Ketika aku hendak ke kamar mandi yang letaknya bersebelahan dengan kamar Ardian, kembali mencium aroma anyir dan pengap. Aroma khas mahkluk astral. Seketika meremang bulu kuduk, merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan rumah atau diriku. Namun, apa?
Memberanikan diri membuka pintu kamar yang ditempati Ardian, karena sudah tiga bulan ini minta tidur sendiri. Aroma parfumnya menguar, tetapi hawa dingin kian terasa. Kamar ini sebenarnya kamar pembantu, tetapi karena aku memperkerjakan pembantu datang pagi pulang sore maka kosong. Hanya ada single bed, satu almari dua pintu, kipas angin dan TV kecil. Duduk di tepi ranjang dengan perasaan campur aduk, di mana Ardian sekarang.
"Mama ...?" Sativa dan Musa berdiri di depan pintu dengan wajah cemas. Aku melambaikan tangan agar mereka mendekat, dan merengkuh mereka dalam pelukan. Sativa terisak, pasti takut aku tak menjemputnya dari rumah kakak. Sedangkan di belakang mereka berdiri Jasmin dan Aegel dengan muka ditekuk.
Sativa dan Jasmin, bukan lahir dari rahimku. Dia adalah anak hasil perselingkuhan Ardian dengan perempuan yang ditipunya dengan mengaku masih lajang. Atikah, sahabat yang aku kenal di sebuah Asosiasi Personalia Jawa Timur ternyata juga menjadi korban kebiadaban Ardian. Atikah, menyerahkan Sativa setelah tahu aku adalah istri Ardian.
Sedangkan Jasmin, anak Dewi-perempuan yang bekerja di pabrik tempat Ardian dulu bekerja. Orang tua Dewi bersimpuh di kakiku agar menerima bayi merah itu, sedangkan saat itu aku juga tengah menyusui Musa. Dengan hati berdarah-darah mencoba untuk menerima mereka dan merawat seperti anak kandung.
Orang lain menilai aku perempuan bodoh, mau saja menerima kembali Ardian yang terang-terangan bejat luar dalam. Namun, aku dengan santai menjalani semua tanpa beban dan sakit hati itu seakan tidak pernah ada. Apalagi teringat ucapan mertua sekaligus orang tua angkatku, tentang keinginan mereka ingin memiliki cucu perempuan. Kehidupan semakin membaik setelah Sativa dan Jasmin hadir dalam kehidupan kami, tumbuh besar hanya selisih beberapa bulan dengan anak kandungku.
"Mama ...?" Aku sadar dari lamunan sesaat bahwa ada dua bocah yang juga ingin dipeluk.
Aku mengangguk, dan kedua bocah yang memiliki wajah seperti anak kembar itu berlari mendekat. Kami berempat berpelukan dan saling menertawakan, tanpa sadar air mata luruh dari mataku. Di balik hati yang porak poranda ternyata Allah memberiku kebahagiaan dengan kehadiran mereka. Di setiap doa aku memohon agar tidak ada yang mewarisi sifat bapaknya, meminta Allah menjadikan mereka anak sholeh sholehah.
Karena mereka aku kuat, dan tidak pernah merasa lelah untuk bekerja mencukupi kebutuhan yang seakan diabaikan oleh Ardian. Meskipun sempat ditentang oleh keluarga tentang keberadaan Sativa dan Jasmin, aku bergeming. Mereka tidak bersalah, dan berhak hidup layak. Bahkan mereka tidak tahu bahwa mereka bukan lahir dari rahim ini. Jasmin, begitu dekat denganku karena menyusu bersama Musa. Wajahnya sangat mirip Aegel juga Ardian, berkulit putih bersih dan berambut ikal. Sedangkan Sativa dan Musa ada kemiripan denganku, berkulit agak gelap dan berambut lurus.
"Ayo, semua mandi dan bersiap sholat mahgrib! Tadi gak ada yang TPA ya?" Aku menatap mereka satu persatu, dibalas tatapan mengiba semua.
"Kan nunggu mama pulang, nanti kalau TPA takut mama pergi lama," Jasmin mengerjap seakan memohon agar memaafkan mereka yang tidak pergi mengaji.
"Ya sudah buruan mandi, bisa bergantian sebelum azan!"
Namun, ketika aku hendak berdiri melihat sesuatu yang mencurigakan di bawah bantal. Sebuah ponsel, aku mengernyit karena belum pernah tahu Ardian memiliki ponsel lain selain yang sering dibawanya. Ponsel mati, mungkin kehabisan baterai. Segera membawanya ke kamar dan mengisi daya.
***
[Tenang saja pak, ibu tak akan perduli tentang semua selama bisnisnya lancar.]
Ada chat masuk sesaat aku mengaktifkan ponsel, dari Heri Satpam. Apa Heri yang juga pernah aku tolong dengan memberikan peluang menjadi anggota keamanan di perusahaan? Benar-benar lingkaran setan tengah melingkupi hidup, semua yang aku bantu menjadi pengkhianat. Dengan gusar aku membaca chat mereka sebelumnya, ternyata Heri juga tahu perselingkuhan itu.
"Iya Pak, posisi di mana? Bebeb nyari terus itu!" Suara di dalam ponsel adalah suara Heri, belum sadar kalau yang menelpon bukan Ardian.
"Bebeb mana lagi yang nyari?"
"I ... Ibu?" Suara Heri terdengar gugup.
"Kenapa? Masih mau nutupi kebusukan Ardian dan menikamku yang telah ngasih kamu kerjaan. Bangsat banget ternyata ya?!"
"Maa ...."
"Maaf ... ya maaf?!" sengitku, terdengar helaan nafas panjang dari Heri.
"Aku gak nyangka banget, Her. Sumpah demi anak perempuanmu, kok iso kamu ndukung perbuatan bejat Ardian?!"
Heri hanya diam, berulang kali terdengar nafas panjangnya. Membuatku makin meradang.
"Apa sih salahku hingga kalian tega berbuat begitu? Uang aku kasih, kerjaan aku carikan. Kelaparan aku bantu, apa ... apa aku pernah curang?" pekikku tanpa sadar karena saking emosi, ibu yang belum tidur menghampiriku di ruang kerja.
"Nduk?" Wajah ibu begitu pilu, seakan tahu apa yang tengah aku hadapi. Ponsel aku lempar begitu saja, dan tergugu di atas kursi kerja.
"Jangan mengungkit kebaikan yang telah kamu tanam, biarkan berbuah pada masanya nanti. Menanam padi tumbuh rumput itu biasa, Nduk."
Aku menangis bukan karena pengkhianatan Ardian, tetapi karena orang-orang yang selama ini aku anggap mereka keluarga malah menikamku. Tiba-tiba kembali mencium aroma anyir yang membawa hawa dingin. Menoleh ke arah ibu seakan bertanya apa juga mencium aroma yang sama, dan ibu mengangguk.
"Besok kita pulang saja, mumpung anak-anak libur sekolah." Aku hanya mengangguk mendengar ajakan ibu untuk pulang.
***
"Nduk, ini ada Zam-zam dari Ummi Nur!" Ibu menyodorkan tumbler.
"Wudhu dulu lalu baca Fatehah, sebelum minum!" tandas Ibu sambil membuka jendela kamar.
"Nana belum sowan kok sudah dikirimi to?" tanyaku setelah selesai wudhu dan kembali duduk di tepi ranjang.
"Wes gak apa-apa, mengko kesana lagi!"
Meskipun sedikit heran aku menurut saja untuk meminum air dari tumbler, ada rasa hangat mengalir dalam tenggorokan. Bukan dingin atau sejuk seperti saat minum air putih, apa sebenarnya yang ibu berikan untukku?

KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan Ketujuh
Mystère / ThrillerPernikahan yang terpaksa di jalani oleh Nana (Tectona grandis) dengan Ardiansyah karena dirinya telah diperkosa. Nana tidak pernah tahu bahwa Ardian seorang penganut ilmu hitam, yang mencari tumbal dengan meniduri para perawan. Selama 9 tahun Nana...