20. Jakarta dan Cinta

391 40 4
                                    

Sebelum pergi ke Jakarta, Josha telah meminta Pak Joni untuk melakukan apa yang sudah direncanakan tanpa mengabaikan risiko yang akan terjadi. Josha berusaha untuk meminimalkan risiko dengan berbagai pemikiran matang yang sudah didiskusikannya dengan Fenina. Hingga dia bisa membawa Hanum dan nenek ke Jakarta dengan tenang. Selain itu dia pasti akan memantau perkembangan rumah batik dengan selalu menghubungi Pak Joni.

Kini mereka telah berada dalam perjalanan menuju Jakarta. Hanum dan nenek berada di kursi tengah. Sesekali mereka mengobrol karena pada hari itu Hanum lebih banyak diam jadi Josha tidak ingin membuat mood Hanum menjadi lebih kacau lagi. Gadis itu memang tersenyum tadi malam, bahkan saat Josha memeluknya. Hanya saja Josha yakin perasaan Hanum belum senormal seperti sebelum kedatangan Arfo.

"Han, kamu mau mampir ke suatu tempat?" tanya Josha membuka obrolan setelah lama diam. Tidak enak juga bersama orang tapi seperti sendiri. Lelaki itu melirik nenek yang tengah tertidur di bahu Hanum.

"Nggak, nggak ada."

"Kamu tidurkan saja nenek. Di belakang ada bantal, supaya kamu nggak capek."

Hanum melongok ke belakang dan mengambil bantal itu kemudian meletakkannya di samping badan nenek lalu tubuh nenek dibaringkannya di sana. Sementara kaki nenek berada di pangkuannya.

"Han, aku pengin hubungan kita seperti sebelum kedatangan Arfo." Josha melihat kaca depan untuk melirik Hanum yang juga sedang menatapnya. Tampak Hanum menghela napas panjang kemudian mengalihkan pandangan. Hal itu membuat Josha kembali fokus menyetir. "Kamu mungkin nggak percaya kalau kamu perempuan pertama yang hadir dalam hatiku. Selama ini terlalu banyak perempuan yang dekat denganku tapi tak pernah yang ada membuatku secemburu ini. Kamu berbeda, Han. Aku mencintaimu karena kamu berbeda. Kamu membuat aku selalu ingat kamu setiap waktu."

"Aku nggak pernah berniat bikin kamu jatuh cinta sedalam itu. Aku pun ragu dengan perasaan ini. Apakah benar apa yang kurasa atau hanya rasa yang sesaat terlintas saja."

Josha mengernyitkan kening. Dia terganggu dengan pernyataan Hanum. Tanpa dapat berpikir jernih, Josha menepikan mobilnya kemudian berhenti. Secepat mungkin dia menoleh ke belakang.

"Apa maksudmu, Han? Kamu ragu kalau kamu juga mencintaiku?"

Hanum tak terkejut dengan pilihan Josha untuk memberhentikan mobil. Dia hanya tak sanggup merangkai kata untuk menjelaskan apa sebenarnya yang ada dalam hatinya. Benarkah ini cinta yang nyata?

"Ini pertama kalinya aku menjalin hubungan serius dengan lelaki. Jadi jangan terlalu menganggap serius dengan perasaan yang belum aku kenal sebelumnya."

"Han, kenapa kamu tiba-tiba berubah begini?' Josha kebingungan. "Jadi kehadiran Arfo benar-benar bikin kamu tak melihat pada satu arah lagi?" Josha membalikkan badan untuk menatap jalanan lagi. Wajahnya terkesan menahan kekesalan. Lalu lelaki itu mengumpat untuk meluapkan kejengkelannya. "Sialan!"

Tanpa melihat Hanum lagi, Josha menjalankan kembali mobilnya. Dia tak mengajak Hanum bicara lagi sampai mereka tiba di rumah Fenina. Dibiarkannya pikiran negatif merasuki kepalanya yang sedang memanas.

Fenina menyambut mereka begitu gembira. Ini pertama kalinya Nenek Ismi datang ke Jakarta berkunjung ke rumahnya. Meskipun nenek tak ingat padanya karena sudah pikun, namun Fenina tetap saja bahagia. Kebahagiannya berubah menjadi tawa saat melihat tawa nenek yang khas dengan mulut terbuka lebar tanpa satu gigi pun.

"Hanum, apa kabar?" Fenina merentangkan kedua tangan untuk memeluk Hanum setelah memeluk putranya sendiri.

"Baik, Tante," jawab Hanum dengan senyum lembut. Gadis itu membalas pelukan Fenina.

Kemudian Fenina mengambil kedua tangan nenek dan menciumnya dengan khidmat. "Nek, selamat datang di rumah cucu nenek. Maafkan kami yang tidak pernah mengajak nenek untuk berkunjung kemari. Sekarang nenek bisa tinggal disini selama nenek mau."

Perkara Bang Josh (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang