Chapter : 21

20.4K 1.8K 531
                                    

Vote!
.




Cuaca di Minggu pagi ini secerah biasanya. Diiringi dengan cicitan burung dan percik air mancur, Jisoo duduk pada sebuah bangku yang ada di taman belakang. Berusaha mengalihkan rasa sesak di dadanya dengan menikmati hamparan hijau luas yang dikelilingi bunga-bunga indah itu.

Sebuah buku berada di pangkuannya.  Jisoo membalikkan halaman demi halaman buku fiksi itu, sambil sesekali menyeruput teh.

Setelah perseteruannya dengan Irene yang terjadi di meja makan, Jisoo menolak melakukan sarapan bersama dua pasangan kekasih itu lagi, moodnya sudah terlanjur hancur karena tingkah laku Irene yang menurutnya sungguh menyebalkan. Dan alibi Jisoo yang mengatakan ingiy mengambil beef steak yang baru nyatanya tak benar-benar ia lakukan. Alih-alih kembali ke meja makan terkutuk itu Jisoo lebih memilih duduk dan sarapan sendirian disini. Tentu tanpa beef steak dan susu, Ia hanya membawa secangkir teh hangat dan roti kemari. Rasanya cukup untuk mengganjal perut kosongnya.

Ketika baru saja akan kembali menyeruput tehnya lagi, sebuah suara menyebalkan yang paling dihindari Jisoo belakangan ini lagi-lagi mengusik ketenanganya.

"Hay Nona Tawanan"

Oh God. Bisakah Malaikat jahat ini berhenti mengganggunya? Sungguh Jisoo benar-benar muak sekarang.

Tanpa berniat menyahut, Jisoo memutar bola mata lalu kembali fokus pada bacaan. Namun sepertinya Penyihir satu ini benar-benar butuh perhatian dimana sekarang ia malah duduk di bangku yang sama dengan Jisoo. "Sepertinya mode tuli dan bisu mu kembali" Cibirnya.

Jengah, Jisoo menutup buku dan meletakkannya dengan kasar di atas meja kayu lalu menatap Irene dengan tatapan yang menyiratkan ketidaksukaannya. "Ada masalah Nona Irene? Kenapa anda terus mengusikku?"

"Kau bicara formal sekarang. Well, mengingat posisimu disini, nemang begitulah seharusnya" Sudut bibir Irene terangkat membentuk smirk.

Sungguh Jisoo sangat ingin menyanggah segala omongan Irene. Hanya saja sebagian besar yang dia bicarakan terasa benar.

"Aku jadi penasaran kenapa Taehyung menawanmu disini, Apa kau— Seorang pelacur yang memiliki hutang pada Taehyung dan menjual tubuhmu sebagai gantinya?"

Cukup sudah!

"Jaga bahasamu Nona Irene!" Geram Jisoo.

Sedang Irene didepannya tampak anteng. "Kenapa? Kau tidak terima? Ingin menjambak rambutku?"

Jika aku bisa, sejak tadisudah kulakukan. Batin Jisoo

"Ayo Jambak! Dan Kupastikan Taehyung akan menendang mu dari sini"

Oh Benarkah itu? Jika iya maka Jisoo akan senantiasa menjambak rambut perempuan didepannya ini sekarang. Ia lebih Memilih ditendang ke jalanan daripada harus terkurung di dalam wilayah kekuasaan kim Taehyung.

"Jisoo... Jisoo, aku akui kau memang cantik, tetapi kecantikan mu itu tidak ada gunanya jika kau melemparkan tubuhmu seenaknya pada pria layaknya sebuah barang." Desis Irene tajam, pandangannya berubah memicing.

"Anda tidak berhak menghakimi ku secara sepihak!" Sahut Jisoo tak kalah tajam, mungkin ia bisa menerima segala ejekan Irene sebelumnya tetapi wanita itu sudah keterlaluan dan melewati batas sekarang.

The PrisonerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang