Pernikahan yang terpaksa di jalani oleh Nana (Tectona grandis) dengan Ardiansyah karena dirinya telah diperkosa.
Nana tidak pernah tahu bahwa Ardian seorang penganut ilmu hitam, yang mencari tumbal dengan meniduri para perawan.
Selama 9 tahun Nana...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Semoga pesan yang tersirat membawa manfaat bagi pembaca, dan tokoh dalam cerita.
***
Ketika pucuk-pucuk malam yang gelap Tertunduk pada senyap Aku hanya mampu panjatkan doa dalam rindu Damailah adamu, dalam tidur panjangmu Damailah dalam indah surga Kekasihmu
Adamu dalam kisi hatiku Tak seorangpun akan mampu menggantikanmu Bayang akan besar cintamu Senantiasa ada dalam jalan hidupku
Di setiap hembusan napas ini Adalah adamu berdetak bersama nadi Laksana malam yang sunyi Akan kubiarkan hatiku tak berpenghuni.
***
Kembali ke kamar dengan langit-langit berlukis cakrawala, bagai racun yang berlahan menyesap semangat. Aku terbelah sepuluh hari sudah, makan hanya ritual tanpa mantra. Duniaku menggelap, bahkan hampir luruh tanpa sentuhannya. Setelah tujuh hari, meninggalkan Raka sendiri di sana bersama kembang Kemuning. Membawa secuil kenangan yang tak akan pernah aku buang.
Masih dalam mimpi buruk ketika rasa ingin ke belakang tiba-tiba datang, tetapi nyeri sedemikian hebat mendera. Kaki menjadi kaku, hingga harus berguling untuk meraih ponsel.
"Mbak ... aku mau mati," lirihku saat Mbak Ana menerima panggilanku.
Sesaat kemudian pintu kamar terbuka, Mbak Ana datang tergopoh. Perut dikompres air hangat, digosok minyak angin. Tak mempan, IGD adalah tujuan akhir. Semua berakhir tanpa harus opname, tetapi kesulitan buang angin bahkan tidak bisa buang air besar mendera lagi di malam hari.
"Vi, aku anterno pulang. Mungkin pijat bisa membantu." Meminta Avian mengantarku pulang ke kampung, berniat pijat badan karena beranggapan kecapekan.
Namun, di tengah perjalanan sakit mendera lebih hebat lagi. Avian langsung melajukan mobil ke rumah sakit langganan keluarga di kota Pare. Endoscopy, USG, hasilnya ada benjolan di luar kandungan. Operasi darurat karena perut sudah membengkak.
Dalam tubuh yang menggigil karena menahan sakit, aku marah kepada Sang Pencipta. Mengapa sedemikian hebat ujian yang ditempakan kepadaku. Ingin menyerah karena merasa tak sanggup lagi untuk bertahan. Namun, saat membuka akun sosmed untuk mengirim pesan pada ibu kandung Sativa dan Jasmin, malah ditampar oleh sebuah postingan di konten Islami.
Bahwa Allah tidak membebani hambanya melainkan sesuai kemampuannya, dalam Surah Al-Baqarah 286.
"Mama ... Mama, sehat ... fighting!" teriak Musa dan Jasmin sambil menirukan gaya Raka saat menyemangati mereka sedang berlomba lari saat liburan kemarin.
Bagaimana bisa aku menyerah sedangkan mata-mata indah itu penuh pendar harapan, hanya padaku mereka bergantung masa depan. Akhirnya tujuh jam di meja operasi karena benda dalam perut itu terus bergerak, bagai bernyawa dan berpindah tempat. Di saat terpuruk, lagi-lagi hujatan dan hinaan datang bertubi. Bukan dari orang lain, tetapi keluarga jauh.