangan semua aku kendalikan kecuali gaji yang diterima dari kantor Cahyo. Entahlah tidak ingin berpikir buruk lagi, bisa saja Ardian goal dalam menjualkan tanah orang. Namun kok enak bayarin hutang orang, padahal motor dia aku yang bayar. Kembali kosentrasiku terganggu oleh informasi gelap itu, Ardian yang aku kenal sangat pelit dan perhitungan rela keluar uang untuk perempuan itu?

"Bu, besok waktunya setor asuransi karyawan!" Dika staf freeline yang biasa mengurusi pajak dan asuransi datang menagih.

"Total berapa?"

"Ini, Bu!" Dika menyerahkan rincian yang harus aku bayar.

Namun jantung ini seakan hendak melompat ketika mengetahui sisa saldo dalam rekening,  mengingat-ingat apa aku transaksi tetapi lupa mencatat. Tidak, aku tidak melakukan pembayaran atau transaksi apapun. Uang sebagian sudah aku gunakan untuk membayar dagangan, saldo tak cukup. Memutar otak bagaimana menutup kekurangan, sedangkan BG dari buyer juga masih belum jatuh tempo.

Lagi-lagi dadaku seakan dihantam batu, bahkan hampir ambruk setelah tahu tabungan pendidikan untuk anak-anak juga berkurang. Tak salah lagi, Ardian pelakunya. Darah mendidih, tanpa berpikir panjang aku menyusul Ardian ke kantornya.

Ardian tidak ada, katanya sedang mengurus surat izin tinggal WNA yang bekerja di perusahaan itu. Bertemu dengan Cahyo, yang terheran melihatku datang mencari Ardian.

"Sejauh itu ya?" Pertanyaan Cahyo seakan dia tahu kelakuan Ardian selama ini, aku menatap pria bermata sipit itu dengan tajam.

"Apa kamu tahu semua?"

Cahyo menyandarkan punggung, "Tidak semua, hanya dengar slentingan saja."

Aku menyodorkan ponsel, "Kamu tahu kira-kira ini nomor siapa?" tanyaku sambil memperhatikannya yang menggeser layar ponsel untuk membaca chat misterius itu.

Gelengan kepala Cahyo membuatku mendesah pelan, kemana aku harus mencari titik terang.

"Kamu harus lebih hati-hati tentang semua asetmu dan keuangan. Sebab setahuku, dia sering banget terlibat affair dengan lelaki kaya." Ucapan Cahyo membuatku mendelik.

"Dia?" Tanpa sadar aku memekik, terkejut akan berita yang baru saja aku dengar tentang perempuan yang kini tengah menjadi duri dalam daging.

Cahyo mengangguk, "Hanya diambil hartanya, gaya hidupnya sok jet set," lirihnya membuatku mengangguk paham bagaimana rivalku kali ini.

Perempuan KetujuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang